Komnas HAM Didesak Selidiki Pembunuhan Munir Dalam Kerangka UU HAM dan Pengadilan HAM
Kasus tersebut, kata dia, bukan pembunuhan sebagaimana dijelaskan dalam KUHP pasal 338 dan 340 yang tergolong dalam kejahatan biasa.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komite Aksi Solidaritas Untuk Munir (KASUM) Usman Hamid mendorong Komnas HAM menyelidiki kasus pembunuhan aktifis HAM Munir Said Thalib dalam kerangka Undang-Undang (UU) Nomor 39/1999 tentang HAM dan UU Nomor 26/2000 tentang pengadilan HAM.
Usman menjelaskan kasus pembunuhan Munir adalah kejahatan luar biasa.
Kasus tersebut, kata dia, bukan pembunuhan sebagaimana dijelaskan dalam KUHP pasal 338 dan 340 yang tergolong dalam kejahatan biasa.
Usman mengatakan pembunuhan Munir merupakan kejahatan politik atau yang di dalam literatur dikenal sebagai political assasination.
Pembunuhan politik, kata dia, terjadi di dalam momen politik tertentu termasuk pemilihan umum.
Ia mengingatkan Munir dibunuh di hari-hari menjelang putaran akhir Pemilu 2004.
Dalam putaran pertama pemilu tersebut, kata dia, Munir ikut menjadi bagian warga masyarakat yang mendukung salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Sebagai pembunuhan politik, kata Usman, kasus pembunuhan Munir lebih tepat bila ditangani dengan cara yang luar biasa pula yakni dengan dilihat sebagai pelanggaran HAM berat.
Pelanggaran HAM yang berat dalam kasus Munir tersebut di dalam UU Pengadilan HAM memenuhi kategori kejahatan terhadap kemanusiaan.
Namun demikian, kasus pembunuhan Munir menurutnya bisa diperiksa dalam kategori extraordinary crime yang juga diatur dalam UU 39 tahun 1999 tentang HAM yakni extra judicial killing.
Extra judicial killing tersebut, kata dia, tidak disebut di dalam UU Pengadilan HAM nomor 26/2000 yang mengatur pelanggaran HAM Berat, tetapi diatur dalam UU HAM nomor 39/1999.
Baca juga: KASUM Sebut Nama-nama yang Belum Diperiksa Terkait Pembunuhan Munir, ada AM Hendropriyono
Seharusnya, kata dia, UU Pengadilan HAM yang mengatur pelanggaran HAM yang berat tersebut tidak lagi mengatur delik pelanggaran HAM-nya, melainkan cukup merujuk pada delik pelanggaran HAM berat di dalam UU 39 tahun 1999.
UU pengadilan HAM tersebut, kata dia, seharusnya hanya mengatur hukum acara pidana untuk memeriksa pelanggaran berat HAM yang terjadi di dalam UU HAM yakni extra judicial killing.
Dengan demikian, kata dia, kasus pembunuhan Munir tidak harus dibuktikan serumit apa yang disebut sebagai crime against humanity.