Soal Rencana Sembako Kena PPN dan PPN Naik Jadi 12 Persen, Ini Penjelasan Staf Khusus Sri Mulyani
Prastowo Yustinus memberi penjelasan soal rencana pemerintah mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN) terhadap sejumlah barang termasuk sembako
Penulis: Daryono
Editor: Whiesa Daniswara
TRIBUNNEWS.COM - Staf Khusus Menteri Keuangan Sri Mulyani, Yustinus Prastowo memberi penjelasan soal rencana pemerintah mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN) terhadap sejumlah barang termasuk bahan pokok (sembako).
Diketahui, dalam Rancangan Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan (RUU KUP), sembako termasuk di antaranya beras dan gula konsumsi dihapus dari daftar barang yang dikecualkan dalam pemungutan PPN.
Selain itu, dalam RUU tersebut, besaran PPN juga dinaikan dari 10 persen menjadi 12 persen.
Atas hal ini, Yustinus Prastowo memberikan penjelasan di akun Twitternya.
Di awal penjelasanya, Prastowo memahami reaksi masyarakat atas rencana kenaikan PPN dan pengenakan PPN terhadap sembako.
"Wacana kenaikan tarif PPN mendapat respon cukup hangat. Ini hal positif karena kesadaran akan pentingnya pajak semakin tinggi. Pajak adalah pilar penyangga eksistensi negara. Saya perlu berbagi konteks yg lebih luas agar kita dapat mendudukkan semua wacana secara jernih. #utas
1. Saya bisa memaklumi reaksi spontan publik yg marah, kaget, kecewa, atau bingung. Eh, kenaikan tarif PPN berarti naiknya harga2 dong. Apalagi ini pemulihan ekonomi. Pemerintah sendiri struggle dg APBN yg bekerja keras, mosok mau bunuh diri? Begitu kira2 yg saya tangkap," tulisnya.
Baca juga: Soal Wacana Pajak Sembako, Wakil Ketua Komisi XI DPR: Akan Memberikan Dampak Negatif
Dijelaskannya, RUU KUP yang di antaranya isinya menaikkan PPN tidak akan diterapkan saat Pandemi.
Namun, saat Pandemi adalah saat yang tepat untuk membahas RUU KUP.
"2. Pemerintah, diwakili Menko Perekonomian dan Menteri Keuangan, di berbagai kesempatan menegaskan bahwa rancangan ini perlu disiapkan dan didiskusikan di saat pandemi, justru karena kita bersiap. Bukan berarti akan serta merta diterapkan di saat pandemi. Ini poin penting: timing
3. Maka pemerintah mengajak para pemangku kepentingan, termasuk pelaku usaha dan DPR, utk bersama-sama memikirkan: jika saat pandemi kita bertumpu pada pembiayaan utang karena penerimaan pajak turun, bagaimana dg pasca-pandemi? Tentu saja kembali ke optimalisasi penerimaan pajak.," cuitnya.
Prastowo kemudian mencontohkan negara-negara lain yang menerapkan kebijakan kenaikan pajak.
Ia juga menyinggung soal pengenakan PPN untuk sembako.
Berikut Tweet Prastowo selengkapnya: