Wacana Sertifikat Vaksin Covid-19 Jadi Syarat Akses Pelayanan Publik, Ombudsman: Belum Saatnya
Menurutnya, pemberlakuan tersebut dapat dilakukan apabila pelaksaan vaksinasi Covid-19 sudah merata hingga mencapai kekebalan kelompok (herd immunity)
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Ombudsman RI Indraza Marzuki Rais menanggapi wacana di sejumlah daerah yang akan menjadikan sertifikat vaksin Covid-19 sebagai satu syarat akses pelayanan publik.
Menurutnya, pemberlakuan tersebut dapat dilakukan apabila pelaksanaan vaksinasi Covid-19 sudah merata hingga mencapai kekebalan kelompok (herd immunity).
Ia menjelaskan dalam Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2021 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi memang menyebutkan sanksi administrasi bagi yang menolak vaksinasi.
Dalam Pasal 13A disebutkan setiap orang yang telah ditetapkan sebagai sasaran penerima vaksin Covid-19 yang tidak mengikuti vaksinasi Covid-19 dapat dikenakan sanksi administratif berupa penundaan atau penghentian pemberian jaminan sosial atau bantuan sosial, penundaan atau penghentian layanan administrasi pemerintahan, dan/atau denda.
"Namun hal ini kami harap jangan dulu diterapkan, karena masih banyak masyarakat yang belum mendapatkan Vaksin Covid-19,” kata Indraza Marzuki Rais dalam keterangannya, Jumat (27/8/2021)
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, hingga 27 Agustus 2021 jumlah penerima vaksin Covid-19 Dosis 1 sebanyak 60,43 juta jiwa atau 29,02% dari total sasaran vaksin 208,26 juta.
Baca juga: Ombudsman RI: Program SJUT DKI Jakarta Harus Prioritaskan Pelayanan Publik
Sedangkan penerima vaksin dosis 2 sebanyak 34,12 juta jiwa atau 16,38 persen.
Indraza mengungkapkan sejumlah fakta di lapangan, di mana saat ini penolakan vaksinasi sudah jauh menurun.
Animo masyarakat cukup tinggi untuk mendapatkan vaksin Covid-19.
Akan tetapi tingginya animo masyarakat ini belum diimbangi dengan fasilitas dan jumlah stok vaksin yang mencukupi.
“Kami menemukan fakta bahwa stok dan distribusi vaksin masih terkendala, baik sarana angkut, daya jangkau, tenaga vaksinator, dan sentra vaksinasi yang menjadi padat dan menimbulkan kerumunan. Selain itu, kondisi kesehatan juga bisa menjadi penyebab orang belum dapat mengakses vaksin,” jelas Indraza.
Baca juga: Soroti Pembubaran Vaksinasi di Sorong, NasDem Minta Ombudsman Turun Tangan
Untuk itu, terkait wacana pemberlakukan sertifikat vaksinasi untuk akses pelayanan publik, Ombudsman RI memberikan saran agar pemerintah baik pusat dan daerah perlu memperhatikan progres vaksinasi di masing-masing daerah.
Sehingga, dapat dilihat seberapa besar capaian tingkat kekebalan kelompok dalam suatu daerah, sebelum memutuskan untuk memberlakukan persyaratan sertifikat vaksin Covid-19 dalam mengakses pelayanan publik.
“Di samping itu, Ombudsman memandang perlunya suatu petunjuk teknis pelaksanaan vaksinasi di sentra yang memuat indikator apa saja yang harus dipenuhi sebelum dilakukannya kegiatan vaksinasi di sentra, agar pelaksanaan vaksinasi di setiap sentra seragam," ucapnya.
"Untuk sentra yang sudah berhasil melaksanakan vaksin tanpa kerumunan perlu dijadikan benchmark (acuan). Selain itu dalam pelaksanaan vaksinasi di sentra dibutuhkan adanya koordinasi dengan berbagai pihak untuk pengawasannya agar prokes di sentra tetap berjalan dengan baik,” lanjut dia.
Indraza menyampaikan, pihaknya terus berkoodinasi dengan berbagai pihak baik di tingkat pusat maupun daerah, terkait dengan data, capaian, dan percepatan vaksinasi Covid-19.
“Kami sangat concern dengan program percepatan penanganan Covid-19 ini melalui program vaksinasi, terutama di daerah-daerah yang distribusi vaksin belum merata. Stok vaksin terbatas, sedangkan tingkat penularannya sendiri masih belum dapat dikendalikan di semua daerah,” katanya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.