Edy Rahmayadi dan Politisi Demokrat Kompak 'Serang' Bobby Nasution, Suhendra Pasang Badan
Suhendra menyarankan agar para politisi dan pejabat publik mengedepankan intelektualitas dan jiwa kenegarawanan.
Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Edy Rahmayadi dan politisi Partai Demokrat Syahrial Nasution tampaknya kompak 'menyerang' Bobby Nasution, Wali Kota Medan yang juga menantu Presiden Joko Widodo.
Namun di balik kritik bertubi-tubi itu ada tokoh Sumut yang siap pasang badan untuk Bobby yakni Suhendra Hadikuntono.
Edy Rahmayadi marah saat ditagih Bobby soal utang Dana Bagi Hasil (DBH) Tahun 2021, Januari-Mei yang mencapai Rp 407 miliar.
Bobby meminta agar DBH dibayar tepat waktu.
"Semenjak saya gubernur, bahkan pernah ada hampir Rp 2 triliunan (DBH) tak dibayarkan. Tak ribut orang," kata mantan Pangkostrad tersebut, Jumat (25/6/2021) seperti dikutip dari Tribun Medan.
Bukan sekali ini Edy Rahmayadi terlibat kritik tajam dengan Bobby.
Pada Mei 2021 lalu, Edy juga berdebat soal lokasi karantina WNI yang baru pulang dari luar negeri di Kota Medan.
Sementara Politikus Demokrat Syahrial Nasution bahkan meminta Presiden Jokowi membina menantunya itu karena Bobby sempat "ngotot" mau menyelenggarakan sekolah tatap muka di tengah pandemi Covid-19.
"Coba Pak Presiden @jokowi tolong dikoreksi dan dibina Wali Kota Medan yang ngotot akan melaksanakan sekolah tatap muka," tulis Syahrial Nasution di akun Twitter-nya @syahrial_nst, Sabtu (26/6/2021).
Nah untuk itu Suhendra mengaku siap pasang badan untuk Bobby. Mengapa?
Baca juga: Gubernur Edy Rahmayadi Pecat ASN Penjual Vaksin Covid Ilegal
"Bukan karena Mas Bobby anak menantu Presiden. Saya merasa ada yang kurang pas dan cenderung memojokkan satu pihak," kata Suhendra Hadikuntono di Jakarta, Minggu (27/6/2021).
Sebagaimana orang yang punya utang pada umumnya, yang lebih galak jika ditagih daripada yang menagih, alias terbalik, respons Edy ketika utang Pemerintah Provinsi Sumut terhadap Pemerintah Kota Medan sebesar Rp 407 miliar ditagih pun demikian.
Mestinya proporsional dan tidak emosional, apalagi diluapkan di depan publik.
"Sebagai pejabat publik, mestinya Gubernur proporsional dan profesional, tidak emosional. Apalagi ini kan era supremasi sipil. 'Kan lebih elok jika bertempur gagasan untuk membangun daerah," saran Ketua Umum Putra-putri Jawa Kelahiran Sumatera, Sulawesi dan Maluku (Pujakessuma) Nusantara ini.