Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Soal Rencana Sembako Kena PPN dan PPN Naik Jadi 12 Persen, Ini Penjelasan Staf Khusus Sri Mulyani

Prastowo Yustinus memberi penjelasan soal rencana pemerintah mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN) terhadap sejumlah barang termasuk sembako

Penulis: Daryono
Editor: Whiesa Daniswara
zoom-in Soal Rencana Sembako Kena PPN dan PPN Naik Jadi 12 Persen, Ini Penjelasan Staf Khusus Sri Mulyani
TRIBUN JATENG/TRIBUN JATENG/HERMAWAN HANDAKA
Harga kebutuhan pokok seperti sembako di Pasar Peterongan Semarang tidak menentu dan bisa berubah sesuai kebutuhan seperti harga telur ayam kini mengalami penurunan dari 26 ribu menjadi 22 ribu perkilonya, cabe rawit merah juga mengalami penurunan dari 60 ribu kini menjadi 40 ribu perkilo, untuk harga beras masih terpantau stabil sedangkan yang mengalami kenaikan adalah emping dari 50 ribu menjadi 60 ribu perkilo dan minyak goreng naik 1000 rupiah perkilonya, Selasa (27/4/21). (Tribun Jateng/Hermawan Handaka) 

4. Nggak usah jauh2. Joe Biden sesaat setelah dilantik berencana menaikkan tarif PPh Badan dari 21% ke 28%. Inggris juga berencana menaikkan tarif PPh Badan dari 19% menjadi 23%. Banyak negara berpikir ini saat yg tepat utk memikirkan optimalisasi pajak utk sustainabilitas.

5. Di sisi PPN, negara2 juga memikirkan penataan ulang sistem PPN, antara lain melalui perluasan basis pajak dan penyesuaian tarif. Ada 15 negara yg menyesuaikan tarif PPN utk membiayai penanganan pandemi. Rerata tarif PPN 127 negara adalah 15,4%. Kita sendiri masih 10%.

6. Sekilas info. Ini kinerja perpajakan kita. Meski 5 tahun terakhir secara nominal naik, tapi blm optimal utk membiayai banyak target belanja publik agar kita transform lbh cepat. Terlebih 2020, karena pandemi penerimaan pajak tergerus cukup dalam. Kita justru kasih insentif.

7. Lugasnya, karena pandemi ini pengeluaran meningkat cukup tajam. Di sisi lain penerimaan tersendat. Mumpung pandemi dan pajak diarahkan sbg stimulus, kita paralel pikirkan desain dan konsolidasi kebijakan yg menjamin sustainabilitas di masa mendatang. Pasca pandemi tentu saja.

8. Kita lakukan kajian dan benchmarking. Belajar dari pengalaman dan tren negara lain. Yang gagal ditinggal, yang baik dipetik. Ini ringkasan datanya: 24 negara tarif PPN-nya di atas 20%, 104 negara 11-20%, selebihnya beragam 10% ke bawah. Lalu Indonesia bagaimana melihat ini?

9. Di antara negara2 tsb, ternyata banyak juga negara yg menerapkan kebijakan multitarif PPN, tidak tunggal. Rentang tarifnya beragam. Ini selaras dg adagium lama “semakin kompleks sistem pajak, maka semakin adil”, dan sebaliknya. Kalau mau simpel ya bisa, tapi nggak adil.

10. Dibanding negara2 ASEAN, kinerja perpajakan kita masih di bawah Thailand dan Singapura. Juga di bawah Afsel dan Argentina. Tentu saja ini tantangan: peluang dan ruang masih besar, maka perlu dipikirkan ulang mulai sekarang. Ini pertimbangan pentingnya.

Berita Rekomendasi

11. Kenapa sih penerimaan PPN kita blm optimal? Ini salah satu jawabannya: terlalu banyak pengecualian dan fasilitas. Indonesia negara dg pengecualian terbanyak. Ya memang dermawan dan baik hati sih. Cuma kadang distortif dan tidak tepat. Bahkan jd ruang penghindaran pajak.

12. Intermezzo: saking baiknya, bahkan banyak barang dan jasa dikecualikan atau mendapat fasilitas tanpa dipertimbangkan jenis, harga, dan kelompok yg mengonsumsi. Baik beras, minyak goreng, atau jasa kesehatan dan pendidikan, misalnya. Apapun jenis dan harganya, semua bebas!

13. Pengaturan yg demikian justru menjadikan tujuan pemajakan tdk tercapai: yang mampu bayar tak membayar karena mengonsumsi barang/jasa yg tdk dikenai PPN. Ini fakta. Maka kita perlu memikirkan upaya menata ulang agar sistem PPN kita lebih adil dan fair. Caranya?

14. Yang dikonsumsi masyarakat banyak (menengah bawah) mustinya dikenai tarif lebih rendah, bukan 10%. Sebaliknya, yg hanya dikonsumsi kelompok atas bisa dikenai PPN lebih tinggi. Ini adil bukan? Yang mampu menyubsidi yang kurang mampu. Filosofis pajak kena: gotong royong.

15. Tapi kok sembako dipajaki? Pemerintah kalap butuh duit ya?Kembali ke awal, nggak ada yg tak butuh uang, apalagi akibat hantaman pandemi. Tapi dipastikan pemerintah tak akan membabi buta. Konyol kalau pemulihan ekonomi yg diperjuangkan mati2an justru dibunuh sendiri. Mustahil!

16. Maka sekali lagi, ini saat yg tepat merancang dan memikirkan. Bahwa penerapannya menunggu ekonomi pulih dan bertahap, itu cukup pasti. Pemerintah dan DPR memegang ini. Saat ini pun barang hasil pertanian dikenai PPN 1%. Bbrp barang/jasa jg demikian skemanya agar ringan.

17. Di sisi lain pemerintah memperkuat perlindungan sosial. Semakin banyak keluarga mendapatkan bansos dan subsidi diarahkan ke orang. Maka jadi relevan: bandingkan potensi bertambahnya pengeluaran dg PPN (misal 1% atau 5%), dg bansos/subsidi yg diterima rumah tangga.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas