Darurat Kekerasan Seksual terhadap Perempuan dan Anak, PSI Desak Kementerian PPPA Responsif
Di lapangan, masyarakat kebingungan soal syarat visum dan biayanya yang sangat mahal. Mary menceritakan, saat membuat laporan polisi
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komite Solidaritas Pelindung Perempuan dan Anak (KSPPA) DPP PSI meminta Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) responsif menangani masifnya kejahatan dan kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak.
"Dari yang kami jalani, juga laporan yang kami terima dari masyarakat, perlu ada langkah cepat dari kementerian PPPA, jangan lamban! Indonesia sedang darurat kekerasan seksual," kata Anggota Komite Solidaritas Pelindung Perempuan dan Anak DPP PSI, Mary Silvita, kepada wartawan, Jumat (10/9/2021).
Baca juga: Kemen PPPA Dampingi Anak Kasus Kekerasan Ritual Pesugihan di Gowa hingga Tuntas
Melalui KSPPA, PSI melakukan beberapa advokasi terhadap kasus pelecehan dan kekerasan seksual. "Korban dan keluarga kesulitan mendapatkan informasi dan pertolongan, kondisi yang sangat memberatkan korban," ujar Mary.
Di lapangan, masyarakat kebingungan soal syarat visum dan biayanya yang sangat mahal. Mary menceritakan, saat membuat laporan polisi di Polres Jakarta Selatan, mereka dirujuk ke RSCM untuk pengambilan visum.
“Nah, meskipun dari Polres sudah menginformasikan bahwa biaya visum gratis, kami masih mendapat tagihan sebesar Rp. 1.136.000.00 dari Rumah Sakit. Setelah berkoordinasi dengan pihak polres barulah kami mendapat kepastian bahwa kami dibebaskan dari biaya visum. Dari sini kami melihat adanya celah misinformasi yang berpotensi membingungkan masyarakat,” katanya.
Baca juga: Menteri PPPA: Anak yang Paling Tahu Masalah dan Solusi yang Melingkupi Diri Mereka
Selain simpang siurnya informasi mengenai visum dan segala biayanya, KSPPA juga menemukan kendala mengakses hotline layanan sejiwa di nomor 119 yang disediakan kementerian PPPA.
“Sampai keriting jari saya juga ini gak ada yang mengangkat. Bagaimana jika ada korban yang betul-betul dalam keadaan emergency? Tidak terbayang saya risiko terburuk akibat hotline zonk ini,” kata Mary.
Hotline ini dianggap terkesan hanya formalitas tanpa diurus dengan serius. Sehingga keberadaan hotline ini tampak tidak membantu korban kejahatan seksual.
KSPPA DPP PSI memulai Pilot Project pendampingan korban kekerasan seksual untuk merumuskan SOP yang tepat yang bisa dilakukan secara mandiri oleh masyarakat jika mereka melihat atau menjadi korban kejahatan seksual.
Sejak diluncurkan pada Juni 2021 lalu, KSPPA telah menerima berbagai pengaduan dari masyarakat. Mulai dari pengaduan soal KDRT, penelantaran, pemerkosaan dan perdagangan/prostitusi anak serta predator anak yang merajalela.
Direktorat Perempuan dan Anak DPP Partai Solidaritas Indonesia yang dikoordinir oleh Imelda Berwanty Purba membentuk Komite Solidaritas Pelindung Perempuan dan Anak sebagai satuan tugas khusus untuk membantu para perempuan dan anak korban kekerasan dan kejahatan seksual.
Komite ini kemudian dikoordinir oleh Karen Pooroe, Finalis Indonesian Idol sekaligus penyintas KDRT yang berkomitmen untuk berjuang bersama PSI membantu para perempuan dan anak yang mendapat kekerasan atau mengalami kejahatan seksual untuk mendapatkan keadilan dan pemulihan.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.