Pengamat Sebut Polemik TWK Pegawai KPK Berpotensi Picu Kegaduhan
Politisasi terhadap isu TWK rentan memunculkan kegaduhan yang berdampak pada kepentingan umum.
Penulis: Malvyandie Haryadi
Editor: Adi Suhendi
Laporan wartawan Tribunnews.com, Malvyandie
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polemik mengenai tes wawasan kebangsaan (TWK) terhadap 1.351 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang berujung pada pemberhentian 51 dari total 75 pegawai yang gugur dalam tes tersebut masih berlanjut.
Analis politik Boni Hargens menilai isu TWK ini sudah dipolitisasi secara berlebihan.
Masyarakat dikatakannya perlu mengetahui konteks besarnya.
"Dalam hampir dua dekade terakhir, sebetulnya kita sudah memasuki perang ideologi yang serius. Kebangkitan politik identitas dalam ranah publik, entah dalam pemilihan kepala daerah maupun dalam pemilu di tingkat nasional," kata Boni, baru-baru ini.
Dia mendukung kerja KPK dalam pemberantasan korupsi karena memang kesejahteraan rakyat tak bisa diwujudkan kalau korupsi masih merajalela.
Tetapi KPK juga perlu berjalan dalam koridor konstitusi supaya seluruh pegawai dan kinerjanya selaras dengan ideologi negara.
Baca juga: Komnas HAM Panggil Pimpinan KPK, Ferdinand Hutahaean: Bukan Ranah Mereka
"Saya tidak menyinggung rumor tentang 'kelompok Taliban' di tubuh KPK. Poin saya adalah bahwa TWK ini penting sebagai instrumen kebijakan dalam menjaga instasi negara dan semua lembaga publik bebas dari bahaya radikalisme," tuturnya.
Direktur Lembaga Pemilih Indonesia ini berharap semua birokrasi kementerian dan lembaga negara harus mengikuti tes yang sama. Jadi bukan hanya untuk KPK.
Tetapi amat disayangkan, isu ini kini menjadi bola liar dan unsur politisnya makin kental.
Menurut dia, politisasi terhadap isu TWK rentan memunculkan kegaduhan yang berdampak pada kepentingan umum.
Baca juga: Dituding Lakukan Intimidasi, 2 Penyidik KPK Siapkan Saksi dan Ahli
Tidak perlu berspekulasi dan membuat tuduhan yang menyudutkan orang-orang tertentu.
"Isu KPK ini isu bersama. Kita semua harus terus mendukung kerja KPK yang profesional dan konstitusional. Korupsi harus dilawan sekeras-kerasnya, tetapi memakai KPK sebagai instrumen politik itu tidak dibenarkan oleh undang-undang," katanya.
Terlebih, lanjut dia, tidak semua pegawai yang gugur dalam tes tersebut dipecat.
Sebagian justru mengikuti program pembinaan ideologi Pancasila.
Itu artinya negara memiliki niat baik terhadap para pegawai yang ada.