Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Soal Pemecatan 56 Pegawai KPK, MAKI Minta Jokowi Turun Tangan: Ini Kewenangan Presiden

MAKI meminta Jokowi turun tangan benahi keputusan 56 pegawai KPK yang dipecat: Ini Kewenangan Presiden.

Penulis: Shella Latifa A
Editor: Wahyu Gilang Putranto
zoom-in Soal Pemecatan 56 Pegawai KPK, MAKI Minta Jokowi Turun Tangan: Ini Kewenangan Presiden
Sekretariat Presiden
Presiden Jokowi saat meninjau vaksinasi bagi siswa SLB (sekolah luar biasa), di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Jumat (10/9/2021). 

TRIBUNNEWS.COM - Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) membatalkan keputusan terkait pemecatan 56 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Boyamin menilai saat ini waktu yang tepat bagi Jokowi untuk turun tangan langsung.

Ia berharap Jokowi segera menyelamatkan nasib 56 pegawai KPK yang dipecat karena tak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) sebagai proses alih status menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).

"Ini terus terang menjadi kewenangan Presiden unutk mengambil alih ini, karena apapun kepala negara kepala pemerintahan adalah Presiden untuk membenahi."

"Saya masih berharap Presiden berkenan, paduka yang mulia Jokowi untuk menganulir keputusan pimpinan KPK."

"Tetap mengembalikan pegawai KPK tadi menjadi ASN di KPK," kata Boyamin, dikutip dari tayangan YouTube tvOne, Jumat (17/9/2021).

Boyamin Saiman
Boyamin Saiman (Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama)

Baca juga: Usut Korupsi Pembangunan Gereja Kingmi Mile Papua, KPK Periksa 3 Mantan Anggota DPRD Mimika

Menurut Boyamin, 56 pegawai KPK tak perlu diragukan lagi soal wawasan kebangsaannya.

Berita Rekomendasi

Hal tersebut lantaran pegawai yang tak lolos TWK tersebut punya keahlian dan serpak terjang yang mumpuni dalam memberantas korupsi.

Untuk itu, kata Boyamin, MAKI sangat menyayangkan keputusan KPK memberhentikan 56 pegawai itu pada 30 September 2021 nanti.

"MAKI menyatakan menyesalkan tindakan tersebut, karena apa? Ini adalah terhadap pegawai yang terbukti punya kemampuan dan integritas dan dedikasi yang tinggi memberantas korupsi."

"Sehingga semestinya mereka adalah orang yang ranking satu terhadap wawasan kebangsaan dan kecintaannya tidak perlu diragukan lagi," jelas Boyamin.

Baca juga: KPK: Hampir 90 Persen Korupsi Menyangkut Pengadaan Barang dan Jasa

Tanggapan ICW

Komentar soal pemecatan 56 pegawai KPK ini juga datang dari peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana.

Kurnia mengingatkan, ada sejumlah konsekuensi yang akan diterima Presiden jika tak segera mengambil sikap atas nasib pegawai yang dipecat karena polemik TWK.

Pertama, sang Presiden anntinya akan dianggap tidak konsisten.

"Pertama, Presiden tidak konsisten dengan pernyataannya sendiri. Sebab, pada pertengahan Mei lalu, Presiden secara khusus mengatakan bahwa TWK tidak serta merta dijadikan dasar memberhentikan pegawai," kata Kurnia kepada Tribunnews.com,  Kamis (16/9/2021).

Kedua, lanjut Kurnia, Jokowi tidak memahami permasalahan utama di balik TWK.

Peneliti lembaga Indonesian Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana di kantornya, Kalibata, Jakarta Selatan, Senin (20/1/2020).
Peneliti lembaga Indonesian Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana di kantornya, Kalibata, Jakarta Selatan, Senin (20/1/2020). (Tribunnews.com/ Lusius Genik)

Baca juga: Jokowi Tegur Kapolri soal Kritik dari Masyarakat: Jangan Terlalu Berlebihan, Akui Sudah Biasa Dihina

Ia menegaskan penting untuk dicermati oleh Presiden Jokowi, puluhan pegawai KPK diberhentikan secara paksa dengan dalih tidak lolos TWK.

"Padahal, di balik Tes Wawasan Kebangsaan ada siasat yang dilakukan oleh sejumlah pihak untuk menyingkirkan pegawai-pegawai berintegritas di KPK," ujarnya.

Konsekuensi ketiga, Jokowi akan dianggap tidak berkontribusi dalam agenda penguatan KPK.

Sebagaimana diketahui, tahun 2019 lalu Presiden Jokowi menyetujui Revisi UU KPK dan memilih komisioner KPK bermasalah.

Padahal, Jokowi punya kewenangan untuk tidak melakukan hal-hal tersebut.

"Sama seperti saat ini, berdasarkan regulasi, Presiden bisa menyelematkan KPK dengan mengambil alih kewenangan birokrasi di lembaga antirasuah itu," tegas dia.

Konsekuensi lainnya, Jokowi dinilai abai dalam isu pemberantasan korupsi.

Baca juga: Jokowi Tegur Kapolri Soal Mural: Jangan Terlalu Berlebihan, Toh Saya Juga Sudah Biasa Dihina

Penting untuk dicermati, penegakan hukum, terlebih KPK, menjadi indikator utama masyarakat dalam menilai komitmen negara untuk memberantas korupsi.

Kurnia mengingatkan, ketika Jokowi memilih untuk tidak bersikap terkait KPK, maka masyarakat akan kembali memberikan rapor merah kepada Presiden Jokowi karena selalu mengesampingkan isu pemberantasan korupsi.

"Jangan lupa, Indeks Persepsi Korupsi Indonesia sudah anjlok tahun 2020. Ini membuktikkan kekeliruan Presiden dalam menentukan arah pemberantasan korupsi," ujar dia.

Untuk itu, Jokowi diminta segera menemui Ombudsman RI dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) untuk membahas soal polemik TWK ini.

"Sebab, jika tidak, ICW khawatir ada kelompok lain yang menyelinap dan memberikan informasi keliru kepada Presiden terkait isu KPK," tandasnya.

(Tribunnews.com/Shella Latifa/Ilham Rian Pratama)

Baca berita lain soal Seleksi Kepegawaian di KPK

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas