Riset Terapan Vokasi Akan Membantu Kemajuan BUMDes
BUMDes yang semula kurang berhasil, ternyata bisa menghasilkan miliaran rupiah dengan penanganan dan pengelolaan yang cocok kondisi desa.
Penulis: hasanah samhudi
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
Selain itu perlunya assurance of learning dikembangkan di Pendidikan vokasi. “Sehingga jika nanti para lulusan belum capai learning outcome kita harus kontemplasi apa yang yang dilakukan untuk mengembangkan learning outcome yang benar-benar dibutuhkan oleh industri baik learning outcome bersifat hardskill maupun softskill,” katanya.
Intinya, katanya, adalah bagaimana ke depan Pendidikan vokasi bisa menyehatkan BUMDes, baik dari sisi organisasi, finansial, akses market, dan network.
“BUMDes yang kuat harus sehat operasinya, sehat pasarnya, sehat organisasinya, dan sehat jejaringnya,” ujarnya.
Namun Arief mengingatkan bahwa Pendidikan vokasi sangat berbeda, sehingga tergantung pada masing-masing Lembaga untuk mengembangkannya disesuaikan kebutuhan masyarakat desa.
Hal senada diungkapkan Rika Fatimah, Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gajah Mada. Ia melihat perspektif ekonomi dan besaran BUMDes sangatlah berbeda dengan usaha lain, seperti UMKM. “Ia bukanlah UMKM, BUMDes memiliki karakteristik luar biasa, inilah ekonominya Indonesia,” katanya.
Menurutnya, Indonesia harus berani menunjukkan kebaruannya, benar-benar berpijak di kaki sendiri karena apa yang dilakukan di negara lain belum tentu cocok dengan di Indonesia. “Model bisnis BUMDes harus berbeda dengan kebanyakan UMKM,” ujarnya.
Ia mengatakan, produk unggulan BUMDes harus terbatas, supaya tercipta ikon-ikon khas Indonesia, suatu kebaruan dan harus berkelanjutan. “Kalau BUMDes ikut-ikutan melakukan semua, akhirnya nothing,” ujarnya.
Karena itu, ia melihat riset yang sangat dekat dengan vokasi, tentu akan menghasilkan program yang tepat. Namun riset terapan perlu memperhatikan keunikan masing-masing BUMDes. “BUMDes mewadahi dan membuat bagaimana ekosistem di desa subur untuk UMKM berkembang dan bukannya head to head dengan UMKM,” katanya.
Eko menegaskan bahwa pendidikan dan riset terapan vokasi yang akan membantu masyarakat desa harus menyesuaikan karakter desa, yang 60 persen masyarakatnya lulusan SD dan SMP dan dilakukan secara bertahap.
Ia melihat banyaknya desa di Indonesia, maka perlu mengubah system role model menjadi Gerakan secara bersamaan desa. “Libatkan dunia usaha untuk proses pendampingan cepat. “Create satu model berbasis common interest antara masyarakat desa, dalam hal ini BUMDes dan dunia usaha,” katanya.
Senada, Wamendes Budi menekankan, setiap desa mempunyai karakteristik sehingga membangunnya tidak bisa dengan single model. “Ada perbedaan luasan kewilayahan dan jumlah orangnya,” katanya.
Ia mengatakan, BUMDes baru 5-6 tahun jadi model ekonomi desa, yang championnya masih terbatas. Belum sampai 100 jadi role model karena sebagian besar kembali pada masalah SDM. “Karena itu, Pendidikan vokasi berbasis kekuatan lokal sangat penting,” katanya.
Menurut Budi, idealnya BUMDes harus menjadi pusat perdagangan dan distribusi desa. Namun masalahnya ada di level persiapan dan komitmen pemangku kepentingan di desa. Misalnya perdebatan apakah BUMDes akan berorientasi keuntungan (profit) atau memberi manfaat (benefit).
Ia menilai, perlu ditekankan paradigma bahwa menanamkan uang di BUMDes bukan uang hilang, melainkan menjadi investasi.
“Kesadaran ini harus ditumbuhkan. Setiap rupiah dari dana desa bukan uang hilang tapi investasi, sehingga dalam jangka menengah dan Panjang menjadi keuntungan masyarakat des aitu sendiri,” katanya, seraya menambahkan, apalagi BUMDes sudah jelas badan hukumnya. (Tribunnews.com/Hasanah Samhudi)