Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pegawai Tak Lulus TWK Minta Plt Jubir KPK Jujur, Tak Berikan Informasi Sesat

75 pegawai yang dibebastugaskan akibat TWK ini meminta Ali menghentikan pernyataan yang sesat.

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Pegawai Tak Lulus TWK Minta Plt Jubir KPK Jujur, Tak Berikan Informasi Sesat
Tribunnews.com/ Ilham Rian Pratama
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri bersama Deputi Penindakan KPK Karyoto saat mengumumkan penetapan tersangka eks Bupati Talaud Sri Wahyumi Manalip di kantornya, Jakarta Selatan, Kamis (29/4/2021). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebanyak 75 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri berkata jujur soal permintaan hasil tes wawasan kebangsaan (TWK). 

75 pegawai yang dibebastugaskan akibat TWK ini meminta Ali menghentikan pernyataan yang sesat.

"Katakanlah kebenaran walau pahit adanya. Pegawai KPK meminta Juru Bicara KPK, sebagai perwakilan resmi lembaga untuk menghentikan pernyataan-pernyataan yang blunder dan sesat," kata pegawai KPK Budi Agung Nugroho lewat keterangan tertulis, Kamis (17/6/2021).

Budi Agung yang merupakan Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) Penyidik ini merupakan satu dari 75 pegawai KPK yang dibebastugaskan akibat tak lulus TWK

Budi yang pernah menangani kasus rekening gendut Komjen Budi Gunawan ini meminta keterbukaan informasi dari KPK.

"Beberapa orang sebagai perwakilan dari 75 pegawai yang dinyatakan tidak memenuhi syarat dalam TWK telah bersurat kepada Pejabat Pengelola Informasi dan Data (PPID) KPK. Ada delapan poin yang diminta pegawai dalam surat permohonan keterbukaan informasi tersebut," ujar Budi.

Delapan poin tersebut adalah, pertama sial hasil asesmen TWK yang meliputi tes IMB, tes tertulis dan tes wawancara, kedua yakni kertas kerja penilaian lengkap dari BKN atas hasil asesmen (untuk semua tahapan tes), yang sekurang-kurangnya memuat metodologi penilaian, kriteria penilaian, rekaman hasil wawancara, analisa assesor, hingga saran dari assesor atau pewawancara.

Baca juga: KPK Minta ICW dan Pihak Lainnya Tak Asal Tuduh Soal Informasi TWK

BERITA REKOMENDASI

Ketiga yakni dasar atau acuan penentuan unsur-unsur yang diukur dalam asesmen TWK, keempat yakitu dasar atau acuan penentuan kriteria memenuhi syarat (MS) dan tidak memenuhi syarat (TMS), kelima dasar atau acuan penentuan dan penunjukan assessor.

Kemudian keenam data-data yang diberikan oleh KPK kepada assessor berikut alasan pemberian dan atau dasar hukumnya, ketujuh kertas kerja assessor, dan kedelapan yakni soal berita acara penentuan lulus atau tak lulus oleh assessor atau pewawancara.

"Melihat dari karakteristik data yang diminta seharusnya tak butuh waktu lama untuk berkoordinasi dengan BKN sebagai pihak penyelenggara TWK. Apalagi, seharusnya semua data tersebut, sudah tersedia bahkan sebelum TWK berlangsung," kata Budi.

Budi menyebut, penyerahan data tersebut telah dilakukan di Kantor Menpan RB Tjahjo Kumolo pada 27 April 2021 dengan seremoni khusus.

Berdasarkan pasal 6 ayat (1) huruf g, Perjanjian kerjasama antara KPK dan BKN dalam penyelenggaraan TWK ini, maka KPK berhak untuk memanfaatkan seluruh hasil asesmen tes wawasan kebangsaan pegawai, laporan pelaksanaan kegiatan TWK dan seluruh data dan dokumen yang dihasilkan dalam pelaksanaan TWK tanpa perlu meminta persetujuan BKN.

"Kecuali landasan hukum dan sertifikat asesor yang seharusnya ada sebelum TWK, dibuat backdate seperti Nota Kesepahaman antara BKN dan KPK dalam pelaksanaan TWK," kata Budi Agung Nugroho

Menurut Budi, KPK sebagai lembaga penegak hukum dan BKN sebagai lembaga yang mengatur manajemen kepegawaian negara, tidak sepatutnya menyelenggarakan hal-hal yang melawan hukum.

Menurut pegawai KPK lainnya yang tak lulus TWK, yakni Novariza menyebut KPK bertele-tele terkait permintaan keterbukaan informasi yang diminta pegawai. 

Tidak seperti proses munculnya pasal tes wawasan kebangsaan dalam Perkom Nomor 1 Tahun 2021 tentang alih status pegawai.

"Jika dalam proses pelaksanaan perkom tersebut KPK bisa cepat dalam berkoordinasi pengundangan yang hanya berlangsung satu hari yang sama, maka permintaan hasil TWK pegawai seharusnya bisa lebih cepat dari itu," ujar Novariza.

Novariza menyebut, wajar bila para pegawai curiga adanya manipulasi lanjutan yang akan dilakukan oleh Ketua KPK Firli Bahuri dan Kepala BKN Bima Haria Wibisana. 

Sebab, menurut Novariza, sejak awal proses TWK direncanakan sudah banyak manipulasi yang terjadi. 

"Bagaimana bisa Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron, di depan Ombudsman yang tengah memeriksa tentang maladministrasi, tanpa malu mengakui adanya kontrak kerja sama yang sengaja dibuat backdate," tutur Novariza.

Menurut Novariza, dalam lembar Perkom Nomor 1 Tahun 2021, tanggap penetapan dan pengundangan, berlangsung dalam satu hari yang sama, yakni 27 Januari 2021. 

Belakangan diketahui, kontrak swakelola antara KPK dan BKN dalam pelaksanaan TWK juga dibuat tanggl 27 Januari 2021. 

"Prosesnya kilat, sehingga cenderung mencurigakan, tapi giliran kami meminta hasil, prosesnya lamban sekali," ujar Novariza.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas