Protes Ganti Rugi Pembebasan Lahan Tol Semarang-Demak, Warga Mengadu ke Komisi II DPR RI
Pembebasan lahan milik warga dianggap menimbulkan ketidakadilan karena harga yang sangat rendah dari negara.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Hasanudin Aco
Khususnya Pasal 66 yang mengatur bahwa nilai ganti kerugian ditetapkan oleh Penilai yang dijadikan dasar musyawarah untuk menetapkan bentuk ganti kerugian.
Kemudian Pasal 68 yang mengatur bahwa Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah melaksanakan musyawarah dengan Pihak yang Berhak. Ternyata ia tidak melaksanakan musyawarah.
Ia hanya menyampaikan harga secara sepihak. Pemilik tanah sama sekali tidak diajak musyawarah.
Berikut Pasal 70 yang mengatur bahwa dalam hal belum tercapai kesepakatan, musyawarah dapat dilaksanakan lebih dari satu kali.
Ternyata meskipun saya dan 47 orang lainnya belum sepakat atas harga dan/atau bentuk kerugian yang ditetapkan Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah.
"Saya dan 47 orang pemilik tanah lainnya dipaksa untuk tanda tangan menolak. Tidak ada musyawarah kedua dan ketiga," pungkasnya.
Komisi II DPR RI merasa kasihan dengan Presiden Joko Widodo dalam melaksanakan program percepatan pembangunan nasional di berbagai daerah. Pasalnya, visi besar Presiden Jokowi itu tidak dijabarkan dan dieksekusi dengan baik dilapangan.
Akibatnya, banyak permainan dibawah, salah satunya menyangkut kemunculan mafia tanah.
"Setuju pembangunan, tetapi pembangunan tidak boleh melanggar HAM. Tidak boleh begitu! Boleh kita membangun, membuat negara ini bagus, tapi kalau masyarakat hancur, ngapain. Masyarakat menangis karena pembangunan, kan tidak boleh. Harus sesuai aturan. Kasihan Pak Jokowi. Ini terjadi karena sudah menjadi bagian, menjadi sindikasi mafia tanah," tegas Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Junimart Girsang kepada wartawan usai RDPU.
Ia menekankan demikian usai menerima audensi dari lima kelompok masyarakat terkait permasalahan/sengketa tanah di Ruang Rapat Komisi II DPR RI.
Salah satu kelompok masyarakat itu berasal dari masyarakat Sayung, Demak, Jawa Tengah, yang mengadukan permasalahan tanah hak miliknya yang digunakan untuk pembangunan jalan tol Semarang - Demak.
Politikus PDI Perjuangan itu mengungkapkan, lima kelompok masyarakat yang mengadukan permasalahan tanah diterima Komisi II dan nantinya dibawa ke Rapat Pleno.
Dari pleno, nantinya akan diputuskan tindaklanjutnya dengan berkoordinasi dengan instansi terkait, termasuk turun ke lapangan melihat langsung permasalahannya.
"Secara hukum pertanahan, seseorang bisa ajukan sertifikat tanah apabila dia sudang menguasai selama 20 tahun berturut-turut tanpa henti, maka dia bisa mengajukan sertifikat. Ketika saya mempergunakan tanah tersebut, maka saya bisa mengajukan dokumen tanah ke instansi terkait. Dia bayar PBB, Bayar Ipeda, ini yang harus diungkap," ujarnya.
"Ini negara kita kan lagi aneh-aneh. Saya sudah punya sertifikat tanah 20 tahun, bahkan sudah dikuasai nenek moyang kami sebelum kemerdekaan, tapi bisa seketika dibatalkan oleh Kementerian Kehutanan, dengan alasan itu kawasan hutan, ini kan aneh-aneh," pungkas Junimart.