Cegah Gugurnya Petugas Pemungutan Suara, KPU Minta Ada Jamkes dan Honor Layak
Cegah insiden meninggalnya para PPS saat bertugas di Pemilu 2024 mendatang, KPU usul ada jaminan kesehatan dan honor layak bagi petugas pemilu.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Theresia Felisiani
Ilham menjelaskan alasan menambah masa kampanye ini berkaitan dengan distribusi logistik ke Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Sehingga, diharapkan waktu 7 bulan kampanye akan menghindari potensi keterlambatan pengiriman logistik ke TPS.
Dalam waktu 7 bulan tersebut, KPU akan melakukan proses pengadaan logistik selama 1 bulan.
Durasi itu sudah termasuk potensi penambahan waktu jika ada gagal lelang 2 bulan.
"Oleh karenanya usulan KPU kita menambahkan durasi kampanye dengan menyamakan durasi kampanye pada pelaksanaan pemilu 2019 yaitu selama 209 hari atau 7 bulan untuk menghindari potensi tidak tepatnya logistik datang ke TPS," ucapnya. "Kemudian pelaksanaan pekerjaan ini termasuk proses produksi sampai pengiriman kabupaten kota 3 bulan, pengelolaan gudang itu 50 hari," lanjutnya.
Sementara itu, pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) memiliki pandangan berbeda dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait usulan waktu pemungutan suara Pemilu 2024.
Mendagri Tito Karnavian menyampaikan usulan pemungutan suara Pemilu 2024 pada bulan April atau Mei 2024.
Hal itu berbeda dengan usulan KPU yaitu pada 21 Februari 2024.
"Kami mengusulkan agar hari pemungutan suaranya dilaksanakan pada bulan April seperti tahun-tahun sebelumnya. Atau kalau masih memungkinkan Mei 2024," kata Tito.
Baca juga: Masa Jabatan Komisioner KPU Daerah Diusulkan Diperpanjang
Tito menjelaskan alasan Pemilu 2024 diusulkan pada April atau Mei 2024.
Mantan Kapolri itu menyebut jika Pemilu 2024 digelar pada bulan Februari, akan memajukan semua tahapan sebelumnya, setidaknya pada Juni 2022.
Hal itu tentu akan berdampak pada memanasnya suhu politik nasional dan daerah yang berdampak pada aspek keamanan dan pembangunan.
"Penentuan hari pemungutan suara akan berdampak ke belakang pada pentahapan, ini akan berdampak pada polarisasi, stabilitas politik keamanan, eksekusi program-program pemerintah daerah dan lain-lain, bukan hanya pusat daerah juga, kan semua berdampak," ujar Tito.
"Dengan asumsi 21 Februari, ini psikologi publik juga sudah mulai memanas. Padahal pemerintah baru bergerak Oktober 2019, kira-kira demikian, dan di tengah ini ada pandemi lagi," lanjutnya.