KPK Usut Transaksi Perbankan Eks Pejabat BPN yang Berasal Dari Gratifikasi dan Money Laundering
KPK mengusut transaksi perbankan milik mantan Kepala Bidang Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah Kantor BPN Wilayah Kalimantan Barat Siswidodo.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut transaksi perbankan milik mantan Kepala Bidang Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Wilayah Kalimantan Barat Siswidodo (SWD) lewat pemeriksaan, Rabu (14/7/2021).
Lembaga antirasuah menduga transaksi perbankan tersebut berasal dari penerimaan gratifikasi dan pencucian uang atau money laundering.
"Tim penyidik mendalami antara lain terkait dengan dugaan adanya berbagai transaksi perbankan milik tersangka (Siswidodo) yang berasal dari penerimaan gratifikasi dan pencucian uang," kata Plt Juru Bicara KPK Ipi Maryati Kuding dalam keterangannya, Kamis (15/7/2021).
Dalam kasus ini, KPK telah menjerat dua tersangka, Siswidodo dan Inspektur Wilayah I Kementerian Agraria dan Tata Ruang Gusmin Tuarita (GTU) sejak November 2019.
Tetapi, KPK baru menahan keduanya pada Maret 2021.
Baca juga: KPK Dalami Aliran Uang PT Adonara Propertindo Kepada Eks Dirut Sarana Jaya Yoory Corneles Pinontoan
Adapun konstruksi perkaranya, Gusmin Tuarita saat menjabat Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) BPN Provinsi Kalimantan Barat dan saat menjabat Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) BPN Provinsi Jawa Timur diduga memiliki kewenangan dalam pemberian hak atas tanah sebagaimana diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian Hak atas Tanah dan Kegiatan Pendaftaran Tanah, yang ditetapkan pada tanggal 28 Januari 2013 dan mulai berlaku satu bulan sejak tanggal ditetapkan.
Untuk melaksanakan tugas dan kewenangan tersebut, Gusmin bersama-sama dengan Siswidodo diduga menyetujui pemberian Hak Guna Usaha (HGU) bagi para pemohon dengan membentuk kepanitian khusus yang salah satu tugasnya menerbitkan surat rekomendasi pemberian HGU kepada kantor pusat BPN RI untuk luasan yang menjadi wewenang Kepala BPN RI.
Baca juga: KPK Harap Majelis Hakim Pertimbangkan Fakta Hukum Saat Vonis Edhy Prabowo
Kurun waktu tahun 2013-2018, Gusmin diduga menerima sejumlah uang dari para pemohon hak atas tanah termasuk pemohon HGU yang diterima secara langsung dalam bentuk uang tunai dari para pemohon hak atas tanah maupun melalui Siswidodo bertempat di kantor BPN maupun di rumah dinas, serta melalui transfer rekening bank menggunakan nomor rekening pihak lain yang dikuasai Siswidodo.
Penerimaan sejumlah uang tersebut kemudian diduga disetorkan oleh Gusmin ke beberapa rekening bank atas nama pribadi miliknya dan anggota keluarga yang jumlahnya sekira Rp27 miliar.
Ada beberapa setoran uang tunai ke rekening bank Gusmin yang dilakukan oleh Siswidodo atas perintah langsung Gusmin dengan keterangan pada slip setoran dituliskan 'jual beli tanah' yang faktanya jual beli tanah tersebut fiktif.
Baca juga: Mantan Penyidik KPK Stepanus Robin Diperiksa Sebagai Saksi
Untuk jumlah setoran uang tunai melalui Siswidodo atas perintah Gusmin sekira sejumlah Rp1,6 miliar.
Selain itu, Siswidodo diduga juga telah menerima bagian tersendiri dalam bentuk uang tunai dari para pemohon hak atas tanah yang di kumpulkan melalui salah satu stafnya.
Kumpulan uang tersebut digunakan sebagai uang operasional tidak resmi pada Bidang Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah di Kantor Wilayah BPN Provinsi Kalimantan Barat (sebagai tambahan honor Panitia B).
Sisa dari penggunaan uang operasional tidak resmi tersebut kemudian dibagi berdasarkan prosentase ke beberapa pihak terkait di BPN Provinsi Kalimantan Barat.
Adapun penerimaan oleh Siswidodo berjumlah sekitar Rp23 miliar.
Atas penerimaan sejumlah uang tersebut oleh Gusmin dan Siswidodo menggunakan beberapa rekening atas nama sendiri, menggunakan rekening atas nama orang lain, dan untuk penyetoran selain dilakukan sendiri juga meminta bantuan orang lain yang selanjutnya digunakan untuk pembelian berbagai aset bergerak maupun tidak bergerak, serta untuk investasi lainnya.
Atas perbuatannya, dua tersangka tersebut disangkakan melanggar pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP dan pasal 2 ayat (1) serta pasal 3 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.