Sejarah Bendera Merah Putih hingga Larangan Terhadap Perlakuan Bendera Indonesia
Oleh karena itu, mengibarkan bendera merah putih di depan rumah, kantor dan lainnya di awal Agustus sangat perlu dilakukan.
Penulis: Nadine Saksita Christi
Editor: Daryono
TRIBUNNEWS.COM - Momentum bulan Agustus tentunya menjadi fakta sejarah di bulan tersebut di dalamnya ada hari Kemerdekaan Republik Indonesia.
Oleh karena itu, mengibarkan bendera merah putih di depan rumah, kantor dan lainnya di awal Agustus sangat perlu dilakukan.
Dikutip dari Kemdikbud, kelahiran bendera merah putih diawali dari janji Jepang untuk memberi kemerdekaan pada Indonesia pada tanggal 7 September 1944.
Setelah memberikan janjinya, Chuoo Sangi In (badan pembantu kemerdekaan yang beranggotakan orang Indonesia dan Jepang) mengadakan sidang tak resmi pada tanggal 12 September 1944 yang dipimpin oleh Ir. Soekarno.
Sidang tersebut membahas penggunaan bendera dan lagu kebangsaan yang sama di seluruh Indonesia.
Baca juga: Bendera Merah Putih: Sejarah, Tata Cara Penggunaan, dan Larangannya
Baca juga: Cara Membuat Link Twibbon Pasang Bendera Merah Putih HUT ke-76 RI
Sidang ini juga menghasilkan panitia bendera merah putih dan panitia lagu Indonesia Raya.
Seperti yang kita semua ketahui, yang menjahit Sang Saka Merah Putih pertama kali adalah ibu Fatmawati.
Sejarah singkat Bendera Merah Putih
Mengutip Kemdikbud RI, yang menjahit Bendera Merah Putih adalah Fatmawati, setelah dia dan keluarganya kembali ke Jakarta dari pengasingan di Bengkulu.
Latar belakang kelahiran Bendera sang Saka Merah Putih terkait izin kemerdekaan dari Jepang pada 7 September 1944.
Badan yang membantu pemerintah pendudukan Jepang, Chuuoo Sangi In, mengadakan sidang tidak resmi pada 12 September 1944 yang dipimpin Soekarno.
Sidang tersebut membahas tentang pengaturan penggunaan bendera dan lagu kebangsaan yang sama di seluruh Indonesia.
Hasil dari sidang itu adalah pembentukan panitia bendera kebangsaan dan panitia lagu kebangsaan.
Atas permintaan Soekarno kepada Kepala Sendenbu (Barisan Propaganda Jepang) Shimizu, Chaerul Basri diperintahkan mengambil kain dari gudang di Jalan Pintu Air untuk diantarkan ke Jalan Pegangsaan 56, Jakarta.