Isu Pergeseran Kabinet Menguat Pasca PAN Ikut Koalisi
PPP enggan larut dalam isu tersebut, sebab reshuffle merupakan hak prerogatif presiden.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Isu pergeseran jajaran kabinet semakin menguat pascabergabungnya Partai Amanat Nasional (PAN) ke dalam partai koalisi pendukung pemerintah, Rabu (25/8/2021).
Berdasarkan informasi yang dihimpun Tribunnetwork, reshuffle terbatas bakal dilakukan pada sekitar bulan September mendatang.
Berdasarkan informasi yang dihimpun pula terdapat sekira tujuh kementerian yang dikabarkan bakal terkena reshuffle, guna mengakomodasi masuknya PAN maupun karena masalah kinerja.
Kementerian yang dimaksud antara lain kementerian koperasi dan UMKM; perhubungan; pertanian; energi dan sumber daya mineral (ESDM); desa, pembangunan daerah tertinggal, dan transmigrasi; agraria dan tata ruang/badan pertanahan nasional (ATR/BPN); hingga kepala staf presiden.
Isu reshuffle sendiri ditanggapi secara beragam oleh partai-partai politik pendukung pemerintah.
Seperti Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang menekankan bahwa munculnya isu reshuffle muncul sebagai konsekuensi bergabungnya PAN.
PPP enggan larut dalam isu tersebut, sebab reshuffle merupakan hak prerogatif presiden.
"Soal reshuffle sesuai dengan ketentuan perundang-undangan itu hak prerogatif presiden Jokowi. Kalau kemudian isu reshuffle mencuat gara-gara masuknya PAN itu namanya konsekuensi politik," ujar Ketua DPP PPP Achmad Baidowi, ketika dihubungi, Jumat (27/8/2021).
Baidowi menyinggung presiden biasanya melakukan reshuffle berdasarkan indeks parameter kerja. Artinya, reshuffle dilakukan dengan mengukur dan mengevaluasi kinerja kabinetnya, bukan dasar yang lain.
PPP, kata dia, juga tidak melakukan pergerakan atau konsolidasi sama sekali kepada pemerintah terkait isu reshuffle.
Baca juga: Pengamat Sayangkan PAN Masuk dalam Koalisi Jokowi: Demokrasi Semakin Tidak Berkualitas
Bertambah atau tidaknya jumlah kader di jajaran kabinet dikatakan hak pregoratif presiden.
"Kita kan ingin membantu presiden, kalau ada kemudian kader PPP dipercaya lagi untuk menduduki jabatan menteri ya alhamdulillah. Toh PPP kan tidak kekurangan kader untuk itu," ucapnya.
Senada, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) juga enggan berandai-andai soal siapa yang akan diganti dan masuk ke kabinet.
Wakil Ketua Umum PKB Jazilul Fawaid menyebut Presiden Joko Widodo (Jokowi) pasti lebih mengetahui kinerja dan tantangan kabinet saat ini.
"Kami PKB akan dukung apapun yang menjadi keputusan presiden (terkait isu reshuffle-red)," kata Jazilul, ketika dihubungi.
Meski salah satu kadernya duduk di kementerian yang diisukan bakal terkena perombakan, PKB tak mempermasalahkan. Bagi mereka, jika reshuffle terjadi itu demi kemaslahatan bersama.
"Jika reshuffle (terjadi), maka sedapat mungkin gunakan kaidah pesantren yaitu 'tasharraful imam alal raiyyah manuthun bi maslahah'. Artinya kebijakan pemimpin harus selaras dengan kemaslahatan bersama," imbuhnya.
Sementara Partai Golkar tak banyak berkomentar perihal isu reshuffle. Sekretaris Jenderal Partai Golkar Lodewijk Paulus mengatakan selama pertemuan tujuh parpol dengan presiden tak ada pembahasan mengenai perombakan kursi menteri.
Baca juga: PAN Gabung Koalisi Jokowi, PKS Tetap Teguh Pendirian Jadi Oposisi: No Problem at All
"Yang jelas kemarin tidak membahas itu (reshuffle), katakan PAN minta apa, kemudian presiden memberikan apa, tidak ada," ujar Lodewijk, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (26/8/2021).
Lodewijk lantas hanya menyampaikan bergabungnya PAN akan menguatkan pengambilan keputusan agar lebih bulat lagi di parlemen.
"PAN sudah bergabung dengan koalisi ini sehingga diharapkan solidaritas lebih bagus. Keputusan-keputusan terutama di DPR bisa lebih kuat lagi," ujarnya.
Lain halnya dengan Gerindra yang terdapat perbedaan cara penyampaian oleh kadernya.
Ketua Harian DPP Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad menegaskan partainya menyerahkan sepenuhnya masalah reshuffle kepada presiden.
"Kalau bicara reshuffle saya sudah berulang-ulang bahwa itu hak prerogatif dari presiden. Dan kami tidak mau berandai-andai dan semua kita serahkan kepada presiden," kata Dasco, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (26/8/2021).
Sementara kader Gerindra lainnya yaitu Arief Poyuono secara gamblang menyatakan PAN harus masuk dalam kabinet, sehingga reshuffle harus dilakukan.
Apalagi menurutnya, PAN memiliki kader-kader mumpuni yang bisa membantu pemerintahan menghadapi dampak Covid-19.
"Kalau untuk reshuffle kabinet memang wajib dilakukan oleh Jokowi, karena kader PAN harus bisa masuk dalam kabinet dengan telah bergabungnya ke koalisi," kata Arief, ketika dihubungi.
Arief menyatakan ada baiknya presiden mengangkat menteri yang telah disetujui oleh partai politik lain yang tergabung dalam koalisi.
Meski demikian, dia menyebut Gerindra menyerahkan semuanya kepada Jokowi.
"Sebaiknya Jokowi mengangkat menteri-menterinya yang di-approve oleh parpol koalisi. Kalau diambil dari professional ya harusnya mendapatkan approval dari parpol, agar semua program pemerintah bisa berjalan selaras dengan dukungan parpol baik di luar maupun di parlemen. Kalau Gerindra kayaknya sih santai saja, terserah dengan Jokowi saja," kata Arief.
Kursi NasDem di Kabinet Diprediksi Aman
Direktur Eksekutif Lingkaran Mardani Ray Rangkuti mengatakan ketika perombakan jajaran menteri dilakukan karena kinerja maka akan ada partai yang merasa ditinggalkan dan kecewa.
Berdasarkan kabar tujuh kementerian yang bakal dirombak, terdapat kader PKB dan NasDem disana. Namun 'menyingkirkan' PKB dan NasDem demi mengakomodasi PAN disebut berisiko besar bagi Jokowi.
"Anggota kabinet dari parpol NasDem disebut akan ditinjau. Kalau dilihat skema di atas, PKB juga akan kena. Terlalu berisiko secara politik mengabaikan NasDem dan PKB dengan memasukan PAN. Bisa rugi besar," ujar Ray, ketika dihubungi.
Baca juga: PAN Gabung Koalisi Jokowi, PKS Tetap Teguh Pendirian Jadi Oposisi: No Problem at All
Ray sendiri mengatakan akan lebih kecil resiko politik yang muncul ketika Jokowi mengurangi jatah menteri non partai.
Kalaupun harus memilih antara PKB dan NasDem, resiko politik yang diterima Jokowi lebih kecil ketika menggeser PKB.
"Mengapa PKB? Resiko politiknya lebih kecil. NasDem bisa selamat, karena diharapkan bisa menjadi blok kekuatan politik jelang 2024 nanti," katanya.
Hanya saja ketika presiden memilih menyingkirkan menteri non partai, Ray menyebut dampak yang dihasilkan adalah kabinet penuh oleh kader partai.
Memasukkan banyak kader partai disaat kinerja kabinet tak optimal dinilai tak memiliki banyak keuntungan selain membesarkan koalisi.
Karena itulah, masuknya PAN dalam koalisi pemerintah disebut Ray hanya penting untuk menguatkan posisi politik Jokowi, dengan catatan tidak mengurangi kursi kabinet.
"Jika itupun terjadi, yang paling kecil risikonya adalah mengurangi jatah PKB yang meraup setidaknya 3 kursi kabinet. Tetapi tidak untuk membuat kinerja anggota kabinet lebih efesien, efektif dan menggelegar. Rasanya itu akan jauh. Apalagi tahun 2024 sudah dekat dimana pilpres dan pileg akan diselenggarakan," katanya.
Menteri Non Partai Siap-siap Angkat Kaki
Sebaliknya, pengamat politik Universitas Al Azhar Indonesia Jakarta Ujang Komarudin menyatakan posisi menteri partai lebih aman dari reshuffle ketimbang menteri non partai.
Bahkan dia melihat kursi menteri PKB bakal dipertahankan dan tak diutak-utik. Dengan pertimbangan Nahdlatul Ulama selama ini mendukung penuh Jokowi.
"Soal kementerian desa dimana kader PKB ada, mungkin tak diganti. Karena dia orang partai dan kita tahu PKB dan NU selalu mem-back up penuh Jokowi," kata Ujang, ketika dihubungi.
Menurutnya, kursi menteri yang diduduki profesional justru berpotensi digeser untuk mengakomodasi masuknya PAN. Akan tetapi, kemungkinan lain bisa terjadi karena otoritas tetap berada di tangan presiden.
"Yang memungkinkan digeser untuk akomodasi PAN masuk kabinet, yaitu kementerian UMKM, Perhubungan, ESDM, atau bisa juga Kesehatan. Namun semuanya tergantung Jokowi, karena Jokowi yang punya otoritas dan hak prerogatif soal geser-menggeser dan mengganti menterinya," jelasnya.
Pengamat komunikasi politik Universitas Paramadina Hendri Satrio sepakat dengan analisis Ujang.
Menurut Hendri kalangan profesional lah yang berpotensi digeser oleh presiden. Dia juga menilai jatah kursi menteri partai saat ini juga tidak akan mengalami perubahan, hanya akan ada penambahan dari PAN yang mengambil kursi menteri non partai.
"Yang potensi digeser untuk mengakomodasi PAN itu kemungkinan besar kementerian yang diisi profesional. Yang jelas jatah parpol yang sudah ada sekarang nggak akan ada perubahan. Justru tempat profesional yang akan diberikan satu kursi untuk PAN," kata Hendri, ketika dihubungi.
Founder lembaga survei KedaiKOPI itu menyebut kemungkinan besar PAN akan mengisi kementerian koperasi dan UMKM.
Baca juga: PAN Gabung Pemerintah, PKS Ingatkan Jangan Jadi Koalisi Obesitas
Dari sosok-sosok potensial di tubuh partai berlambang matahari terbit itu, dia menyebut Sekretaris Jenderal PAN Eddy Soeparno memimpin.
"Kalau dari yang ada, yang berpotensi digeser itu kemungkinan besar PAN ini akan mengisi UMKM. Saya menjagokan Eddy Soeparno, alasannya dua. Pertama adalah peremajaan, muda, masih energik. Kedua, Eddy Soeparno belum pernah masuk dalam kabinet," kata Hendri.
Berkaca Pengalaman
Sementara itu, Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno mengatakan ada tiga kementerian yang relatif cocok andai PAN masuk kabinet.
Kecocokan tersebut ada karena korespondensi historisnya.
Kementerian yang dimaksud antara lain kementerian koordinator pembangunan manusia dan kebudayaan (PMK); kementerian perhubungan; serta kementerian pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi (PAN-RB).
"Kader PAN pernah menjabat di tiga kementerian ini di era Jokowi. Jadi jika dikerucutkan lagi, yang paling pas atau tepat buat PAN itu di kementerian PMK," ujar Adi, ketika dihubungi.
"Tapi persisnya tentu hanya Jokowi yang bisa menentukan. Karena Jokowi kerap bikin kejutan, apapun bisa terjadi di luar prediksi dan di luar kebiasaan," imbuhnya.
Senada, Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari mengatakan bisa jadi PAN akan menempati pos-pos kementerian yang pernah ditempati sebelumnya.
Walaupun tak mustahil pula kementerian lain bakal ditempati jika diperlukan pergantian karena kondisi dan kinerja.
Akan tetapi Qodari melihat sorotan utama PAN adalah kepada Zulkifli Hasan selaku ketua umum.
Dari latar belakang yang bersangkutan, Qodari melihat akan cocok apabila PAN menempati posisi menteri koordinator PMK dengan Zulhas sebagai pengisi jabatan itu.
"Nah kalau pak Zulhas masuk kabinet, melihat latar belakang beliau sudah pernah menteri kehutanan, kemudian Ketua MPR, saya kira posisinya kemungkinan posisi senior dan itu adalah Menko. Tapi Menko apa? Beliau ini punya latar belakang Muhammadiyah, ya kemungkinan Menko PMK," ujar Qodari.
Namun kemungkinan tersebut sangat bergantung kepada mau tidaknya Zulkifli Hasan mengemban jabatan itu. Menurut Qodari pribadi, besan Amien Rais itu harusnya mau menerima jika ada tawaran dari presiden.
"Karena beliau adalah simbol bagi PAN, dan kalau ada penilaian bagi menteri dan bagus kinerjanya tentu itu akan bermanfaat bagi PAN secara keseluruhan," tambahnya.
Pengganti KSP Dikabarkan Sudah Ada
Berdasarkan informasi yang dihimpun Tribunnetwork, salah satu yang bakal terkena perombakan di jajaran kabinet Indonesia Maju adalah kepala staf presiden (KSP).
Dari informasi itu pula dikabarkan posisi KSP sudah memiliki pengganti. Sosok pengganti itu dikabarkan adalah Panglima TNI saat ini, yang akan memasuki masa pensiun.
Qodari melihat isu ini sangat mungkin benar adanya. Sebab melihat latar belakang orang yang dipilih menjabat KSP dari militer, maka berpeluang diganti dari kalangan militer pula.
"Karena sedikit banyak maksud militer di KSP, khususnya Pak Moeldoko itu dulu melakukan perimbangan politik dengan salah satu tokoh di luar oposisi yaitu Pak Gatot yang notabene latar belakangnya juga bintang empat angkatan darat. Jadi sangat masuk akal kalau kemudian KSP nanti dari Panglima TNI juga," kata Qodari.
Dengan lebih kerapnya posisi KSP diisi jenderal bintang empat dari angkatan darat, Qodari mengatakan tak mustahil posisi KSP bakal diberikan kepada kepala staf angkatan darat (KASAD).
Hal itu dikarenakan Panglima TNI saat ini berasal dari matra angkatan udara.
"Nah kalau pengganti Panglima TNI saat ini, melihat pola sebelumnya berarti akan mengarah ke KASAL ya. Karena dua terakhir itu AD dan AU, jadi berikutnya AL. Sehingga KSP peluangnya selain dari Panglima TNI juga dari KASAD. Apalagi KASAD juga sama-sama bintang empat seperti pak Moeldoko," katanya.
Sementara itu, Ray Rangkuti selaku Direktur Eksekutif Lingkaran Mardani sangat setuju posisi KSP diganti bila reshuffle kabinet terjadi.
Ada dua pertimbangan yang dilihat Ray. Pertama, bahwa tidak ada prestasi yang gemilang, semua berjalan datar dan normatif. Lompatan untuk memperbaiki kinerja kantor kepresidenan sepertinya biasa saja.
Kemudian, pertimbangan kedua Ray adalah sudah dua kali Moeldoko selaku kepala staf presiden melakukan tindakan yang jauh dari tugas pokoknya.
"Yakni ikut campur dalam internal Partai Demokrat dan melakukan somasi terhadap aktivis anti korupsi. Dua aktivitas yang justru menambah wajah pemerintahan Pak Jokowi makin negatif," kata Ray.
"Maka dengan mengganti beliau, setidaknya ada dua hal yang dapat diraih Jokowi, yaitu tidak perlu lagi dikaitkan dengan segala aktivitas politik pak Moeldoko, serta memberi kesempatan yang luas kepada pak Moeldoko untuk melangkahkan kaki menuju cita politik beliau," katanya. (Tribunnetwork/Vincentius Jyestha)