Kapal China Masuk Perairan Natuna, Pemerintah Diminta Bersikap Tegas
Mulyanto mempertanyakan peran Menhan Prabowo dan Menko Marves Luhut selama ini terhadap pelanggaran yang terjadi.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Dewi Agustina
Jadi pemerintah seharusnya bisa memberi jaminan keamanan terhadap proses eksplorasi dan eksploitasi itu.
"Kalau tidak maka target 1 juta bph hanya angan-angan belaka. Jadi sudah sepantasnya Pemerintah bertindak tegas mengusir kapal-kapal asing dari perairan kita. Apalagi ini sudah sampai mengganggu upaya penambangan migas kita. Kita tidak boleh diam," ucap Mulyanto.
Untuk diketahui Badan Keamanan Laut (Bakamla) menyatakan kapal-kapal China di perairan Natuna Utara dekat Laut China Selatan kerap mengganggu aktivitas pertambangan kapal-kapal Indonesia.
Bahkan ratusan hingga ribuan kapal China juga memasuki perairan Indonesia tanpa terdeteksi radar.
Kapal coast guard China dikabarkan mengganggu atau membayang-bayangi kerja daripada rig noble yang berbendera Indonesia di bawah Kementerian ESDM.
"Pemerintah harus mendukung kerja pengawasan Bakamla ini. Jangan sampai keterbatasan kemampuan operasional yang ada membuat kita membiarkan berbagai gangguan dari kapal-kapal asing terhadap kedaulatan negara yang bahkan mengancam kepentingan nasional kita," kata Mulyanto.
Blok Tuna merupakan wilayah Kerja migas di lepas pantai Indonesia. Blok ini terletak di Laut Natuna di dekat perbatasan Vietnam, dengan kedalaman air sekitar 110 meter.
Secara signifikan, pengeboran ini didanai oleh Zarubezhneft yang didukung Rusia.
Pengeboran sumur eksplorasi Singa Laut-2 di blok Tuna dilaksanakan oleh Premier Oil Tuna B.V. Tahun 2020 lalu, perusahaan ini telah mendapatkan partner baru yakni Zarubezhneft.
Zarubezhneft adalah perusahaan migas milik pemerintah Rusia yang dilaporkan mengakuisisi 50 persen hak partisipasinya melalui anak usahanya, ZN Asia Ltd. Akuisisi ini membuat Premier Oil berganti menjadi Harbour Energy.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.