KLHK: Pemodal Aktivitas Tambang Emas Ilegal di Tolitoli di Hutan Lindung Jadi Tersangka
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyatakan tersangka ditetapkan setelah proses penyidikan dan gelar perkar
Penulis: Larasati Dyah Utami
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews, Larasati Dyah Utami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Seorang penanggung jawab aktivitas tambang emas ilegal di kawasan hutan lindung wilayah KPH Gunung Dako berinisial A ditetapkan sebagai tersangka pada Selasa (14/9/2021).
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyatakan tersangka ditetapkan setelah proses penyidikan dan gelar perkara, Tim Penyidik Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi.
Proses hukum berawal dari kegiatan Tim Operasi Pengamanan Hutan Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi Seksi Wilayah II Palu bersama KPH Gunung Dako.
“Tim menemukan aktivitas penambangan emas ilegal dalam kawasan hutan lindung wilayah KPH Gunung Dako, sekitar Sungai Labanti, Desa Janja, Kecamatan Lampasio, Kabupaten Tolitoli, Provinsi Sulawesi Tengah, pada 27 Agustus,” tulis KLHK dalam keterangannya, Jumat (17/9/2021).
Diketahui kegiatan penambangan dilakukan menggunakan dua ekskavator dan sudah dimulai sejak Juli 2021.
Namun, ketika tim tiba di lokasi pada 29 Agustus, hanya ada satu ekskavator dan kemudian mengamankan ekskavator yang digunakan untuk menambang emas itu.
Saat proses penyidikan, Tim Penyidik Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi meminta keterangan sejumlah saksi, keterangan ahli terkait perizinan kawasan hutan dari Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Tengah.
Berdasarkan keterangan ahli dan hasil ploting koordinat lokasi kegiatan tambang oleh BPKH Wilayah XVI Palu, dipastikan berada dalam kawasan hutan negara dengan status hutan produksi terbatas.
Kemudian, Tim Penyidik menggelar perkara pada 14 September.
“Dari hasil gelar perkara tersebut, Tim Penyidik mendapatkan lebih dari dua alat bukti yang sah dan menetapkan A dari saksi menjadi tersangka. Tersangka A saat ini ditahan di Rumah Tahanan Negara Maesa Palu,” lanjutnya.
Tersangka didakwa telah merusak hutan seperti diatur dalam pasal 89 Ayat 1 Jo. Pasal 17 ayat 1 Huruf a dan Huruf b Undang-Undang No 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, yang telah diubah dengan pasal 37 Undang-Undang No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan/atau Pasal 78 Ayat 2 Jo. Pasal 50 Ayat 2 Huruf a Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang telah diubah dengan Pasal 36 Undang-Undang No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Jo. Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.