Gubernur Lemhanas Agus Widjojo: Independen adalah Memiliki Kebebasan Berpikir
Gubernur Lemhannas RI, Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo hingga saat ini konsisten memilih posisi independen pasca-memasuki masa purnabakti dari milter.
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gubernur Lemhannas RI, Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo hingga saat ini konsisten memilih posisi independen pasca-memasuki masa purnabakti dari milter.
Meskipun akibat jalan yang dipilihnya itu, Agus sering berada pada posisi kontroversial.
“Sah-sah saja orang memberikan dukungan atau sebaliknya mengambil jalan oposisi. Tapi saya selalu ingatkan, tidak semua orang harus berpihak,” kata Agus Widjojo dikutip dari buku Tentara Kok Mikir: Inspirasi Out of The Box Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo. Buku ini diluncurkan di Lemhannas RI pada Rabu (25/8/2021).
Salah satu gagasan Agus Widjojo yang kontroversial adalah tentang Reformasi Komando Teritorial di lingkungan TNI Angkatan Darat.
Mayjen TNI (Purn) Tulus Sihombing, teman sebangku Agus semasa SMP yang kemudian menjadi kolega di militer, berseberangan pemikiran dengan Agus Widjojo ihwal pembubaran Komando Teritorial, terutama ketika isu tersebut muncul di awal era Reformasi dan menjadi topik perbincangan yang kontroversial.
Baca juga: Tanggapan SBY Atas Buku Tentara Kok Mikir: Inspirasi Out of the Box Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo
Namun, hubungan persahabatan Agus dan Tulus tetap terjalin erat. Bahkan akhirnya Tulus mengerti dan memahami jalan pikiran Agus.
Tulus merasa Agus memiliki pemikiran yang mendahului orang sezamannya. Lingkungan militer saat itu, menurut Tulus, belum siap dengan pendapat tersebut. “Padahal, Agus tidak salah kalau dilihat sekarang,” ujar Tulus.
Menurut Agus, independen adalah memiliki kebebasan berpikir. “Independen tidak berarti netral atau mengambil jalan tengah, tetapi memiliki kebebasan untuk menetapkan keputusan karena alasan yang diyakini tanpa harus berpihak,” lanjut Agus.
Menurut Agus, mengambil posisi di tengah yang independen memang bukan tujuan, melainkan akibat. Teguh pada pilihan menjadi orang tengah yang tak berpihak bukan tanpa alasan.
“Sebagai purnawirawan TNI, di dalam hatinya telah tertanam prinsip profesional berdasarkan Sapta Marga dan Sumpah Prajurit,” kata Agus.
Akan tetapi, dengan tegas Agus menyampaikan, menjadi independen bukan berarti menjadi golongan putih (golput). Independen itu bebas berpikir, tetapi tetap melaksanakan hak dan kewajiban politik sebagai warga negara, termasuk hak memilih dalam pemilihan umum.
Pemikiran-pemikiran Agus Widjojo dituangkan dalam buku Tentara Kok Mikir karya Bernarda Rurit yang disunting oleh Nugroho Dewanto.
Buku setebal 440 halaman dengan ukuran 15 x 23 cm tersebut terdiri dari sebelas bab dan memakan proses penulisan selama satu tahun. Buku ini lebih memberi ruang pada sisi humanis, keluarga, kemiliteran, dunia LSM, dan aktivitas organisasi Pak Agus Widjojo yang menjadi bagian dari sejarah bangsa.
Sejumlah teman seangkatan Agus Widjojo di AKABRI 1970 menghadiri peluncuran buku ini, antara lain Menteri Koordinator Maritim dan Investasi RI Jenderal TNI (Purn) Luhut Binsar Pandjaitan dan Mantan Duta Besar RI untuk Filipina Letnan Jenderal TNI (Purn) Johny Josephus Lumintang. Mantan Menteri Luar Negeri RI, Dr. Hassan Wirajuda, Mantan Wakil Gubernur Lemhannas RI Marsdya TNI (Purn) Bagus Puruhito, serta adik Agus Widjojo yaitu Nani Sutojo juga menghadiri acara tersebut.
Selain itu, hadir teman sebangku Agus semasa sekolah, Mantan Wakil Ketua Badan Intelijen Strategis TNI-AD Mayjen TNI (Purn) Tulus Sihombing.
Adapun Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono, Dokter Ryu Hassan, Alissa Wahid, Sejarawan Baskara Wardaya hadir secara virtual. Peluncuran buku yang dilaksanakan pukul 16.15 sampai 18.30 WIB ini dimoderatori oleh Glory Ojong dengan menghadirkan narasumber aktivis Dimas Oky Nugroho dan Wapemred Harian Kompas Tri Agung Kristanto.