Pengamat : Indonesia Tak Usah Malu Mencontoh Negara Maju dalam Manajemen Tata Kelola Lapas
Peristiwa kebakaran dengan diduga terdapat konsleting listrik tersebut justru semakin menunjukkan pemerintah tak serius menangani warga binaan
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tragedi terbakarnya Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Tangerang yang mengakibatkan 44 warga binaan tewas disorot Pengamat politik dan kebijakan publik Universitas Syekh Yusuf (UNIS) Tangerang, Adib Miftahul.
Kejadian yang juga membuat konsumsi pemberitaan banyak media luar negeri ini, seolah menunjukkan hak asasi manusia warga binaan begitu murah.
Adib menilai peristiwa kebakaran dengan diduga terdapat konsleting listrik tersebut justru semakin menunjukkan pemerintah tak serius menangani warga binaan yang ada didalam penjara.
Sebab sudah begitu lama masalah di Lapas, seperti bangunan tak layak, over kapasitas, fasilitas yang minim seolah ini tak bisa diselesaikan.
Baca juga: Tangis Histeris Keluarga Saat Terima Jenazah Rudhi Korban Kebakaran Lapas Kelas I Tangerang
"Sebagus apapun manajemen pengelolaan Lapas kalau gedungnya tua, fasilitas banyak tak layak, didukung dengan minimnya teknologi, jangan kaget kalau kejadian seperti ini bakal terulang lagi. Nah disini penting soal dukungan anggaran," kata Adib, ketika dihubungi, Jumat (10/9/2021).
Adib juga menambahkan salah satu kunci penting untuk menyelesaikan masalah pelik terkait manajemen lapas adalah political will.
Padahal dukungan politik dan anggaran ini yang selalu didengungkan terutama oleh DPR RI, tetapi juga masih setengah hati.
"Political will dan dukungan anggaran sangat penting.
Kan anggota DPR RI itu kalau reses sering kan kunjungan kerja ke Lapas. Mereka sudah tahu betul apa yang terjadi di Lapas.
Kalau masalah di Lapas tak bisa diselesaikan, yah setengah hati," tambahnya.
Adib juga berpendapat, Lapas adalah tempat memanusiakan warga binaan yang tengah menjalani masa hukuman agar menjadi manusia yang bermanfaat di kemudian hari.
"Nah ini seharusnya sejalan dengan revolusi mental yang menjadi prioritas presiden.
Walaupun mereka bersalah secara hukum tetapi mereka adalah manusia. Negara berkewajiban menjaga mereka. Memperbaiki mereka jadi orang baik lagi," tegasnya.
Menurutnya prioritas saat ini sebagai pekerjaan rumah adalah berupa grand design sebuah lapas yang manusiawi dengan pengelolaan manajemen yang baik.
Baca juga: Sejumlah Saksi Bakal Diperiksa Kembali untuk Ungkap Kasus Kebakaran Lapas Kelas I Tangerang
Adib mengatakan tak usah malu mencontoh negara maju dalam hal manajemen tata kelola Lapas.
"Bisa menunjuk konsultan independen guna mempelajari manajemen lapas seperti di luar negeri. Nantinya, konsultan akan memberikan rekomendasi bagi pemerintah untuk merumuskan langkah-langkah yang diperlukan dalam jangka pendek maupun panjang. Bisa juga dalam hal pembenahan lapas, menjalin hubungan dengan otoritas-otoritas serupa luar negeri," jelasnya lagi.
Jika masalahnya ada pada over kapasitas, seharusnya sinergi para pemangku kepentingan antara Kemenkumhan dan DPR RI terjalin dengan baik.
"Ingat ada 44 nyawa. Saya dapat informasi malah kalau petugas Lapas tak berjibaku, menyelamatkan, bisa ratusan yang meninggal. Masalah ini sudah bertahun tahun. Duit kita (APBN) kan ada," pungkasnya.