Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Fadjroel Tidak Boleh Mendahului Presiden, Semua Pertanyaan Tidak Boleh Disambar 

Jadi Penyambung Lidah Presiden, Fadjroel tidak boleh mendahului Presiden, semua pertanyaan tidak boleh disambar.  

Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Theresia Felisiani
zoom-in Fadjroel Tidak Boleh Mendahului Presiden, Semua Pertanyaan Tidak Boleh Disambar 
Grafis Tribunnews.com/Ananda Bayu S
Juru Bicara Kepresidenan - Fadjroel Rachman 

WAWANCARA KHUSUS DENGAN JURU BICARA KEPRESIDENAN DR FADJROEL RACHMAN (BAGIAN II )

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman mengungkapkan, hal yang membuat dirinya bisa sampai 'sakit kepala' saat bertugas.

Menurut Fadjroel, tugasnya sebagai Jubir Presiden selama kurang lebih 2 tahun ini berjalan dengan baik.

Terlebih, ia mengaku memiliki tim yang solid dalam mengelola komunikasi terkait hal apa yang akan disampaikan kepada publik.

Namun, dibalik itu semua Fadjroel mengaku kerap dibuat pusing atau 'sakit kepala' saat ditanya para wartawan soal pelantikan pejabat maupun reshuffle kabinet.

Hal itu diungkapkan Fadjroel Rachman saat sesi Bincang Santai bersama Direktur Pemberitaan dan Manajer Pemberitaan Tribun Network, yakni Febby Mahendra Putra dan News Manager Rachmat Hidayat secara daring, Senin (28/6/2021).

"Mungkin yang 'sakit kepala' itu adalah tiba-tiba wartawan tanya, jam berapa pelantikan ini? Reshuffle ini gimana? Kemudian ini jam brapa?" ungkap Fadjroel.

Baca juga: Fadjroel Ungkap Pola Komunikasi di Kabinet Indonesia Maju Berubah

BERITA REKOMENDASI

Ia mengatakan, bahwa sebenarnya sebagai seseorang yang bertugas di lingkungan Istana tentunya tahu agenda pelantikan serta reshuffle yang terjadi.

Namun, Fadjroel mengatakan tak mungkin membuka hal itu karena belum disampaikan secara resmi oleh Presiden.

Berikut wawancara Tribun Network bersama Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman:

Posisi Ali Mochtar Ngabalin juga sebagai juru bicara?

Saya tidak dalam posisi menjelaskan. Saya adalah staf khusus presiden bidang komunikasi jadi atasan saya presiden. Jadi semua informasi saya dapatkan langsung dari presiden. Baik langsung ucapan atau tertulis.Kalau rapat terbatas ada tertulis, saya juga mendapatkan. Tapi itu memang tidak boleh disampaikan ke publik karena rahasia negara. Kalau beliau yang disebut tadi tentu bukan staf khusus presiden. Begitu saja deh.Jadi sebaiknya yang mengatasnamakan presiden adalah staf khusus presiden.

Apa catatan Anda kedepan supaya komunikasi Istana dan masyarakat bisa lebih efektif?

Tentu teman-teman wartawan dan media yang kami hormati. Tentu perlu memang membiasakan diri dengan model baru komunikasi di periode kedua. Di mana ekosistem bukan hanya istana tapi kesatuan dengan Kabinet Indonesia Maju.Tidak lagi dipisahkan. Jadi semuanya dibagi berdasarkan fungsi. Istana mengambil kebijakan, kemudian kemenko menjalankan kebijakan tersebut sesuai dengan fungsi dan wewenang masing-masing.

Kami juga awalnya kadang-kadang juga..tapi lama-lama menyadari oh ini bukan otoritas saya. Ekosistem ini kita sama-sama belajar lah. Karena memang ini baru di periode kedua. Kecuali kalau presiden yang berbicara langsung kepada teman-teman wartawan.

Kemudian yang kedua tujuan presiden agar teman-teman wartawan mendapatkan informasi yang betul-betul penuh. Karena kalau menteri yang menjawab detail apa yang akan menjadi kebijakan. Kalau presiden kan menyampaikan, Alhamdulillah sudah ada 1,8 juta vaksinasi. Tentu bagus kalau bertanya vaksin apa saja, keamanan, itu dijawab pihak terkait.

Baca juga: Gubernur dan Wakil Gubernur Banten Positif Covid-19

Memang ada upaya dari kami membiasakan seperti itu. Kami di Istana memang ada semacam daily briefing. Itu tiap hari kami mengetahui isu ini, ini kementerian mana yang bisa menjawab, lembaga mana yang bisa menjawab. Kami juga memilikihubungan baik dengan Badan Komunikasi Humas. Itu seluruh kementerian dan lembaga.

Dan termasuk juga pemerintah daerah dan BUMN. Jadi kami juga saling bekerja sama terus menerus. Ini mudah-mudahan informasi yang didapat oleh teman-teman wartawan itu efektif. Karena kalau pertanyaan tertentu dijawab oleh otoritas dan otoritatif terhadap pertanyaan yang disampaikan oleh teman-teman wartawan.

Saya menggambarkan apa yang disampaikan presiden. Bentuknya tetap kebijakan, bukan yang detail. Kalau Pak Mahfud kan detail soal hukum pidana, perdata, segala macem. Kalau kami tidak sampai ke arah sana. Kebijakan menjadi payung untuk program yang ditangani kemenko atau kementerian terkait.

Latar belakang Anda sebagai aktivis punya pengaruh dalam posisi Anda sebagai juru bicara?

Sangat mendukung. Karena kalau sebagai aktivis hidupnya ngomong 70-80 persen. Dari ITB-UI, itu kerjanya ngomong. Mencoba memberikan informasi publik, membujuk publik. Jadi kebiasaan untuk public speaking yang sebenarnya tidak terlalu disadari. Itu sebenarnya belajar public speaking. Biasa mempersuasi orang untuk menyampaikan apa yang dipercaya. Saya juga menulis di Kompas, Tempo.

Kemudian jadi presenter televisi 1999. 2013-2014 masih jadi presenter. Paling lama TVRI 3 tahun. Menjadi aktivis berbicara, penulis saya memiliki buku sekitar 10 buku, termasuk dalam penjara menulis Demokrasi Tanpa Kaum Demokrat. Belum lagi menulis puisi.

Jadi semua itu melatih diri saya berbicara, public speaking lebih baik, menulis lebih baik, dan berkomunikasi dengan banyak pihak nyaman. Saya beruntung jadi aktivis. Kemudian belajar lagi secara ilmu di UI, S3 komunikasi. Oh ternyata apa yang saya hadapi sehari-hari ada teorinya dan itu sangat membantu menjadi juru bicara presiden.

Sebenarnya apa tugas saya jadi juru bicara. Itu sebenarnya menjaga, meningkatkan kepercayaan publik kepada presiden. Itu ukuran kuantitatifnya sebenarnya. Makanya kalau litbang Kompas mengeluarkan kepercayaan kepada presiden 70 persen ke atas itu masih baik.

Di tim saya juga ada tim riset. Itu membuat riset sendiri untuk internal. Nanti dibandingkan dengan lembaga survei yang lain salah satunya litbang Kompas. Sampai hari ini tingkat kepercayaan di atas 70 persen masih baik. Dengan berbagai variabel indikator ada ukuran tertentu.

Kalau sehari-hari itu melihat tren mengenai persepsi kepada isu tertentu. Ada positif, netral, negatif. Tugas saya menjaga dan meningkatkan kepercayaan publik terhadap presiden. Presiden ini adalah klien saya satu-satunya.

Baca juga: Fadjroel Rachman Soal Dubes RI Untuk Kazakhstan: Tugas Dari Presiden Adalah Penghargaan Tak Ternilai

Orang menyangka juru bicara hanya berbicara. Tidak sebenarnya. Kami punya lima strategi. Namanya, FACTS. F itu frontlining, itu berbicara langsung kepada media massa. Kedua, Analizing, seminggu wajib dua kali menyampaikan analisis dan rekomendasi kepada presiden tentang isu tertentu. Ini alasisisnya, ini rekomendasinya. Jadi itu disampaikan langsung kepada presiden supaya beliau mendapatkan gambaran isu apa yang paling perlu diperhatikan.

Ketiga, kami Connecting, yaitu kementerian, lembaga, komunitas. Kami juga harus berbicara kepada komunitas-komunitas di Indonesia dan seluruh dunia. Sepanjang pandemi kami sudah ada 200 lebih webinar. Termasuk satu sampai hari ini.

Tidak mungkin apa yang disampaikan itu masuk ke satu segmen. Makanya kami harus Connecting juga ke komunitas. Ada yang ke komunitas perguruan tinggi, pemuda, perempuan, misal Amerika Bersatu, mahasiswa Tiongkok, dan lain-lain. Kami menyentuh berbagai segmen agar pesannya sampai.

Kalau sekali saja untuk 270 juta itu pasti tidak efektif. Ketiga, Talking, bicara kepada semua kelompok. Keempat, kami melakuka Supporting. Semua kebijakan kemeterian, lembaga, sepanjang kebjakan presiden kami akan viralkan melalui media sosial atau kami sampaikan ke komunitas, ke semua pihak..

Jadi sebenarnya ada lima. Orang menyangka juru bicara itu hanya frontlining. Padahal frontlining cuma 1/5 dari kerjaan jubir. Tidak mungkin menciptakan trust kepada presiden. Karena itu menyangkut semua kegiatan presiden, kegiatan kementerian atau Kabinet Indonesia Maju. Kami menyebutnya FACTS

Krusial poin yang biasanya terjadi ketika menyampaikan lima konteks?

Frontlining paling berat. Sebelum covid kami bisa langsung ketemu wartawan di pilar istana. Sudah tidak susah lagi. Ketika kita keluar lingkungan Istana langsung bertemu saja sama teman-teman. Di masa pandemi itu tidak ada lagi. Terpaksa harus melalui webinar.

Kadang-kadang melalui WhatsApp. Saking banyaknya, kadang-kadang saya jawabnya beberapa kalimat dan mengarahkan ke kementerian, lembaga. Kalau analizing kan bisa mengamati. Kami sering dibantu Dirjen Aptika. Dibantu mesin-mesin tertentu, memberitahu apa yang menjadi isu di media.

Apa yang paling membuat Anda sakit kepala selama menjabat staf khusus presiden?

Praktis berjalan biasa. Tidak ada yang terlalu membuat kami kemudian kesulitan. Cuma memang kadang waktu saja untuk menyampaikan sesuatu. Jadi kalau kita mengikuti. Kami kebetulan membuatnya suatu organisasi dengan flowchart yang sudah jelas.

Jadi betul-betul semuanya berjalan tidak mendadak. Itu yang penting. Jadi semuanya sebenarnya biasa saja. Walau ada kesulitan di sana-sini karena ada keharusan kecepatan yang harus dikerjakan. Tapi memang kalau harus menghadiri talkshow itu acaranya Pak Karni Ilyas. Karena sering kali saya sendirian, sementara tamu yang melihat, saya mewakili presiden, istana, jadi dikeroyok.

Sebagai aktivis saya sudah terbiasa untuk tenang, sabar, objektif, tetap menghadirkan pikiran, dan senyum. Saya senyum kadang karena itu jalan terbaik kalau diserang orang. Tapi kebiasaan baru jadi jubir, yang berbeda dari aktivis dan pengamat politik.

Karena tidak boleh bicara sebelum presiden bicara. Di awal memang agak membuat aduh. Karena sebelumnya jadi aktivis dan pengamat, semua pertanyaan disambar saja. Kalau sekarang tidak boleh. Jadi kalau tidak disampaikan presiden tidak boleh. Saya hanya boleh menanggapi yang pasti. Apa yang disampaikan dan dilakukan.

Yang bikin sakit kepala adalah, tiba-tiba wartawan tanya. Mas jam berapa ini pelantikan, reshuffle bagaimana. Kemudian jam berapa. Saya sebenarnya tahu karena saya di lingkungan Istana. Tapi kan saya tidak boleh bicara bahwa reshuffle itu akan dilakukan terhadap siapa dan pukul berapa.

Baca juga: Kata KSP Soal Kursi Jubir Presiden yang Ditinggalkan Fadjroel

Karena hal tersebut menjadi pasti kalau presiden sudah mengumumkan dan sudah disumpah. Sebenarnya saya tahu tapi SOP di istana tidak boleh. Tidak boleh sama sekali mendahului presiden. Itu kadang-kadang yang bikin sakit kepala terutama kalau isu reshuffle. Yang terakhir ini yang paling berat. Berminggu-minggu.

Kalau wacana tiga periode, itu sejak 21 Desember 2019. Sampai hari ini diulang terus, diulang terus. Tapi lucu juga teman-teman wartawan, padahal jawaban saya itu aja tapi diambil terus. Paling yang diubah cuma tanggal dan jam.

Anda dengan presiden pernah curhat dalam konteks pribadi?

Lebih dalam urusan pekerjaan saja. Kemudian kalau pun beliau ajak abis jalan. Saya senang kalau jalan ke luar kota karena suasananya lebih santai. Kalau di Istana saya harus tahu diri kursinya ditempatkan di mana. Kalau berdiri itu kalau ada presiden saya di belakangnya. Tapi kalau ada wakil presiden saya di belakangnya lagi. Kalau ada menteri saya di belakangnya lagi.

Protokol itu tidak pernah saya pahami sebelumnya. Waktu komisaris ada protokol tapi saya langgar. Kalau di Istana kan tidak boleh. Kalau mendampingi presiden ke luar kota itu asik. Makan diajak satu meja, diskusi, ngobrol, kadang-kadang kalau resmi kita tidak berani makanan dekat presiden.

Kalau beliau ajak ngobrol di warung, restoran, saya izin pak mau ngambil ini. Jadi lebih enak kalau jalan ke luar kota. Karena beliau senang makan di warung, restoran milik publik, kemudian orang berkumpul. (tribun network/denis destryawan)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas