Adaptasi Perubahan Iklim, Pemerintah Targetkan 20.000 Kampung Iklim pada 2024
Selain berdampak pada keanekaragaman hayati, perubahan iklim berdampak pada perekonomian nelayan, petani yang akan berdampak pada perekonomian negara.
Penulis: Larasati Dyah Utami
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews, Larasati Dyah Utami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dalam upaya mitigasi akibat dampak perubahan iklim, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menargetkan terbentuknya Program Kampung Iklim (Proklim) sejumlah 20.000 desa pada tahun 2024.
Hal tersebut disampaikan Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (PPI) KLHK, Laksmi Dhewanti saat membuka Pameran Virtual Proklim, Kamis (17/06/2021).
"Kami meyakini kita semua bisa dan dapat menjadi motor utama dalam menciptakan kelestarian lingkungan hidup," kata Laksmi, Kamis.
Dampak perubahan iklim semakin terasa di dunia, termasuk di Indonesia.
Dampak perubahan iklim salah satunya berupa kenaikan permukaan air laut.
Fenomena ini menyebabkan terjadinya abrasi berupa berubahnya posisi garis pantai yang berakibat berubahnya ekosistem gambut.
Padahal ekosistem gambut berfungsi sebagai habitat ikan dan penahan gelombang pasang dan tsunami.
Selain berdampak pada keanekaragaman hayati, perubahan iklim juga berdampak pada perekonomian nelayan dan petani yang juga akan berdampak pada perekonomian negara.
Akibat perubahan iklim, terjadi fenomena la nina dan el nino yang tidak bisa diprediksi.
Fenomena cuaca el nino yang sangat ekstrem dan rentan terjadi bencana kekeringan, larang pangan, hingga kebakaran hutan.
Disaat fenomena la nina atau musim basah dengan hujan intensitas tinggi rentan menyebabkan terjadinya longsor di dataran tinggi dan banjir di daerah dataran rendah.
KLHK menyelenggarakan Proklim yang merupakan Gerakan Nasional Pengendalian Perubahan Iklim di Tingkat Tapak Berbasis Komunitas di Indonesia.
Baca juga: Adaptasi Perubahan Iklim, Desa Mensiau Kalimantan Barat Manfaatkan Limbah Kayu Untuk Disinfektan
Proklim merupakan program sinergi aksi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim yang berlingkup nasional guna meningkatkan keterlibatan masyarakat dan pemangku kepentingan lain, untuk penguatan kapasitas adaptasi dan penurunan emisi gas rumah kaca (GRK).
Laksmi mengharapkan, melalui Proklim ini pemerintah mengajak semua individu masyarakat untuk bersama-sama menjadi pelopor dan penggerak gaya hidup bersih dan sehat di lingkungannya masing-masing.
"Hingga saat ini telah terbentuk sebanyak lebih kurang 3.000 desa Proklim di seluruh Indonesia," ujarnya.
Dia juga menekankan pentingnya kolaborasi antara semua pihak untuk meningkatkan kapasitas masyarakat desa.
Dukungan dari berbagai pihak seperti pemerintah dan swasta dapat dirintis untuk memperkuat aksi-aksi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim serta tentunya keberlanjutan dari kegiatan ini.
"Kita perlu bekerja cerdas dengan mengoptimalkan seluruh potensi yang ada. Dalam setiap tahap tentu akan ada tantangan yang kita hadapi dan perlu disikapi, dengan terus melakukan inovasi serta beradaptasi dengan perubahan yang terjadi," terang Laksmi.
Laksmi menjelaskan, upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim yang dapat dilakukan masyarakat dalam menyesuaikan diri terhadap dampak perubahan iklim bukanlah sesuatu baru.
Menurutnya, bahkan kegiatan adaptasi dan mitigasi merupakan kegiatan umum atau kegiatan sehari-hari yang selalu diajarkan dan diwariskan dari para orang tua.
"Kegiatan tersebut misalnya, hemat air, membuat resapan air, hemat listrik, membersihkan lingkungan sekitar, membersihkan got, menghijaukan lingkungan dengan menanam pohon, pembuatan instalasi penanggulangan banjir, membuang sampah juga memilahnya serta memanfaatkan atau mendaur ulang menjadi barang bermanfaat," ungkap Laksmi.