Pejabat Publik Dinilai Antikritik, Berikut Tanggapan Jubir Presiden, Moeldoko Hingga Indeks 98
Tanggapan Jubir Presiden, Moeldoko Hingga Indeks 98 terkait isu pejabat publik dinilai anti kritik
Penulis: Galuh Widya Wardani
Editor: Daryono
TRIBUNNEWS.COM - Juru Bicara Presiden, Fadjroel Rachmad menanggapi soal pejabat publik yang dinilai anti-kritik.
Fadjroel menyebut negera Indonesia adalah negara hukum, sehingga alangkah baiknya jika masyarakat tidak main hakim sendiri.
Hal tersebut disampaikan oleh Fadjroel dalam forum diskusi Satu Meja The Forum yang ditayangkan Kompas Tv, Kamis (16/9/2021).
"Negera ini negara hukum, orang tidak boleh main hakim sendiri, tidak boleh menfitah orang seenaknya, itu ada konsekuansi hukumnya. Jadi ini biasa saja, nanti terbuka sendiri kok kebenarannya," kata Fadjroel.
Bagi Fadjroel , semua orang sama dimata hukum.
Apabila seseorang merasa difitnah dan dihina, orang tersebut dapat melaporkannya kepada pihak berwajib.
Baca juga: Sosok Iti Jayabaya, Bupati Lebak Bubarkan Acara Demokrat Kubu Moeldoko, Pernah Ancam Kirim Santet
Baca juga: Acara Kubu Moeldoko Bubar, Lepas Atribut Partai Demokrat Usai Didatangi Iti Jayabaya Bupati Lebak
Mengingat, kata Fadjroel, setiap orang tidak boleh berlaku sewenang-wenang kepada orang lain.
"Semua orang sama di mata hukum, jika ada orang yang merasa difitnah, dihina, silakan (melaporkannya) dan itu sebagai cara untuk belajar juga bahwa setiap orang tidak boleh berlaku sewenang-wenang pada orang lain," terang Fadjroel.
Menanggapi hal tersebut, pengamat politik UIN Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno, mengatakan bahwa setiap orang berhak untuk melindungi nama baiknya.
Baik itu pejabat maupun rakyat biasa.
Terlebih jika ada tuduhan ataupun fitnah yang menyangkut nama baiknya.
"Semua orang itu tentunya memiliki kepentingan untuk melindungi nama baik, bukan hanya pejabat saja, bahkan rakyat biasa pun juga berkepentingan untuk melindungi nama baik," kata Adi.
Baca juga: Moeldoko Tak Hadiri Acara HUT Demokrat di Tangerang, Hencky: Mungkin Ada Halangan
Meski begitu, kata Adi, alangkah baiknya jika seorang pejabat publik mendapatkan kritikan, lebih baik menunjukkan kebenarannya daripada melaporkannya.
Atau dapat menanggapinya dengan melakukan pertemuan secara langsung, diskusi dan dibuka kepada publik.
"Kalau memang merasa dirugikan dengan temuan-temuan mereka (kritik atau masukan) apa susahnya mereka (pejabat dan pengkritik) bertemu head to head dan tampilkan kepada publik, sebenarnya siapa yang bohong, siapa yang fitnah dan siapa yang hoaks, kan itu tidak terjadi," kata Adi.
Moeldoko Sebut Dirinya Tak Antikritik
Mengutip Tribunnews.com, Kamis (16/9/2019), Kepala Kantor Staf Kepresidenan, Moeldoko menyebut bahwa dirinya bukan sosok yang anti-kritik.
Selama mempin KSP, Moeldoko selalu memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk datang menyampaikan aspirasi.
Apalagi saat pihaknya membuka program 'KSP Mendengar' untuk membuka pintu komunikasi dengan publik.
Baca juga: Dapat Nilai C dari ICW, Begini Respons Kejaksaan Agung
Hal tersebut dikatakan Moeldoko setelah melaporkan dua peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Egi Primayogha dan Miftah ke Bareskrim Polri, Jumat (10/9/2021).
"Nggak, Moeldoko nggak pernah antikritik. Kita membuka program di KSP mendengar itu. Orang yang datang ke KSP saya suruh marah-marah gebrak meja. Biasa saja saya. Nggak ada antikritik."
"Program saya KSP mendengar, sengaja saya berikan peluang masyarakat untuk datang ke KSP kita terima dengan baik. Kita beri mic, silakan mau marah. Karena mungkin ada sumbatan-sumbatan komunikasi. Biasa saya. Gak ada masalah," kata Moeldoko di Bareskrim Polri, Jakarta, Jumat (10/9/2021).
Menurut pengakuannya, Moeldoko melaporkan kedua peneliti ICW lantaran masalah ini telah berkaitan dengan pribadi diri dan keluarganya.
"Tapi ini lain persoalannya. Ini sudah berkaitan dengan persoalan pribadi yang harus diselesaikan. Saya punya istri punya anak nanti jadi beban mereka. Saya tidak ingin Itu," kata Moeldoko.
Baca juga: ICW Nilai Kinerja Penindakan KPK Selama Januari-Juni 2021 Buruk
Sebagai informasi, Moeldoko disebut-sebut memiliki konflik kepentingan mengenai obat Ivermectin dan ekspor beras.
Tanggapan Direktur Eksekutif Indeks 98
Direktur Eksekutif Indeks 98, Wahab Talaohu, turut menanggapi soal perseteruan antara Moeldoko dengan ICW.
Menurut Wahab, pelaporan Moeldoko tersebut sudah sesuai aturan yang berlaku dan tidak mencederai semangat demokrasi.
Apalagi untuk mencari kebenaran dan demi menjaga harkat dan martabat Moeldoko dan keluarganya.
“Justru yang dilakukan Moeldoko adalah langkah hukum demi menghormati iklim demokrasi. Tujuannya tentu saja mencari kebenaran dan demi menjaga harkat dan martabat dirinya dan keluarga yang telah dizolimi oleh peneliti ICW," ujar Wahab kepada Tribunnews.com, Senin (13/9/2021).
Laporan tersebut, kata Wahab, tidak datang tiba-tiba, tetapi telah melalui prosedur yang benar.
Baca juga: Pakar Hukum Tanggapi Langkah Moeldoko yang Laporkan 2 Peneliti ICW ke Bareskrim
Sebelumnya, dikabarkan pihak Moeldoko telah melayangkan tiga kali somasi kepada ICW.
Namun ICW masih terus mengelak dan tidak mampu membuktikan tuduhannya.
Akhirnya, Moeldoko menempuh jalur hukum.
“ICW selalu berdalil bahwa yang dilakukan adalah demi mitigasi potensi KKN di tengah pandemi Covid-19. Namun yang mereka lakukan justru terbalik. ICW justru membuat tuduhan dan pencemaran nama baik. Sudah tiga kali somasi dilayangkan oleh Pak Moeldoko demi melakukan klarifikasi."
"Namun tiga kali pula ICW tidak mampu membuktikan tuduhannya tersebut, tidak mau mengakui kekeliruan dan minta maaf. Maka kalu sudah begitu, jalan satu-satunya adalah pengadilan,” kata Wahab.
Olek karena itu, Wahab meminta ICW menghormati Langkah hukum yang ditempuh oleh Moeldoko.
(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani/Igman Ibrahim/Reza Deni)
Simak juga wawancara eksklusif dengan Mendikbud Ristek Nadiem Makarim di bawah ini: