Tim Kuasa Hukum ICW Pastikan Sudah Balas Somasi dari Moeldoko
Tim kuasa hukum Indonesia Corruption Watch (ICW) menanggapi somasi yang dilayangkan oleh Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko.
Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim kuasa hukum Indonesia Corruption Watch (ICW) menanggapi somasi yang dilayangkan oleh Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko.
Ada dua poin yang dipermasalahkan oleh Moeldoko dalam kajian ICW, yakni tudingan pemburuan rente dan ekpor beras antara Himpunan Kerukunan Tani Indonesia dengan PT Noorpay Nusantara Perkasa.
Salah satu tim kuasa hukum ICW Muhammad Isnur memastikan pihaknya telah membalas somasi dari kubu Moeldoko.
"Berangkat dari poin permasalahan itu, ICW sudah membalas somasi Moeldoko pada hari Selasa, 3 Agustus 2021," ujar Isnur melalui keterangan tertulis, Sabtu (7/8/2021).
"Jadi, jelas keliru kuasa hukum Moeldoko jika kemudian mengatakan belum menerima surat balasan dari ICW," tambah Isnur.
Isnur mengatakan dalam surat itu, pihaknya menegaskan bahwa ICW menemukan sejumlah indikasi keterlibatan Moeldoko dalam distribusi obat Ivermectin yang berpotensi terjadinya konflik kepentingan.
Menurut Isnur, hal ini didasarkan atas relasi bisnis antara anak Moeldoko dengan Sofia Koswara (Wakil Presiden PT Harsen Laboratories, produsen Ivermectin) dalam PT Noorpay Nusantara Perkasa.
Tidak hanya itu, Isnur mengungkapkan beberapa pemberitaan juga menyebutkan bahwa Moeldoko sempat meminta kepada Sofia agar izin edar Ivermectin segera diproses.
Padahal, pada waktu yang sama, uji klinis atas obat ivermectin belum diselesaikan.
"Temuan ICW juga merujuk pada informasi yang menyebutkan adanya distribusi Ivermectin oleh HKTI berkerjasama dengan PT Harsen Laboratories kepada sejumlah masyarakat di Jawa Tengah," kata Isnur.
Dirinya mengungkapkan tak lama berselang, BPOM menegur PT Harsen Laboratories karena telah menyalahi aturan produksi dan peredaran obat.
Baca juga: ICW Sudah Terima Somasi Kedua dari KSP Moeldoko, Kuasa Hukum: Akan Kami Baca Dulu
Tindakan itu dilanjutkan dengan permintaan maaf dari produsen Ivermectin tersebut.
"Maka dari itu, wajar jika kemudian masyarakat mendesak adanya klarifikasi dari Moeldoko atas tindakannya terkait obat Ivermectin," tutur Isnur.
Kemudian yang kedua, dalam surat balasan somasi, ICW sudah meluruskan bahwa telah terjadi misinformasi.
Hal ini terkait ekspor beras antara HKTI dengan PT Noorpay Nusantara Perkasa.
Merujuk pada siaran pers yang tertuang di website ICW, disebutkan bahwa HKTI bekerjasama dengan PT Noorpay Nusantara Perkasa dalam hal mengirimkan kader HKTI ke Thailand guna mengikuti pelatihan tentang Nature Farming dan Teknologi Effective Microorganism.
"Jadi, tidak tepat juga jika misinformasi itu langsung dikatakan sebagai pencemaran nama baik atau fitnah," tutur Isnur.
"Sebab, mens rea bukan mengarah pada tindakan sebagaimana dituduhkan Moeldoko dan itu dapat dibuktikan dengan siaran pers yang telah ICW unggah di website ICW," tambah Isnur.
Selain itu, Isnur menjelaskan posisi ICW dalam konteks pengawasan roda pemerintahan.
Dirinya mengatakan pemantauan terhadap kinerja pejabat publik dalam bingkai penelitian merupakan salah satu bentuk partisipasi masyarakat yang dijamin dalam konstitusi, peraturan perundang-undangan, dan banyak kesepakatan internasional.
Menurutnya kuasa hukum Moeldoko Otto Hasibuan keliru dalam memandang posisi ICW.
Dirinya mengungkapkan kajian seperti ini bukan kali pertama dilakukan oleh ICW. Sejak ICW berdiri, penelitian, khususnya terkait korupsi politik, memang menjadi mandat berdirinya lembaga ini.
Salah satu metode yang sering gunakan adalah pemetaan relasi politik antara pejabat publik dengan pebisnis. Atas dasar pemetaan itu nantinya ditemukan konflik kepentingan yang biasanya berujung pada praktik korupsi.
Isnur mengatakan setiap ICW mengeluarkan kajian, salah satu desakannya juga menyasar kepada pejabat publik agar melakukan klarifikasi.
Kajian polemik Ivermectin sebagaimana yang dirisaukan oleh Moeldoko juga bukan produk satu-satunya ICW selama masa pandemi Covid-19.
"Poin ini sekaligus membantah tudingan sejumlah pihak yang menyebutkan adanya motif politik di balik kajian polemik Ivermectin," tutur Isnur.
Sebelumnya, ICW telah menghasilkan banyak kajian, diantaranya, Policy Brief Akuntabilitas Penanganan Pandemi Covid-19; Potensi Kuat Konflik Kepentingan dalam Kondisi Covid-19; Transparansi dan Akuntabilitas Pengadaan Barang dan Jasa saat Covid-19; Potensi Korupsi Alat Kesehatan di Kondisi Pandemi; Hasil Survei Distribusi Bantuan Sosial di Tengah Pandemi Covid-19 kepada Penyandang Disabilitas di DKI Jakarta; Percepatan Penyaluran Insentif dan Santunan Tenaga Kesehatan dalam Penanganan Covid-19; Menakar Akuntabilitas Kebijakan PEN untuk BUMN; Catatan Kritis Kebijakan Pemulihan Ekonomi Nasional untuk BUMN; Urgensi Peningkatan Bantuan Sosial Khususnya untuk Perempuan Rentan di Tengah Pandemi Covid�19, dan Tata Kelola Distribusi Alat Kesehatan dalam Kondisi Covid-19.