Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pascaputusan MA dan MK, KPK: Tepis TWK Maladministrasi dan Langgar HAM

Apresiasi putusan MA dan MK soal tes wawasan kebangsaan (TWK), Ombudsman RI dan Komnas HAM diminta berhenti mengurusi pelaksanaan TWK.

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Theresia Felisiani
zoom-in Pascaputusan MA dan MK, KPK: Tepis TWK Maladministrasi dan Langgar HAM
Tribunnews.com/Ilham
Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengapresiasi putusan Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait tes wawasan kebangsaan (TWK).

Untuk itu, Ombudsman RI dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) diminta berhenti mengurusi pelaksanaan TWK.

"MK dan MA untuk menegakkan supremasi hukum dan ini menegaskan bahwa tidak boleh lagi ada lembaga-lembaga lain yang membersamai  dan menandingi kewenangan MK dan MA," ujar Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron lewat keterangan tertulis, Jumat (10/9/2021).

Baca juga: MA Tolak Gugatan Uji Materi TWK KPK, Novel Baswedan Berharap kepada Jokowi

Ghufron menuturkan, MA dan MK merupakan lembaga negara yang berwenang untuk menguji keabsahan perundang-undangan.

Menurutnya, rekomendasi Ombudsman dan Komnas HAM tidak perlu dilanjutkan karena MA dan MK sudah bersabda.

"MK dan MA telah memutuskan bahwa Perkom Nomor 01 Tahun 2021 tentang tatacara Peralihan Pegawai KPK Menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) adalah konstitusional dan sah," ujar Ghufron.

"Hal ini menepis tuduhan bahwa Perkom 1/2021 yang di dalamnya mengatur TWK pembentukannya dilakukan secara maladministrasi termasuk tuduhan bahwa melanggar HAM sebagai hak konstitusional pegawai KPK," tambahnya.

Baca juga: MA Tolak Gugatan Uji Materiil Pegawai KPK Terkait TWK

Berita Rekomendasi

Namun begitu, pihaknya menghargai segenap pihak dan pegawai KPK yang telah menyalurkan haknya konstitusional untuk memohon pengujian tafsir terhadap Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 dan Perkom Nomor 1 Tahun 2021.

Sebelumnya, MA menolak permohonan uji materi pegawai nonaktif KPK nonaktif Yudi Purnomo dan Farid Andhika terkait Perkom 1/2021.

Majelis menilai secara substansial desain pengalihan pegawai KPK menjadi ASN mengikuti ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN dan peraturan pelaksanaannya.

TWK, menurut majelis hakim agung, menjadi satu di antara yang diterima sebagai ukuran objektif untuk memenuhi syarat pengisian jabatan tersebut.

TWK juga menjadi syarat saat seleksi ASN dan saat pengembangan karier pegawai negeri sipil (PNS).

Baca juga: KPK Ultimatum Pejabat Bandel Segera Lapor Harta Kekayaan

Majelis berujar Perkom 1/2021 tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi yaitu UU 19/2019, PP 41/2020, dan Putusan MK nomor: 70/PUU-XVII/2019, serta Putusan MK nomor: 34/PUU-XIX/2021.

"Mengadili, menolak permohonan keberatan hak uji materiil Pemohon I: Yudi Purnomo dan Pemohon II: Farid Andhika. Menghukum Pemohon I dan Pemohon II untuk membayar biaya perkara Rp1 juta," demikian dikutip dari situs MA, Kamis (9/9/2021).

Sementara, MK menolak seluruh permohonan KPK Watch Indonesia terkait pasal peralihan status pegawai KPK menjadi ASN dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.

MK memutuskan proses alih status pegawai KPK lewat TWK tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Putusan itu menegaskan bahwa TWK tetap konstitusional.

“Amar putusan, mengadili, menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya," ucap Ketua MK Anwar Usman saat membacakan putusan dikutip YouTube MK, Selasa (31/8/2021).

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas