Menko PMK: Perlu Turun ke Lapangan untuk Melihat Permasalahan Kemiskinan
Daerah Papua, Maluku, dan Nusa Tenggara Timur membutuhkan COR yang lebih berat dibandingkan daerah lain untuk bisa memperoleh output yang sama
Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menyatakan bahwa pengentasan kemiskinan tidak bisa dilihat hanya berdasarkan angka statistik.
Menurutnya, perlu tindakan nyata di lapangan untuk benar-benar mengetahui persoalan yang dihadapi.
"Realita sosial itu tidak semudah di-angka-kan. Masalah kemiskinan kalaupun angkanya sudah sedikit tidak akan semudah itu mengatasinya.
Justru makin kecil angka kemiskinan, daya ungkitnya lebih kuat.
Kalau dalam istilah ekonomi dibutuhkan COR (Capital Output Ratio) yang lebih besar," ujar Muhadjir melalui keterangan tertulis, Kamis (8/7/2021).
Dirinya mencontohkan di daerah Papua, Maluku, dan Nusa Tenggara Timur membutuhkan COR yang lebih berat dibandingkan daerah lain untuk bisa memperoleh output yang sama.
Baca juga: Gandeng Mahasiswa Tangani Kemiskinan, Mensos Risma Bakal Kerjasama dengan Nadiem
Hal tersebut lantaran banyak sekali masalah yang harus diselesaikan.
Sama dengan masalah kemiskinan dan stunting, angka yang semakin berkurang merupakan indikator untuk lebih fokus memberikan perhatian dengan upaya lebih besar.
"Itulah problem kita, terutama kaitannya dengan kemiskinan. Kemiskinan di negara kita itu bukan hanya tentang kemiskinan kultural atau struktural, tapi juga ada kemiskinan spasial. Kemiskinan yang diakibatkan karena lokasi itu yang daya ungkitnya lebih sulit," tutur Muhadjir.
Pemerintah, kata Muhadjir, telah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi kemiskinan di Indonesia.
Selama pandemi Covid-19, berbagai stimulus bantuan sosial juga telah disalurkan untuk mencegah munculnya keluarga miskin baru.
Dirinya menjabarkan kalau kemiskinan kultural bisa diatasi dengan perubahan perilaku sedangkan kemiskinan struktural diatur dengan tindakan-tindakan yang bersifat struktural seperti mengubah Surat Keputusan (SK) atau melalui tindakan kohersif.
"Tapi yang spasial ini sulitnya bukan main karena kita terlambat dibandingkan negara-negara lain karena kita terdiri dari kepulauan-kepulauan kecil," ungkap Muhadjir.
"Jadi kalau ada orang miskin meskipun hanya 50 di pulau terpencil itu akan lebih sulit dan membutuhkan CAR lebih tinggi dibandingkan daerah-daerah yang lebih mudah dijangkau," tambah Muhadjir.
Namun sayang, jelas Menko PMK, kebijakan-kebijakan yang ada saat ini belum benar-benar menyentuh atau selaras dengan realita yang ada di lapangan. Diantaranya yaitu kebijakan yang hanya mengacu pada data kuantitatif.
Padahal, ia menilai pendekatan kualitatif meskipun mungkin tidak dapat menarik kesimpulan secara pasti.
Baca juga: WHO: Sejumlah Negara Miskin Kekurangan Pasokan Vaksin Covid-19
Namun dengan melihat persoalan satu kasus secara mendalam akan mampu merepresentasi kasus lain yang mungkin terjadi di tempat lain.
Ia pun kembali memberikan gambaran bahwa di saat sekarang ini banyak RS yang mengeluhkan kekurangan oksigen.
"Tapi kalau pendekatannya kuantitatif kita tidak akan benar-benar tahu karena perhitungannya juga dari atas meja. Kalau hitungan kebutuhan oksigennya sekian dan ketersediaan sekian artinya cukup, padahal di lapangan kenyataannya orang-orang masih sangat kekurangan oksigen," pungkas Muhadjir.
Menurutnya, untuk mengatasi persoalan bangsa diperlukan strategi dan terutama tindakan nyata di lapangan termasuk dalam upaya pembangunan sumber daya manusia dan kebudayaan Indonesia yang lebih kuat.