Hadapi Covid-19, Anis Matta: Agama Sebagai Sumber Optimisme, Bukan Fatalisme
Agama, tegas Anis Matta, menjadi langkah awal untuk memahami persoalan Covid-19 dan dapat menjauhkan diri dari sikap fatalis.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Persoalan paling besar yang sedang dihadapi bangsa Indonesia pada masa pandemi ini adalah ketidapastian informasi tentang Covid-19 yang simpang siur, ketimbang penyakit itu sendiri.
Hal itu disampaikan Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Anis Matta saat memberikan pengantar diskusi Gelora Talk5 dengan tema "Covid-19 Mengganas: Siapkah Sistem Kesehatan Nasional Menghadapinya?", Kamis (1/7/2021).
“Kondisi ini membuat para pasien menghadapi psikologis yang sangat akut, para dokter juga menghadapi persoalan tingkat keyakinan mereka dalam memberikan rekomendasi bagi pasiennya,” ujar Anis Matta.
Baca juga: Perdana Vaksinasi Covid-19 untuk Anak di Jakarta, Pelajar Mengaku Deg-degan dan Senang
Hal itu terjadi akibat banyaknya informasi saintifik bercampur informasi hoaks yang begitu cepat menyebar di masyarakat, disamping itu pengetahuan dokter saat ini tentang masalah Covid-19 juga masih terbatas.
“Walhasil ada serangan besar terhadap optimisme kita, dan persoalan ini saya anggap penting dalam pendekatan keagamaan, karena agama adalah sumber optimisme bukan sumber fatalisme,” katanya.
Agama, tegas Anis Matta, menjadi langkah awal untuk memahami persoalan Covid-19 dan dapat menjauhkan diri dari sikap fatalis.
"Agama harus jadi sumber optimisme dan otorisasi sains jadi referensi utama menghindarkan disinformasi publik,” jelasnya.
Baca juga: Jenazah Pasien Covid-19 Menumpuk, Pemkot Bekasi Tambah 4 Tempat Pemulasaran
Anis lantas mengutip dalil yang menyebutkan, bahwa Allah tidak pernah menurunkan suatu penyakit, melainkan juga bersamanya menurunkan obatnya.
Agama menyuruh manusia bergantung kepada sang Pencipta, termasuk mencari kesembuhan dan obat dari penyakit Covid-19 ini.
Kemudian mengikuti seluruh rekomendasi dokter dan para saintis yang berhubungan dengan penyakit itu.
"Jadi makna tawakal tak boleh jadi sumber fatalisme, tapi agama justru menjadi sumber optimisme. Disinilah kita melangkah untuk menghadapi persoalan ini,” katanya.
“Persoalan paling besar yang kita hadapi pada dasarnya adalah, bukan sekedar pada penyakit baru yang namanya Covid-19 ini, tapi karena tingkat ketidakpastian akibat begitu banyaknya informasi yang simpang siur,” imbuhnya.
Baca juga: Gubernur Anies: Setiap Hari Ribuan Anak di Ibu Kota Positif Covid-19, Ada yang Terpapar Varian Baru
Hal senada disampaikan Ketua MUI KH Kholil Nafis.
Ia mengatakan, banyak informasi tentang Covid-19 yang beredar, telah membuat kepanikan di masyarakat.
Kepanikan itu juga sempat melanda dirinya saat terjangkit Covid-19 beberapa waktu lalu.
“Ternyata berita-berita itu membuat kita panik, asam lambung saya malah naik dan menjadi tidak nyaman. Orang Ketika divonis kena Covid-19, kita tidak bisa tidur dan masuk rumah sakit, ditinggal keluarganya. Kemudian dikasih berita tentang kematian, dan bagaimana cara dikuburkan, ini yang membuat orang panik,” imbuhnya.
Baca juga: Wakil Wali Kota Bekasi Positif Covid-19, Pilih Jalani Isolasi Mandiri di Rumah
Kholil berharap agar tempat-tempat ibadah tidak ditutup dalam masa pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) Mikro Darurat.
Masyarakat bisa beribadah mendekat diri dengan sang Pencipta, termasuk dekat dengan para ulama agar mendapatkan siraman ruhani.
“Saya hampir tiap hari masalah diminta ceramah dan mendoakan yang kena Covid-19. Karana itu, rumah ibadah jangan ditutup, tapi bisa jadi sentra komunikasi penyadaran kepada masyarakat untuk menerapkan protokol kesehatan,” kata Ketua MUI ini.