Pengamat: Mengganti Menteri Berpredikat Pembangunan Ibarat Seperti Berjudi
Presiden Joko Widodo sepertinya harus cermat dan penuh perhitungan dalam melakukan perombakan pos-pos kementerian.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat politik Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komarudin mengatakan Presiden Joko Widodo sepertinya harus cermat dan penuh perhitungan dalam melakukan perombakan pos-pos kementerian.
Khususnya kementerian yang selama ini menjadi pengawal program utama Jokowi yakni pembangunan infrastuktur.
Menurutnya, banyak proyek-proyek yang harus dikawal oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan Kementerian Perhubungan sebelum berakhirnya masa jabatan Jokowi.
Baca juga: Dorong Sandiaga Maju Pilpres, Relawan Kawan Sandi Deklarasi di Atas Kapal Nelayan
Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) ini menegaskan dalam mengganti menteri yang terpenting ialah harus didasari dengan kinerja, bukan berlandaskan politis.
"Pembangunan-pembangunan selama ini kan kerja-kerja dari Menteri-menteri sekarang ini. Persoalannya adalah, reshuffle itu hak prerogatif Presiden. Memang jadi seperti langkah judi (kalau Jokowi mengganti kedua Menteri tersebut),” kata Ujang, kepada wartawan, Rabu (15/9/2021).
Baca juga: Jampidsus Pamer Kinerja Pemberantasan Korupsi Kejaksaan Lebih Baik dari KPK dan Polri
Beberapa proyek strategis nasional yang tengah dijalankan oleh Kementerian PUPR antara lain pembangunan 48 bendungan, pembangunan 406 km jalan tol, 25.000 hektare daerah irigasi, 2.012 lt/dtk SPAM, 9.705 unit rumah susun, serta rehabilitasi sekolah/perguruan tinggi/gedung olahraga.
Sementara proyek strategis Kementerian Perhubungan adalah Pelabuhan Patimban, Bandara YIA dan Kereta Bandara YIA, MRT Jakarta, KRL Jogja-Solo serta pelabuhan di 10 destinasi.
Semua proyek itu menurut Ujang dapat terwujud dan sesuai dengan target. Apabila nanti Jokowi mengganti dua menteri tersebut, maka dikhawatirkan bisa membahayakan kelanjutan pembangunan.
"Pasti terhambat, karena ganti Menteri dipastikan ganti kebijakan, oleh karena itu tadi, Presiden harus pandai-pandai untuk mengkalkulasi reshuffle itu, agar tidak terjadi itu tadi, kemandekan pembangunan," tandas Ujang.