Anggota DPR Minta Narasi Provokatif di Media Massa Soal Kasus di Merauke Dihentikan
Jangan sampai kejadian itu menimbulkan masalah lain, apalagi sampai melebar ke isu suku, agama, ras dan antargolongan.
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Masyarakat diimbau tidak membuat pernyataan provokatif terkait penganiayaan seorang warga di Merauke, Papua, oleh oknum anggota TNI Angkatan Udara.
Jangan sampai kejadian itu menimbulkan masalah lain, apalagi sampai melebar ke isu suku, agama, ras dan antargolongan.
Anggota Komisi I DPR Abdul Kadir Karding mengatakan kasus penganiayaan seorang warga di Merauke rawan jadi alat provokasi dengan mengangkat isu etnis. Apalagi, menurut dia, lawan politik pemerintah sedang mencari momentum. Dia berharap masyarakat tidak terpancing dengan narasi yang diciptakan untuk membuat suasana semakin panas.
"Meminta semua pihak terutama provokasi-provokasi di media, harus kita atasi segera bagaimana caranya. Jangan sampai ini menjadi isu seperti kasus di Amerika, antara kelompok hitam dan putih. Jangan sampai narasinya dibawa ke sana, kita harus cegah," kata Karding dalam pernyataannya, Kamis (29/7/2021).
Karding berharap, Polri, TNI, Satpol PP atau organisasi lainnya yang sering bersentuhan dengan masyarakat bisa mendisiplinkan anggotanya. Sehingga sikap saat bertemu masyarakat bisa lebih baik.
Selain itu, Karding menilai harus segera ada komunikasi dan koordinasi dengan para tokoh masyarakat setempat.
"Pemerintah daerah dan analisis oleh intelijen misalnya sejauh apa potensi isu ini akan berpengaruh terhadap keamanan kita," pungkasnya.
Sementara itu Anggota Komisi I DPR Bobby Adityo Rizaldi mengajak semua untuk mempercayakan penanganan kasus itu ke TNI dengan penyidikan, penegakan disiplin internal militer hingga hukuman bagi pelaku.
"Agar jelas disampaikan ke publik dan memenuhi rasa keadilan," ujar Bobby.
Selain itu, menurut Bobby, semua pihak perlu menghentikan penyebaran video penganiayaan kepada seorang warga di Merauke.
Baca juga: Kekerasan di Merauke, Panglima TNI Dinilai Juga Perlu Lakukan Langkah Hukum kepada 2 Pelaku
"Karena rentan disalahgunakan untuk propaganda hate speech kepada TNI. Sangat rawan dikaitkan dengan isu-isu pelanggaran HAM yang rentan di plintir baik domestik atau international melalui media sosial," tuturnya.
Di samping itu, Bobby mengingatkan bahwa Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto selalu menegaskan untuk mengedepankan pendekatan humanis, bukan represif dalam semua pengerahan prajurit setiap operasinya.
"Pemerintah harus bergerak segera untuk meredam isu-isu yang bisa berkembang, optimalkan koordinasi dengan simpul-simpul intelijen sebagai deteksi dini, dan sinergi dengan tokoh lokal agar isu ini selesai dan menunggu proses hukum yang berjalan," pungkasnya.
Seperti diketahui sebelumnya Kepala Staf TNI AU Marsekal Fadjar Prasetyo meminta maaf atas kejadian penganiayaan oleh dua anggotanya terhadap seorang warga di Merauke, Senin, 26 Juli 2021. Dia juga menyampaikan pelaku akan ditindak tegas.
”Saya selaku Kepala Staf TNI AU meyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya kepada seluruh saudara-saudara kita di Papua, khususnya di Merauke, terkhusus lagi pada korban dan keluarga. Mohon dibuka pintu maaf,” kata Fadjar melalui akun Twitter resmi TNI AU.
Kepala Dinas Penerangan Angkatan Udara (Kadispenau) Marsma Indan Gilang Buldansyah dalam keterangannya menyampaikan, "Kami menyesalkan tindakan berlebihan oleh dua oknum anggota saat mengamakan warga. Sejak kemarin (Senin) keduanya sudah ditahan di Satpom Lanud Dma untuk proses hukum selanjutnya," ujarnya.(Willy Widianto)