KPU Kalsel Sebut Paslon Denny-Defriadi Tak Punya Kedudukan Hukum Menggugat di MK
KPUD Kalsel menilai Denny-Defriadi menyalahi aturan karena tidak memiliki kedudukan hukum dalam mengajukan gugatan di MK
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - KPUD Kalsel menyatakan semua tahapan pelaksanaan pemilihan suara ulang (PSU) sudah sesuai dengan tata kelola menurut hukum yang berlaku sekaligus menjalani putusan MK.
Hal itu ditegaskan Komisi Pemilihan Umum Daerah Kalimantan Selatan (KPUD Kalsel) saat membacakan eksepsi terhadap tuduhan yang dilayangkan paslon 02 Denny Indrayana-Derfiadi di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Jumat (23/7/2021).
Penasihat Hukum KPUD Kalsel Hifdzil Alim mengatakan, MK memiliki kewenangan berdasarkan Pasal 2 Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 6 Tahun 2020 dan seterusnya, untuk menyidangkan objek dalam perkara perselisihan hasil pemilihan.
KPUD Kalsel menilai Denny-Defriadi menyalahi aturan karena tidak memiliki kedudukan hukum dalam mengajukan gugatan di MK.
Hifdzil menilai dalil-dalil yang disampaikan kubu Denny-Defriadi justru mengarah ke politik uang, keberpihakan oknum birokrat serta aparat desa, intimidasi, dan premanisme.
"Menurut kami dalil-dalil tersebut masuk dalam kriteria Pasal 73 Undang-undang Pemilihan Nomor 10 Tahun 2016 yang dikategorikan sebagai pelanggaran pemilihan. Jadi bukan perselisihan hasil pemilihan. Bahwa dengan demikian, Yang Mulia, menurut kami Mahkamah tidak berwenang memeriksa perkara a quo," kata dia di MK.
Dijelaskan, Denny-Defriadi tidak punya kedudukan hukum mengajukan gugatan di MK apabila mengacu pada Pasal 158 Ayat 1 Huruf b Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah. Selisih suara antara paslon Denny-Defriadi dengan lawannya Sahbirin Noor-Muhidin melebihi ambang batas 1,5 persen.
Baca juga: Kembali Gugat Hasil Pilgub Kalsel, Kubu Denny Indrayana Sebut Politik Uang Lebih Kasatmata Saat PSU
"Faktanya perolehan suara antara pemohon dengan pihak terkait itu berjumlah 39.945 suara atau 2,35 persen. Oleh karena itu, menurut kami, Yang Mulia, pemohon tidak memiliki kedudukan hukum," jelas dia.
Menurut Dosen Luar Biasa di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta itu, kubu Denny-Defriadi tidak jelas menguraikan dalil mengenai kesalahan hasil penghitungan suara yang ditetapkan oleh KPUD Kalsel. Tak ada satu pun dalil yang menunjukkan KPUD Kalsel menyalahi aturan dalam penyelenggaraan pemilu.
Sementara itu, Komisioner KPUD Kalsel Edy Ariansyah mengatakan, pelaksanaan sebelum PSU dilakukan sesuai dengan amar putusan MK.
KPUD Kalsel telah membentuk baru Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan Kelompok Penyelenggaraan Pemungutan Suara (KPPS) sebelum melakukan penetapan kembali.
"Langkah-langkah pembentukan PPK dari 7 kecamatan yang menjadi locus pemungutan suara ulang tidak terdapat satu pun ketua dan anggota PPK yang bertugas pada pemungutan suara pemungutan suara pada 9 Desember yang telah ditetapkan oleh KPU Kabupaten Tapin, KPU Kabupaten Banjar, dan KPU Kota Banjarmasin," jelas dia.
KPUD Kalsel juga membentuk baru KPPS di 827 TPS yang pelaksanaannya melalui koordinasi dan supervisi KPUD kabupaten/kota. "Adapun dalam seluruh proses pembentukan KPPS, jajaran termohon tekah melakukan dengan sebaiknya dan menyelenggarakan secara transparan, membuka tanggapan dan masukan masyarakat serta rekomendasi dari Bawaslu," jelas dia.
Lebih lanjut kata Edy, selama proses pemungutan dan penghitungan suara dari 827 TPS, seluruh saksi masing-masing pasangan calon telah bertanda tangan dan menerima hasilnya.
Kemudian rekapitulasi dari 7 kecamatan semua saksi paslon hadir menyaksikan proseshasil penghitungan suara. Hanya rekapitulasi di Kabupaten Tapim satu saksi pasangan calon nomor urut dua tidak hadir.
"Selain dan selebihnya seluruh calon hadir dan menyaksikan proses rekapitulasi di tingkat kabupaten dan di tingkat provinsi. Dan seluruh hasil penghitungan rekapitulasi telah disampaikan kepada sampaikan salinannya kepada masing-masing pasangan calon," jelas Edy.