Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Tak Menyesal Langgar Etik
Majelis Etik Dewan Pengawas Korupsi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) menyatakan Lili Pintauli Siregar terbukti melanggar etik.
Editor: Adi Suhendi
"Putusan Dewas KPK terhadap pelanggaran kode etik yang dilakukan Wakil Ketua KPK Lili Pintauli sangat lembek," ujarnya.
Padahal sesuai dengan Pasal 4 ayat (2) Huruf b dan a Peraturan Dewan Pengawas Nomor 02 Tahun 2020 tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK, pelanggaran etik Lili termasuk kategori berat.
"Jadi potongan gaji pokok tidak banyak berpengaruh terhadap pengahasilan bulanan," ujarnya.
Pemotongan gaji ini pun hanya untuk gaji pokok.
Tidak berlaku untuk keseluruhan take home pay.
"Sayangnya opsi sanksi yang disediakan Perdewas 02/2020 untuk pelanggaran berat hanya dua: potong 40 persen gaji pokok atau diminta mundur," katanya.
Lembeknya putusan ini dinilai akan membuat citra KPK semakin buruk.
Kepercayaan masyarakat kepada KPK pun bisa makin luntur.
Ini juga menandai bahwa nama-nama besar di Dewas KPK tidak mampu menjamin ditegakkannya prinsip zero tolerance terhadap pelanggaran di internal KPK.
"Kedua, putusan lembek oleh Dewas ini menunjukkan sikap permisif dan toleran di internal KPK. Ke depan insan KPK tidak akan terlalu takut lagi melakukan pelanggaran, karena Dewas tidak keras terhadap pelanggaran," tegasnya.
Menurut Zaenur, sanksi kepada Lili harusnya sudah jelas yaitu diminta mundur dari pimpinan KPK sebagaimana diatur dalam Pasal 10 ayat 4 huruf b Perdewas 02/2020.
Selain sanksi etik, Lili juga dinilai bisa dijerat sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 36 UU 30/2002 jo Uu 19/2019 tentang KPK. Ancaman hukuman maksimalnya 5 tahun penjara.
Pasal 36 tersebut memuat larangan pimpinan KPK berhubungan dengan pihak yang berperkara dengan alasan apa pun.
Dalam kasus Lili, dia telah terbukti berkomunikasi dengan Syahrial.
"Menurut Pasal 65 UU KPK, pelanggaran atas ketentuan tersebut diancam pidana maksimal 5 tahun penjara. Mengapa berhubungan dengan pihak berperkara menjadi perbuatan terlarang di KPK? Karena dapat menjadi pintu masuk jual beli perkara atau pemerasan oleh insan KPK," katanya. (tribun network/ham/dod)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.