Jual-Beli Jabatan Jadi Modus Korupsi Tujuh Kepala Daerah
Ketujuh kepala daerah itu adalah kabupaten/kota Klaten, Nganjuk, Cirebon, Kudus, Jombang, Tanjungbalai, dan Probolinggo.
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat ada tujuh kepala daerah yang terlibat kasus suap jual beli jabatan dalam rentang 2016-2021.
Ketujuh kepala daerah itu yakni kabupaten/kota Klaten, Nganjuk, Cirebon, Kudus, Jombang, Tanjungbalai, dan Probolinggo.
"KPK mencatat kasus jual beli jabatan di lingkungan pemda sejak 2016 hingga 2021 ini telah melibatkan 7 Bupati, yaitu Klaten, Nganjuk, Cirebon, Kudus, Jombang, Tanjungbalai, dan terakhir Probolinggo," kata Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK, Ipi Maryati Kuding dalam keterangannya, Rabu (1/9/2021).
Tujuh bupati/wali kota yang terlibat dalam kasus jual beli jabatan, yakni Bupati Klaten Sri Hartini, Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat, Bupati Cirebon Sunjaya Purwadisastra, Bupati Kudus Muhammad Tamzil, Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko, Wali Kota Tanjungbalai Muhamad Syahrial, dan Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari.
Terus berulangnya kasus korupsi terkait pengisian jabatan di lingkungan pemerintah daerah, KPK mengingatkan kepada para kepala daerah agar menjauhi potensi benturan kepentingan dan penyalahgunaan wewenang, khususnya dalam proses lelang jabatan, rotasi, mutasi, dan promosi aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan pemerintahannya.
Baca juga: Puput Tantriana Jadi Tersangka Kasus Suap, Timbul Prihanjoko Ditunjuk Jadi Plt Bupati Probolinggo
"Jual beli jabatan menjadi salah satu modus korupsi yang kerap dilakukan kepala daerah," kata Ipi.
Dari hasil pemetaan KPK atas titik rawan korupsi di daerah, komisi antikorupsi mengidentifikasi beberapa sektor yang rentan terjadi korupsi, di antaranya terkait belanja daerah seperti pengadaan barang dan jasa.
Baca juga: Polri Limpahkan Tahap I Berkas Kasus Dugaan Suap Bupati Nganjuk
Kemudian, korupsi pada sektor penerimaan daerah mulai dari pajak dan retribusi daerah maupun pendapatan daerah dari pusat dan korupsi di sektor perizinan, mulai dari pemberian rekomendasi hingga penerbitan perizinan.
Intervensi
Dalam upaya pencegahan korupsi melalui perbaikan tata kelola pemerintahan daerah, KPK telah mendorong diimplementasikannya Monitoring Center for Prevention (MCP).
"Manajemen ASN merupakan salah satu dari delapan fokus area intervensi perbaikan tata kelola pemda yang terangkum dalam aplikasi tersebut," kata Ipi.
Baca juga: Temuan Jual Beli Jabatan di Probolinggo Diduga Sudah Berlangsung Lama, Ada Faktor Politik Dinasti
Kedelapan area intervensi tersebut adalah Perencanaan dan Penganggaran APBD, Pengadaan Barang dan Jasa, Perizinan, Pengawasan Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP), Manajemen ASN, Optimalisasi Pajak Daerah, Manajemen Aset Daerah, dan Tata Kelola Keuangan Desa.
Untuk mencegah benturan kepentingan dan penyalahgunaan wewenang kepala daerah dalam pengisian jabatan, KPK mendorong diimplementasikannya manajemen ASN berbasis sistem merit.
Dalam aplikasi MCP, terdapat lima indikator keberhasilan yang disyaratkan bagi pemda untuk dipenuhi, yaitu meliputi: ketersediaan regulasi manajemen ASN berupa Peraturan Kepala Daerah (Perkada) atau SK Kepala Daerah; sistem informasi; kepatuhan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dan pengendalian gratifikasi; tata kelola SDM; serta pengendalian dan pengawasan.
"Keberhasilan daerah dalam mewujudkan manajemen ASN yang mengedepankan nilai-nilai profesionalisme dan integritas sangat tergantung pada komitmen kepala daerah dalam menerapkan prinsip-prinsip tata kelola SDM yang akuntabel dan bebas kepentingan, termasuk tidak menjadikan proses pengisian jabatan di instansinya sebagai lahan untuk korupsi," katanya. (ilham/tribunnetwork/cep)