Protes Ganti Rugi Pembebasan Lahan Tol Semarang-Demak, Warga Mengadu ke Komisi II DPR RI
Pembebasan lahan milik warga dianggap menimbulkan ketidakadilan karena harga yang sangat rendah dari negara.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pembebasan lahan pembangunan jalan Tol Semarang-Demak menuai polemik.
Pembebasan lahan milik warga dianggap menimbulkan ketidakadilan karena harga yang sangat rendah dari negara.
Sebanyak 47 orang warga Sayung Demak, mengadu ke Komisi II DPR RI yang membidangi pertanahan untuk menyampaikan sejumlah keluhan.
Para warga sudah mengajukan keberatan kepada Pelaksana pengadaan tanah di Demak, tetapi tak juga direspons, pun kepada DPRD Demak dan DPRD Jateng.
Perwakilan warga, Prof Dr Hanif Nurcholis MSi menyampaikan keberatannya atas penetapan harga yang ditetapkan Negara untuk kepentingan jalan tol Semarang-Demak atas tanah hak milik mereka.
Disebutkan perbuatan negara melelang proyek jalan tol ini adalah perbuatan ijon, karena negara menjual pekerjaan konstruksi diatas tanah padahal tanahnya belum ada.
"Kami keberatan karena Pelaksana Pengadaan Tanah melaksanakan tugasnya nyata-nyata merugikan rakyat pemilik tanah," tegasnya dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi II DPR terkait permasalahan pertanahan, di ruang Komisi II, Gedung DPR, Jakarta, Kamis (10/6/2021).
Baca juga: Optimasi Lahan Rawa Tingkarkan Indeks Pertanaman Petani Indragiri Hulu Riau
Pada saat melelang proyek ini, tanah belum dibebaskan dan masih dalam penguasaan pemiliknya.
Negara baru membebaskan tanah pada tahun 2020, karena sudah melelang proyek jalan tol maka saat membebaskan tanah milik petani, Negara melakukan manipulasi dan intimidasi.
"Pelaksana Pengadaan Tanah saat menyampaikan rencana pembebasan tanah dihadapan petani pemilik tanah membangun narasi intimidatif dan manipulatif," kata Prof Hanif.
Pelaksana Pengadaan Tanah memanipulasi fakta, sebab yang sebenarnya yanah milik petani itu bukan tanah negara tapi tanah hak milik berdasarkan hak adat norowito.
Pelaksana juga mengintimidasi pemilik tanah agar mau mengikhlaskan tanah miliknya dibeli Negara dengan harga berapapun.
"Jika menolak dicap sebagai warga negara yang tidak mendukung pembangunan dan ditakut-takuti akan berhadapan dengan lembaga peradilan dan dipastikan kalah," ucapnya.
Dalam melaksanakan tugasnya, lanjut Prof Hanif, pihaknya bersama 47 pemilik tanah lainnya menilai Pelaksana Pengadaan Tanah melanggar ketentuan Perpres No 71 Tahun 2012.