Tanggapi Kritikan BEM UI soal The King of Lip Service, Jokowi: Kritik ya Boleh-boleh Saja
Jokowi akhirnya menanggapi kritik dari BEM UI yang menyebutnya The King of Lip Service. Sebut kritik boleh-boleh saja.
Penulis: Shella Latifa A
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhirnya menanggapi kritik dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia (UI), yang menyebutnya The King of Lip Service.
Jokowi menyebut apa yang dilontarkan mahasiswa BEM UI adalah bentuk ekspresi
Dikatakannya, Indonesia sebagai negara demokrasi, tak melarang siapapun untuk melontarkan kritik.
"Saya kira ini bentuk ekspresi mahasiswa. Ini negara demokrasI, kritik itu ya boleh-boleh saja," ucapnya, dikutip dari YouTube Sekretariat Presiden, Selasa (29/6/2021).
Baca juga: Dijuluki King of Lip Service oleh BEM UI, Jokowi: Demokrasi, Dulu Juga Saya Disebut Planga-plongo
Sehingga, lanjut Jokowi, pihak universitas tak perlu menghalangi mahasiswa untuk berekspresi.
Akan tetapi, Jokowi mengingatkan bahwa dalam mengekspresikan pendapat dan kritik, seseorang perlu memerhatikan tata krama dan sopan santun.
"Ingat, kita ini memiliki budaya tata krama memiliki budaya sopan kesantunan," jelasnya.
Bagi Jokowi, julukan dan kritikan dari BEM UI kepadanya adalah hal biasa.
Baca juga: Jokowi Disebut Juara Umum Lomba Ketidaksesuaian Omongan dengan Kenyataan, Ini Tanggapan BEM KM UGM
"Saya kira biasa saja. Mungkin mereka sedang belajar mengekspresikan pendapat," kara Jokowi.
Lanjutnya, saat ini, ada hal yang penting adalah bagaimana menanggani pandemi Covid-19.
"Tapi, yang saat ini penting, kita semuanya bersama-sama fokus menangani pandemi Covid," tandasnya.
Seperti diketahui, melalui postingan akun Twitter, @BEMUI_Official, Sabtu (26/5/2021), BEM UI menyebut Jokowi kerap mengumbar-umbar janji.
Yang pada akhirnya, menurut BEM UI, tak ditepati Jokowi sendiri.
Baca juga: Ade Armando Sebut Pemanggilan BEM UI Hanya Hal Biasa, Tak Ada Urusan dengan Dibungkamnya Demokrasi
Julukan The King of Lip Service diberikan BEM UI kepada Jokowi.
"Jokowi kerap kali mengobral janji manisnya, tetapi realitanya sering kali juga tak selaras."
"Katanya begini, faktanya begitu. Mulai dari rindu didemo, revisi UU ITE, penguatan KPK, dan rentetan janji lainnya," tulis akun tersebut.
BEM UI bahkan menyinggung soal Revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga polemik Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) sebagai upaya pelemahan lembaga anti rasuah itu.
Penjelasan Ketua BEM UI soal Julukan Jokowi The King of Lip Service
Ketua BEM UI Leon Alvinda memberikan penjelasan soal postingan organisasinya, yang menjuluki Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai The King of Lip Service.
Leon mengatakan, postingan itu bertujuan untuk mengingatkan sang presiden terkait segala perkataan yang telah diucapkan.
Menurutnya, selama ini, apa yang telah disampaikan Jokowi tak sesuai dengan kenyataan di lapangan.
"Sebenarnya infografis yang dibuat oleh brigade UI, organ taktis dibawah BEM UI, itu kami ingin mengingatkan bapak Presiden kita untuk bisa memastikan perkataan-perkataan yang beliau sampaikan sesuai dengan realita di lapangan."
"Kami melihat banyak sekali kontradiksi antara perkataan beliau dengan apa yang terjadi di lapangan," ucap Leon, dikutip dari tayangan Kompas TV, Minggu (27/6/2021).
Salah satu perkataan Jokowi tak sesuai dengan realita menurut Leon, yakni ucapan Jokowi yang rindu didemo.
Kenyataannya, lanjut Leon, banyak aksi represif dilakukan kepada mahasiswa, saat melakukan aksi demo.
Ia mencontohkan, aksi demo mahasiswa ketika peringatan hari buruh 1 Mei.
"Misalnya, pertama, terkait pernyataan bahwa beliau rindu didemo. Sayangnya, banyak sekali represifitas yang terjadi ketika kami melakukan demo."
"Contohnya, pada tanggal 1 Mei, lebih dari 160 mahasiswa mengalami represifitas ketika melakukan aksi hari buruh di jakarta," jelas Leon.
BEM UI Dipanggil Pihak Rektorat, Fahri Hamzah Singgung Zaman Orba
Rektorat UI memanggil sejumlah mahasiswanya, sebagai buntut dari postingan BEM yang menyebut Presiden Joko Widodo (Jokowi) 'The King of Lip Service'.
Panggilan tersebut dituangkan dalam surat undang yang beredar, bersifat penting dan segera.
Ada 10 nama yang diminta hadir di Ruang Rapat Ditmawa (Direktorat Kemahasiswaan) UI, Minggu (27/6/2021) pukul pukul 15.00 WIB.
Sejumlah orang yang dipanggil tersebut, yakni Ketua BEM UI, Leon Alvinda Putra, Wakil Ketua BEM UI, Yogie Sani, Koordinator Bidang Sosial Politik BEM UI, Ginanjar Ariyasuta, Kepala Kantor Komunikasi dan Informasi BEM UI, Oktivani Budi, Kepala Departemen Kajian Strategis BEM UI, Christopher Christian.
Lalu, lima orang lainnya adalah Kepala Departemen Aksi dan Propaganda BEM UI, Syahrul Badri, dan wakilnya, Achmad Fathan Mubina, Ketua DPM UI, Yosia Setiadi, dan dua wakilnya, Muffaza Raffiky serta Abdurrosyid.
Baca juga: BEM UI Sebut Jokowi sebagai The King of Lip Service, Pengamat: Padahal Substansi Kritiknya Biasa
Pemanggilan rektorat kepada mahasiswa BEM UI ini pun mendapat tanggapan dari Mantan Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah.
Politisi Partai Gelora itu menyinggung soal penyampaian kritikan di zaman Order Baru (Orba).
Ia menceritakan, dulu dirinya dan kawan-kawannya sempat mengkritik UI.
Hampir sama dengan nasib BEM UI, Fahri Hamzah kala itu juga dipanggil pihak rektorat.
"Tahun 1994 aku dan teman2 mahasiswa wartawan koran kampus #WartaUI menulis headline “Kritik Pembangunan Rektorat UI yg Mega. Kami dipanggil dan Koran kami dibredel di era Orba," ucap Fahri, dikutip dari akun Twitternya, @Fahrihamzah, Minggu (27/6/2021).
Baca juga: BEM UI Juluki Jokowi The King of Lip Service, Gerindra Tak Setuju, PPP: Kritik Itu Harus Akurat
Menurut Fahri, sikap rektorat memanggil sejumlah mahasiwa itu layaknya situasi zaman Orba, yang anti-kritik.
"Tahun 1998 Orba tumbang. Rupanya mental orba pindah ke Rektorat UI mengancam mahasiswa. Malu ah!," lanjutnya.
Dia menuturkan, kelemahan zaman Orba adalah kekuasaan absolutnya.
Ia pun berharap, jangan sampai pihak rektorat meniru pemerintahan zaman orba.
"Semua kekuasaan absolut itu berbahaya. Bahkan dalam lembaga agama pun berbahaya."
Baca juga: Isi Surat dan Nama Pengurus BEM UI yang Dipanggil Rektorat karena Kritik Jokowi King of Lip Service
"Maka agama menyadari kelemahan mental manusia ini. Maka manusia dibatasi. Bahkan nabi dibatasi."
"Jadi kelemahan Orba adalah absolutisme. Itu jangan ditiru apalagi dipuji. Jangan salah baca!," lanjutnya.
Fahri menuturkan, kampus harus menjadi sumber kebebasan mahasiswanya.
Dikatakannya, meski di situasi pandemi Covid-19 yang membelenggu, seseorang boleh berfikir secara bebas.
Baca juga: BEM UI Sebut Jokowi King of Lip Service, Ini Respons Istana
Lanjut Fahri, kampus merupakan tempat tumbuhnya bibit generasi pemimpin.
"Semoga tindakan Rektorat UI tidak benar. Kampus harus menjadi sumber kebebasan. Masa depan kita adalah kebebasan."
"Meski pandemi membelenggu fisik kita tapi jiwa dan pikiran harus merdeka."
"Kampus adalah persemaian generasi kepemimpinan yang harus terlepas dari pengangkangan!," jelas Fahri.
Baca berita seputar Kinerja Jokowi lainnya
(Tribunnews.com/Shella Latifa)