Korban Disuruh Teken Surat Damai Oleh Komisioner KPI, Ini Kata Kuasa Hukum
Kasus dugaan pelecehan seksual dan perundungan yang dialami pegawai Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) berujung pada pelaporan yang dilakukan oleh korba
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, TANGERANG - Kasus dugaan pelecehan seksual dan perundungan yang dialami pegawai Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) berujung pada pelaporan yang dilakukan oleh korban dan terduga pelaku.
Terbaru, pihak korban, MS, mengaku disuruh untuk meneken surat damai dan tak melanjutkan proses hukum kasus yang penyelidikannya tengah bergulir itu.
Hal itu diketahui seusai MS menghadiri pertemuan di Gedung KPI pada Rabu (8/9/2021) kemarin.
Ketua Tim Kuasa Hukum MS, Mehbob mengungkapkan pertemuan itu diinisiasi oleh pihak komisioner KPI.
Dia mengatakan, salah satu komisioner KPI menelepon kliennya dan meminta untuk datang ke kantor KPI tanpa didampingi pengacara.
"Klien kami ditelepon oleh komisioner ditunggu di KPI. Tiba-tiba tanpa adanya komisioner di sana, mungkin itu sudah skenario mereka, tiba-tiba sudah ada surat perdamaian. Dia disuruh tanda tangan," kata Mehbob kepada Tribunnews.com, Jumat (10/9/2021).
Meski Mehbob tak menyebutkan siapa nama Komisioner KPI itu, pada saat MS menghadiri pertemuan dengan terlapor, orang tersebut tak ada dalam pertemuan itu.
Hanya ada salah satu pejabat KPI yang tergabung dalam tim investigasi internal dan sejumlah terduga pelaku pelecehan seksual terhadap MS.
Baca juga: Korban Pelecehan Pegawai KPI Diajak Berdamai, Dianggap Tak Punya Bukti, Bakal Dilaporkan Balik
"Orang yang mengaku Komisioner KPI yang menelepon MS rupanya tak hadir dalam pertemuan itu. Hanya ada tim internal dan beberapa orang terlapor," tutur Mehbob.
Saat pertemuan itu berlangsung, MS menolak menandatangani surat perdamaian itu.
Sebelumnya, Mehbob sudah melakukan pengarahan kepada MS agar menolak semua tawaran damai yang dilakukan oleh pihak terlapor.
"Dia menolak karena sudah mendapat arahan dari kami. Termasuk disuruh teken surat perdamain dan pencabutan pelaporan," kata Mehbob.
Surat perdamaian tidak adil
Mehbob mengatakan, surat perdamaian yang dibuat itu memuat poin yang sangat tidak adil bagi MS.
Salah satunya yakni MS harus mengakui bahwa perbuatan pelecehan seksual itu tidak pernah ada padahal kejadian itu nyata menurut MS.
"Sangat berat sebelah sekali. Seolah perbuatan itu tidak ada. Jelas tidak adil," kata Mehbob.
Dia menambahkan, saat ini kliennya masih mengalami kelelahan secara psikis karena terus mendapatkan intimidasi dari pihak terlapor.
Namun pihaknya memastikan tim kuasa hukum terus berupaya meyakinkan MS agar tetap melanjutkan upaya hukum yang sedang berjalan.
"Kami sudah berkomunikasi dengan MS agar melanjutkan proses hukum ini. Memang klien kami mengalami trauma psikis dan kelelahan selama proses pemeriksaan sampai ada upaya intimidasi dari pihak-pihak yang diduga terlapor," tandas Mehbob.