Selama Semester I 2021, KPK Supervisi 60 Perkara Korupsi
KPK menerbitkan Surat Keputusan (SK) Supervisi terhadap 60 perkara tindak pidana korupsi (tipikor) sepanjang semester I 2021.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerbitkan Surat Keputusan (SK) Supervisi terhadap 60 perkara tindak pidana korupsi (tipikor) sepanjang semester I 2021.
Sebanyak 11 perkara atau sekitar 18 persen di antaranya telah dinyatakan lengkap atau mendapat kepastian hukum.
"Hingga akhir Juni 2021, tercatat total 60 perkara yang telah diterbitkan SK Supevisi. 11 di antaranya telah dinyatakan lengkap atau sekitar 18 persen perkara korupsi tersebut telah mendapatkan kepastian hukum," ucap Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (24/8/2021).
Ia memerinci, 11 kasus tersebut terdiri dari enam perkara di wilayah Sulawesi Tengah, yaitu empat perkara pada Satuan Kerja (Satker) Polda Sulteng dan dua perkara pada Satker Kejati Sulteng.
Kemudian, tiga perkara lainnya pada Satker Polda Papua, dan dua perkara pada Satker Polda Nusa Tenggara Timur (NTT).
Baca juga: Juliari Dihina Masyarakat Karena Kasus Bansos, PA 212 Pertanyakan Komitmen Ketua KPK
Karyoto menerangkan, tidak semua kasus korupsi dapat seketika disupervisi KPK.
Menurutnya, Pimpinan (Perpim) Nomor 1 Tahun 2021 menetapkan empat kriteria perkara yang dapat disupervisi KPK.
Kriteria tersebut yaitu pertama, jika instansi berwenang tidak melaporkan SPDP kepada KPK; kedua, permintaan dari Instansi berwenang; ketiga, kerugian negara yang besar; dan empat, adanya pengaduan bahwa laporan tidak ditindaklanjuti.
Baca juga: KPK Periksa Bupati Bintan Apri Sujadi di Kasus Korupsi yang Rugikan Negara Rp 250 Miliar
"Antara lain dibuktikan dengan surat perintah penyidikan atau penyelesaian penuntutan telah diterbitkan lebih dari satu tahun atau P-19 minimal dua kali; adanya dugaan penanganan perkara melindungi pelaku sesungguhnya; dugaan penanganan perkara mengandung unsur korupsi; dan adanya campur tangan eksekutif, yudikatif, atau legislatif," jelas Karyoto.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.