Polemik Vonis Hukuman Pinangki Dipotong, Komisi Yudisial Lakukan Penelusuran
Polemik vonis hukuman pinangki dipotong, Juru Bicara Komisi Yudisial (KY) Miko Ginting menyebut pihaknya saat ini sedang dalam tahap penelusuran.
Penulis: Shella Latifa A
Editor: Arif Fajar Nasucha
TRIBUNNEWS.COM - Juru Bicara Komisi Yudisial (KY) Miko Ginting menyebut pihaknya saat ini sedang menelusuri informasi-informasi terkait polemik vonis hukuman mantan jaksa Pinangki Sirna Malasari yang dipotong.
Miko mengatakan, penelusuran KY tersebut mengarah kepada dugaan pelanggaran perilaku hakim, yang menjatuhkan vonis pada Pinangki.
"Status formal masih dalam tahap penelusuran, terhadap dugaan pelanggaran perilaku hakim," jelas Miko, dikutip dari tayangan Kompas TV, Jumat (18/6/2021).
Dikatakannya, belum ada pemeriksaan juga terhadap hakim kasus Pinangki ini.
Kini, Komisi Yudisial sedang berupaya untuk mengumpulkan informasi yang ada, soal penjatuhan vonis hukuman Pinangki itu.
Baca juga: Hukuman Pinangki Disunat Jadi 4 Tahun Penjara, Komnas Perempuan: Korupsi Kejahatan Kemanusiaan
"Kami di Komisi Yudisial, sedang mencermati mengumpulkan informasi dan keterangan dari pihak manapun, baik dari inisiatif Komisi Yudisial maupun, dari dinamika yang berkembang di masyarakat."
"Memang arahnya adalah kepada dugaan pelanggaran perilaku hakim, karena itu kewenangan Komisi Yudisial," ucap Miko.
Sejauh ini, kata Miko, pihaknya belum menerima laporan masyarakat.
"Belum ada laporan formal," kata Miko.
Baca juga: PROFIL 5 Hakim PT Jakarta yang Potong Hukuman Jaksa Pinangki jadi 4 Tahun
Meskipun begitu, lanjut Miko, Komisi Yudisial tetap menggali keterangan untuk mengetahui apakah ada dugaaan pelanggaran perilaku hakim.
"Tidak hanya informasi dan laporan masyarakat, tapi basisnya juga bisa putusan, sebagai pintu masuk untuk melihat apakah ada dugaan pelanggaran perilaku hakim," imbuh dia.
Miko mengatakan, Komisi Yudisial selalu membuka pintu lebar bagi masyarakat yang ingin melapor atau memberi keterangan.
"ini poin penting, jangan kemudian masyarakat yang berpikir apakah info valid atau enggak, biar Komisi Yudisial yang repot."
"Karena sebagai lembaga publik ini memang kewajiban kami memverifikasi setiap dugaan," tandasnya.
Baca juga: Membandingkan Vonis Jaksa Pinangki yang Didiskon 6 Tahun dengan Kasus Angelina Sondakh & Baiq Nuril
Diketahui sebelumnya, Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta mengabulkan permohonan banding yang diajukan mantan jaksa Pinangki Sirna Malasari.
Putusan banding itu membuat hukuman terpidana kasus yang berkaitan dengan Djoko Tjandra tersebut berkurang jauh dibanding putusan hakim pada tingkat pertama.
Hal itu tertuang di dalam Putusan nomor 10/PID.SUS-TPK/2021/PT DKI yang diputuskan pada Selasa (8/6/2021).
Di putusan tingkat pertama yang dijatuhkan pada 8 Februari 2021, Pinangki divonis 10 tahun penjara dan denda Rp600 juta.
Jika denda tak dibayarkan, maka diganti dengan hukuman penjara 6 bulan.
Lalu, putusan tingkat banding itu memvonis hukuman terhadap Pinangki selama 4 tahun penjara dan denda Rp 600 juta.
Jika denda tak dibayarkan, maka diganti dengan pidana penjara selama 6 bulan.
Artinya, lama hukuman bagi Pinangki turun 6 tahun dari sebelumnya.
Lalu apa alasan hukuman pidana penjara bagi Pinangki dikurangi?
Dilihat Tribunnews.com, Senin (14/6/2021), dalam putusan pengadilan yang ditayangkan laman Mahkamah Agung (MA), majelis hakim tingkat banding menilai putusan yang dijatuhkan majelis hakim tingkat pertama terlalu berat.
Hal ini terlihat dari pertimbangan hakim tingkat banding yang tertuang di halaman 141 putusan hakim tersebut.
Pertimbangan pertama, Pinangki sudah mengaku bersalah dan mengatakan menyesali perbuatannya serta telah mengiklaskan dipecat dari profesinya sebagai Jaksa.
Oleh karena itu ia masih dapat diharapkan akan berperilaku sebagai warga masyarakat yang baik.
Kedua, Pinangki adalah seorang ibu dari anaknya yang masih balita (berusia 4 tahun) sehingga layak diberi kesempatan untuk mengasuh dan memberi kasih sayang kepada anaknya dalam masa pertumbuhannya.
Ketiga, Pinangki sebagai wanita harus mendapat perhatian, perlindungan, dan diperlakukan secara adil.
Keempat, perbuatan Pinangki tidak terlepas dari keterlibatan pihak lain yang turut bertanggung jawab, sehingga kadar kesalahannya memengaruhi putusan ini.
Kelima, tuntutan pidana Jaksa Penuntut Umum selaku pemegang azas Dominus Litus yang mewakili negara dan pemerintah dianggap telah mencerminkan rasa keadilan masyarakat.
Oleh karena itulah, berdasarkan pertimbangan tersebut, putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 8 Februari 2021 Nomor 38/Pid.Sus/TPK/2020/PN Jkt.Pst yang dimintakan banding tersebut harus diubah sekadar mengenai lamanya pidana penjara yang dijatuhkan terhadap Pinangki.
Baca berita seputar kasus Djoko Tjandra lainnya
(Tribunnews.com/ Shella Latifa/ Ilham Rian Pratama)