KPK Jebloskan Eks Dirut PTPN III Dolly Parlugutan Pulungan ke Lapas Sukamiskin
Eksekusi itu dilakukan berdasarkan putusan Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung (MA) RI Nomor: 237 PK/Pid.Sus/2021 tanggal 12 Juli 2021.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim jaksa eksekusi pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjebloskan eks Direktur Utama PT Perkebunan Nusantara (PTPN) III Dolly Parlugutan Pulungan ke Lapas Kelas I Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat.
Dolly merupakan terpidana kasus suap distribusi gula di PTPN III (Persero) tahun 2019.
Eksekusi itu dilakukan berdasarkan putusan Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung (MA) RI Nomor: 237 PK/Pid.Sus/2021 tanggal 12 Juli 2021.
"Jumat (27/8/2021) Jaksa Eksekusi Rusdi Amin dan Andry Prihandono telah melaksanakan Putusan Peninjauan Kembali MA RI Nomor : 237 PK/Pid.Sus/2021 tanggal 12 Juli 2021 atas nama terpidana Dolly Parlagutan Pulungan dengan cara memasukkannya ke Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Sukamiskin untuk menjalani pidana penjara selama 4 tahun dikurangi selama masa penahanan dan pidana yang sedang dijalani saat ini," kata Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Sabtu (28/8/2021).
Baca juga: ICW Rekomendasikan Dewas KPK Bawa Kasus Lili Pintauli ke Polisi Jika Terbukti Langgar Etik
MA mengabulkan PK Dolly Parlagutan Pulungan sebagai terpidana penerima suap distribusi gula di PTPN III.
Dalam putusan PK MA RI Nomor: 237 PK/Pid.Sus/2021 tanggal 12 Juli 2021, MA menjatuhkan hukuman 4 tahun pidana penjara dan denda Rp200 juta subsider 6 bulan kurungan.
Putusan itu mengurangi hukuman yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta yang menjatuhkan vonis 5 tahun penjara ditambah denda Rp300 juta subsider 3 bulan kurungan karena Dolly terbukti menerima suap sebesar 345.000 dolar Singapura atau sekitar Rp3,55 miliar.
Alasan dikabulkannya PK Dolly, menurut hakim PK, karena Dolly dinilai sebagai korban pemerasan dengan ancaman kekerasan dan penipuan yang dilakukan oleh saksi Arum Sabil.
"Saat ini terpidana telah melakukan penyetoran pembayaran denda sebesar Rp200 juta tersebut melalui rekening penampungan KPK dan untuk selanjutnya dilakukan penyetoran ke kas negara," kata Ali.
Dalam perkaranya, Dolly dan Direktur Pemasaran PTPN III I Kadek Kertha Laksana terbukti memberikan persetujuan long term contract (LTC) atau kontrak jangka panjang kepada Dirut PT Fajar Mulia Transindo Pieko Nyotosetiadi dan advisor PT Citra Gemini Mulia atas pembelian gula kristal putih yang diproduksi petani gula dan PTPN seluruh Indonesia.
Dari seluruh persyaratan sistem penjualan LTC, hanya perusahaan Pieko, yaitu PT Fajar Mulia Transindo yang mampu memenuhi persyaratan yang ditetapkan sehingga pada tanggal 23 Mei 2019 dilakukan penandatanganan kontrak antara Pieko dan Dolly Parlagutan.
Pada rapat 21 Juli 2019 di hotel Sheraton Surabaya, Dolly Parlagutan selaku Dirut PTPN III mengarahkan pola pendanaan dan pembelian gula petani pada LTC dan spot periode II sejumlah 75.000 ton agar diserahkan kepada perusahaan Pieko, yaitu PT Fajar Mulia Transindo dan PT Citra Gemini Mulia.
Sementara itu, gula milik PT PTPN III sebanyak 25.000 ton diserahkan penjualannya kepada PT KPBN.
Pada tanggal 31 Agustus 2019, Pieko bertemu Dengan Dolly Parlagutan dan perwakilan asosiasi petani tebu Arum Sabil di Hotel Shangri-La Jakarta.
Pada pertemuan itu Arum Sabil meminta uang kepada Pieko untuk keperluan Dolly Parlagutan dan Dolly juga mengatakan membutuhkan uang sebesar 250 ribu dolar AS.
Uang diberikan pada tanggal 2 September 2019 oleh pimpinan cabang PT Citra Gemini Mulia, Ramlin, kepada I Kadek Kertha Laksana dalam bentuk mata uang asing yaitu 345.000 dolar Singapura di Kantor PT KPBN Menteng, Jakarta atau setara Rp 3,55 miliar.