Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pengamat CSIS: Tak Bisa Ketengan, Pengadaan Alutsista Butuh Perencanaan Jangka Panjang

Butuh perencanaan jangka panjang dalam menghitung kebutuhan alat utama sistem persenjataan (alutsista) guna menjaga kedaulatan.

Penulis: Reza Deni
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Pengamat CSIS: Tak Bisa Ketengan, Pengadaan Alutsista Butuh Perencanaan Jangka Panjang
Tribun Jabar/Gani Kurniawan
Ilustrasi alat utama sistem persenjataan (alutsista) TNI. 

Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti senior Center for Strategic and International Studies (CSIS), Evan A Laksmana, mengatakan butuh perencanaan jangka panjang dalam menghitung kebutuhan alat utama sistem persenjataan (alutsista) guna menjaga kedaulatan.

Alasannya, pengadaannya tak seperti membeli mobil dari dealer atau showroom.

"Memang beli senjata itu, kan, bukan kayak kita beli mobil, teken kontrak hari ini, besok datang. Begitu, kan, enggak bisa," ucapnya dalam keterangan yang diterima, Kamis (17/6/2021).

Dikatakan Evan, pengadaan alutsista membutuhkan waktu dua hingga empat tahun.

"Jadi memang untuk kita beli-beli senjata, alutsista, dan seterusnya itu perlu perencanaan jangka panjang yang bukan cuma satu, dua, sampai tiga tahun bahkan bisa sampai 20 tahun," katanya.

Selain itu, Evan menyebut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan mewajibkan adanya transfer teknologi jika Indonesia terpaksa membeli alutsista dari produsen luar negeri.

Baca juga: Belanja Alutsista 25 Tahun Rp 1.700 T, Ekonom: Sumber Ekonomi Perlu Dijaga

Berita Rekomendasi

"Beli alutsista itu kita enggak bisa seperti kita beli rokok, kita beli ketengan, minta dua, minta empat. Kita harus beli banyak supaya bisa negosiasi transfer teknologi dan seterusnya," ujarnya.

Namun, di sisi lain, Evan berpendapat, usulan anggaran Rp 1.700 triliun dalam Rancangan Peraturan Presiden (Ranperpres) tentang Pemenuhan Kebutuhan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan (Alpalhankam) Kemenhan-TNI Tahun 2020-2044 bukan angka yang besar.

"Sebetulnya kalau kita lihat angka segitu untuk 20 tahun dan kita mempertimbangkan kita enggak lebih dari 0,8 dari GDP setiap tahun, sebetulnya angka segitu masih sedikit," tuturnya.

Baca juga: Virus Corona Mengganas, TB Hasanuddin Desak Kemhan Tunda Pembelian Alutsista

"Kalau kita bicara long term capability development, itu sebetulnya masih cukup minim. Negara-negara lain, seperti China, India, Jepang itu 2-3 kali lipat dari biaya tersebut selama 5-10 tahun terakhir," imbuhnya.

Dalam kesempatan sama, Legislator Komisi I DPR RI Bobby Adhityo Rizaldi, menegaskan, anggaran Rp1.700 triliun belum final lantaran masih dibahas di internal pemerintah.

Beleid tersebut masih harus digodok antara Kemenhan, Bappenas, dan Kemenkeu.

"Namanya rencana itu, kan, ada dari Kementerian Bappenas, abis itu harus ditetapkan sumber pembiayaannya oleh Kementerian Keuangan, Nah, setelah itu resmi dijadikan formal oleh pemerintah, itu diajukan ke DPR untuk dibuatkan RUU APBN-nya yang setiap tahunan," katanya.

Baca juga: Anggota Komisi I DPR Dukung Modernisasi Alutsista Asalkan Rasional

Meski demikian, politikus Partai Golkar ini menegaskan, parlemen mendukung langkah Kemenhan untuk melakukan pengadaan alutsista.

"Tahun 1994 sampai 2008 itu tidak ada pembaruan alutsista sehingga banyak yang tingkat kesiapannya rendah karena melewati batas masa usia pakai. Nah, ini dipercepat di era Pak SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) yang kedua," ujarnya.

Upaya modernisasi alutsista pada era pemerintahan SBY dikenal dengan kekuatan pokok minimum (KPM) atau minimum essential force (MEF).

Ini terdiri dari tiga rencana strategis (renstra) dan berlangsung hingga 2024 mendatang.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas