Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Perempuan Indonesia Antikorupsi: Rasa Malu Harus Muncul Dalam Diri Pimpinan KPK

Rentetan pelanggaran etik yang dilakukan pimpinan KPK mulai dari Firli Bahuri hingga terakhir Lili Pintauli Siregar menjadi sorotan.

Penulis: Gita Irawan
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Perempuan Indonesia Antikorupsi: Rasa Malu Harus Muncul Dalam Diri Pimpinan KPK
Kanal Youtube Rumah Pemilu
Gita Putri Damayana dari PSHK yang merupakan bagian dari Perempuan Indonesia Antikorupsi (PIA) saat Media Briefing Perempuan Indonesia Antikorupsi: Pernyataan Sikap Atas Pelanggaran Etik Pimpinan KPK Serta Pandangan Atas Kinerja KPK yang disiarkan di kanal Youtube Rumah Pemilu pada Senin (13/9/2021). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gita Putri Damayana dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) yang merupakan bagian dari Perempuan Indonesia Antikorupsi (PIA) menyoroti minimnya berita atau perkembangan positif mengenai pemberantasan korupsi di Indonesia sejak 2019.

Terlebih sejak revisi Undang-Undang KPK dan terpilihnya jajaran pimpinan KPK yang baru.

Ia juga menyoroti sejak awal telah terjadi rentetan pelanggaran etik yang dilakukan pimpinan KPK mulai dari Firli Bahuri hingga terakhir Lili Pintauli Siregar.

Terkait dengan kasus Lili, ia mengatakan berkomunikasi dengan tersangka korupsi adalah suatu hal yang tidak terbayangkan pada periode-periode sebelumnya.

Terlebih, kata dia, sanksi yang dijatuhkan Dewan Pengawas KPK untuk pelanggaran etik semacam itu relatif ringan dibandingkan dengan skala pelanggaran sebelumnya.

Sementara itu, di sisi lain, kata dia, puluhan orang yang konsisten bekerja keras untuk KPK, malah digusur dan disingkirkan secara paksa melalui Tes Wawasan Kebangsaan.

Baca juga: KPK Sebut Dakwaan AKP Robin Sesuai Proses Penyidikan

Padahal, kata dia, individu-individu tersebut memiliki rekam jejak yang jelas dan memiliki peran kunci dalam pengungkapan kasus-kasus besar.

Berita Rekomendasi

Selanjutnya, kata dia, tuntutan kasus korupsi yang semula wacananya maksimal hukuman mati malah justru hanya 11 tahun.

Terlebih, kata dia, ada upaya memperhalus istilah koruptor menjadi penyintas, bahkan memberi panggung pada mereka untuk berbicara mengenai pencegahan antikorupsi.

Hal tersebut disampaikannya dalam Media Briefing Perempuan Indonesia Antikorupsi: Pernyataan Sikap Atas Pelanggaran Etik Pimpinan KPK Serta Pandangan Atas Kinerja KPK yang disiarkan di kanal Youtube Rumah Pemilu pada Senin (13/9/2021).

Baca juga: Sambut Jokowi dengan Poster Bertuliskan Pak Tolong Benahi KPK, 7 Mahasiswa UNS Diamankan

"Kami semua perempuan yang ada di pernyataan sikap ini mewakili para ibu, kakak, tante, dan nenek dari generasi penerus Indonesia. Pembusukan yang terjadi di KPK harus berhenti. Rasa malu harus terbit di antara pimpinan KPK. Mereka sudah gagal memberi teladan," kata dia.

Selain itu, Gita juga menyoroti peelunya Dewan Pengawas KPK untuk refeleksi terkait keberadaan mereka apakah sebetulnya melakukan pengawasan secara konsisten dan disiplin atau justru larut melemahkan KPK.

Baca juga: Jaksa Ungkap Siasat Eks Penyidik KPK dan Advokat Atur Perkara

"Presiden juga perlu melihat kisruh di KPK bahwa perlu ada refleksi sebetulnya seperti apa beliau ingin tercatat dalam sejarah. Karena yang menjadi hakim bukan generasi yang ada sekarang, bukan kita-kita ini yang menjadi hakim, tapi generasi penerus dan sejarah," kata Gita.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas