Soal Pemecatan 56 Pegawai KPK, MAKI Minta Jokowi Turun Tangan: Ini Kewenangan Presiden
MAKI meminta Jokowi turun tangan benahi keputusan 56 pegawai KPK yang dipecat: Ini Kewenangan Presiden.
Penulis: Shella Latifa A
Editor: Wahyu Gilang Putranto
TRIBUNNEWS.COM - Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) membatalkan keputusan terkait pemecatan 56 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Boyamin menilai saat ini waktu yang tepat bagi Jokowi untuk turun tangan langsung.
Ia berharap Jokowi segera menyelamatkan nasib 56 pegawai KPK yang dipecat karena tak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) sebagai proses alih status menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
"Ini terus terang menjadi kewenangan Presiden unutk mengambil alih ini, karena apapun kepala negara kepala pemerintahan adalah Presiden untuk membenahi."
"Saya masih berharap Presiden berkenan, paduka yang mulia Jokowi untuk menganulir keputusan pimpinan KPK."
"Tetap mengembalikan pegawai KPK tadi menjadi ASN di KPK," kata Boyamin, dikutip dari tayangan YouTube tvOne, Jumat (17/9/2021).
Baca juga: Usut Korupsi Pembangunan Gereja Kingmi Mile Papua, KPK Periksa 3 Mantan Anggota DPRD Mimika
Menurut Boyamin, 56 pegawai KPK tak perlu diragukan lagi soal wawasan kebangsaannya.
Hal tersebut lantaran pegawai yang tak lolos TWK tersebut punya keahlian dan serpak terjang yang mumpuni dalam memberantas korupsi.
Untuk itu, kata Boyamin, MAKI sangat menyayangkan keputusan KPK memberhentikan 56 pegawai itu pada 30 September 2021 nanti.
"MAKI menyatakan menyesalkan tindakan tersebut, karena apa? Ini adalah terhadap pegawai yang terbukti punya kemampuan dan integritas dan dedikasi yang tinggi memberantas korupsi."
"Sehingga semestinya mereka adalah orang yang ranking satu terhadap wawasan kebangsaan dan kecintaannya tidak perlu diragukan lagi," jelas Boyamin.
Baca juga: KPK: Hampir 90 Persen Korupsi Menyangkut Pengadaan Barang dan Jasa
Tanggapan ICW
Komentar soal pemecatan 56 pegawai KPK ini juga datang dari peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana.
Kurnia mengingatkan, ada sejumlah konsekuensi yang akan diterima Presiden jika tak segera mengambil sikap atas nasib pegawai yang dipecat karena polemik TWK.
Pertama, sang Presiden anntinya akan dianggap tidak konsisten.
"Pertama, Presiden tidak konsisten dengan pernyataannya sendiri. Sebab, pada pertengahan Mei lalu, Presiden secara khusus mengatakan bahwa TWK tidak serta merta dijadikan dasar memberhentikan pegawai," kata Kurnia kepada Tribunnews.com, Kamis (16/9/2021).
Kedua, lanjut Kurnia, Jokowi tidak memahami permasalahan utama di balik TWK.
Baca juga: Jokowi Tegur Kapolri soal Kritik dari Masyarakat: Jangan Terlalu Berlebihan, Akui Sudah Biasa Dihina
Ia menegaskan penting untuk dicermati oleh Presiden Jokowi, puluhan pegawai KPK diberhentikan secara paksa dengan dalih tidak lolos TWK.
Konsekuensi ketiga, Jokowi akan dianggap tidak berkontribusi dalam agenda penguatan KPK.
Sebagaimana diketahui, tahun 2019 lalu Presiden Jokowi menyetujui Revisi UU KPK dan memilih komisioner KPK bermasalah.
Padahal, Jokowi punya kewenangan untuk tidak melakukan hal-hal tersebut.
"Sama seperti saat ini, berdasarkan regulasi, Presiden bisa menyelematkan KPK dengan mengambil alih kewenangan birokrasi di lembaga antirasuah itu," tegas dia.
Konsekuensi lainnya, Jokowi dinilai abai dalam isu pemberantasan korupsi.
Baca juga: Jokowi Tegur Kapolri Soal Mural: Jangan Terlalu Berlebihan, Toh Saya Juga Sudah Biasa Dihina
Penting untuk dicermati, penegakan hukum, terlebih KPK, menjadi indikator utama masyarakat dalam menilai komitmen negara untuk memberantas korupsi.
Kurnia mengingatkan, ketika Jokowi memilih untuk tidak bersikap terkait KPK, maka masyarakat akan kembali memberikan rapor merah kepada Presiden Jokowi karena selalu mengesampingkan isu pemberantasan korupsi.
"Jangan lupa, Indeks Persepsi Korupsi Indonesia sudah anjlok tahun 2020. Ini membuktikkan kekeliruan Presiden dalam menentukan arah pemberantasan korupsi," ujar dia.
Untuk itu, Jokowi diminta segera menemui Ombudsman RI dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) untuk membahas soal polemik TWK ini.
"Sebab, jika tidak, ICW khawatir ada kelompok lain yang menyelinap dan memberikan informasi keliru kepada Presiden terkait isu KPK," tandasnya.
(Tribunnews.com/Shella Latifa/Ilham Rian Pratama)