Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Polemik Emir Moeis Jadi Komisaris BUMN, Dikecam Pukat UGM, Dibela Nusron Wahid

Sejumlah pihak menilai pengangkatan Emis Moes tidak memncerminkan keberpihakan terhadap pemberantasan korupsi.

Penulis: Daryono
Editor: Arif Fajar Nasucha
zoom-in Polemik Emir Moeis Jadi Komisaris BUMN, Dikecam Pukat UGM, Dibela Nusron Wahid
Henry Lopulalan
Terdakwa kasus dugaan suap pembangunan PLTU Tarahan Lampung, Emir Moeis ketika menjalani sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (28/11/2013). Emir diduga menerima 300 ribu dollar AS dari PT Alstom Indonesia yang merupakan perusahan pemenang tender proyek PLTU Tarahan Lampung. (WARTAKOTA/Henry Lopulalan) 

Pada 1984, ia menuntaskan studi pasca sarjana MIPA Universitas Indonesia (UI).

Emir Moeis memulai karier pada 1975 sebagai dosen di Fakultas Teknik Universitas Indonesia (UI) dan Manager Bisnis di PT Tirta Menggala.

Selanjutnya, dalam kurun waktu 1980 - 2000, Emir Moeis menjabat sebagai Direktur Utama di beberapa perusahaan swasta.

Emir Moeis pun terjun dalam dunia politik dan bergabung dengan PDIP.

Ia pernah menjabat sebagai satu anggota DPR RI pada 2000-2013 dari Fraksi PDIP.

Dikutip dari Kompas.com, Emir Moeis pernah divonis 3 tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider 3 bulan penjara dalam kasus dugaan suap proyek pembangunan PLTU di Tarahan, Lampung.

Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menilai Emir selaku anggota Komisi VIII DPR saat itu terbukti menerima 357.000 dolar AS dari PT Alstom Power Incorporated Amerika Serikat dan Marubeni Incorporate Jepang melalui Presiden Pacific Resources Inc. Pirooz Muhammad Sarafi.

Berita Rekomendasi

"Menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan alternatif kedua," ujar Ketua Majelis Hakim Matheus Samiadji di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (14/4/2014).

Emir dianggap melanggar Pasal 11 Undang-Undang nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001.

Putusan itu lebih ringan dari tuntutan jaksa, yakni 4 tahun 6 bulan penjara dan membayar denda Rp 200 juta subsider 5 bulan kurungan penjara.

Dalam pertimbangan yang memberatkan, Emir dinilai tidak mendukung pemberantasan korupsi dan tidak mengakui perbuatan.

Sementara hal-hal yang meringankan, yaitu Emir belum pernah dihukum, berlaku sopan selama persidangan, dan memiliki tanggungan keluarga.

(Tribunnews.com/Daryono/Sri Juliati/Vincentius Jyestha/Dennis Destryawan)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas