Kejaksaan Agung Gelar Forum Koordinasi dengan Himbara untuk Cegah Fraud
Kejagung menyelenggarakan Forum Koordinasi dengan Himpunan Bank Milik Negara atau Himbara untuk membahas pentingnya mencegah terjadinya Fraud.
Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung menyelenggarakan Forum Koordinasi dengan Himpunan Bank Milik Negara atau Himbara untuk membahas pentingnya mencegah terjadinya Fraud.
Diketahui, Forum Koordinasi dengan Himbara terdiri dari PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT. Bank Negara Indonesia (BNI), PT. Bank Rakyat Indonesia (BRI), dan PT. Bank Tabungan Negara (BTN).
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengatakan inovasi yang digagasnya yaitu “Kolaborasi Intelijen Kejaksaan Dalam Langkah Pencegahan Fraud pada Bank Milik Negara Menuju Terwujudnya Good Corporate Governance”.
Leonard menyampaikan, sebagai tempat perputaran uang, Bank memiliki kedudukan yang rentan terhadap penyalahgunaan kewenangan.
"Baik oleh pihak Bank sendiri maupun oleh pihak luar yang memanfaatkan Bank sebagai tempat untuk menyembunyikan hasil kejahatannya. Penyalahgunaan kewenangan ini disebut dengan istilah Fraud," kata Leo dalam keterangannya, Senin (20/9/2021).
Dalam bisnis perbankan, pengawasan untuk mencegah terjadinya kecurangan (fraud) menjadi salah satu fokus utama yang paling dijaga.
Baca juga: Dapat Nilai C dari ICW, Kejagung: Show must go on
Penyusunan dan penerapan strategi anti-fraud paling sedikit memuat 4 pilar yaitu pencegahan, deteksi, Investigasi Pelaporan, dan Sanksi; hingga Pemantauan, Evaluasi dan Tindak Lanjut.
"Meskipun berbagai kebijakan dan strategi diterapkan secara ketat dan terukur dalam penanganan anti-Fraud, baik oleh Bank maupun OJK, kasus fraud masih saja terjadi," ucap Leonard.
Pada bulan Agustus 2020, Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) yang merupakan organisasi terbesar anti-fraud di level global, merilis Report to the Nations (RTTN) yang mencatat adanya 2.504 kasus fraud dari 125 negara dengan median loss USD 8,300 per bulan, dan terhitung ada 29 kasus fraud di Indonesia.
Kasus yang menonjol adalah pada bulan Oktober 2020 lalu, Mantan Dirut Bank BTN, Maryono ditangkap oleh Kejaksaan Agung atas dugaan menerima gratifikasi dari debitur sebanyak 2 (dua) kali yaitu sejumlah Rp 2,257 miliar dan Rp 870 juta yang ditransfer ke menantunya.
"Kejaksaan Agung sebagai lembaga penegak hukum yang mempunyai fungsi utama penuntutan mempunyai peran vital dalam pencegahan fraud khususnya di Bank Milik Negara karena berkaitan dengan penyelamatan aset dan kekayaan Negara," ucap Leonard.
Langkah pencegahan dan deteksi dini tindakan fraud yang terindikasi merugikan keuangan negara perlu dijadikan concern dan bahkan digalakkan penguatannya.
"Hal ini dapat dipahami karena ketika fraud sudah terjadi, maka proses penanganannya membutuhkan tenaga, biaya dan waktu yang lebih banyak," tutur Leonard.
Terkait fungsi dari bidang intelijen Kejaksaan RI yaitu, koordinasi dan sinkronisasi kebijakan melalui fungsi penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan terkait seluruh bidang IPOLEKSOSBUDHANKAM, dimana salah satunya di bidang ekonomi dan keuangan, bahwa Perbankan tidak lepas dari kasus pidana, korupsi, dan gugatan.
Oleh karena itu salah satu fungsi intelijen adalah pencegahan, maka strategi pencegahan menjadi hal utama di bidang intelijen guna penyelamatan keuangan negara dan aset serta Pemulihan Ekonomi Nasional.
Baca juga: DPR Dukung Penuh Kejagung Usut Tuntas Korupsi Jiwasraya
"Hal ini sejalan dengan dengan kebijakan Bapak Jaksa Agung RI, yaitu 7 (tujuh) Program Prioritas Kejaksaan RI Tahun 2021 pada poin (1) Pendampingan dan Pengamanan Pemulihan Ekonomi Nasional Dalam Rangka Percepatan Pembangunan Nasional, dan poin (6) Penanganan Perkara Tindak Pidana Korupsi Yang Berkualitas Dan Berorientasi Penyelamatan Keuangan Negara," ucap Leonard.
Hal tersebut, kata dia, sejalan pula dengan 7 (tujuh) Perintah Harian Jaksa Agung RI Tahun 2021, yaitu poin (1) Dukung Penuh Kebijakan Pemerintah Dalam Penanggulangan Covid 19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, serta poin (3) Menciptakan Karya-Karya Yang Inovatif Dan Terintegrasi Yang Dapat Meningkatkan Pelayanan Publik.
Leonard juga menyampaikan, hingga saat ini masih belum optimalnya kepastian perlindungan bank kepada nasabah dan belum adanya sistem informasi tentang sistem deteksi dini (early warning system), serta diperlukan pemahaman yang sama antar Aparat Penegak Hukum dengan pihak Perbankan mengenai strategi pencegahan fraud di Perbankan.
Leonard menyampaikan perlu adanya persamaan persepsi dengan cara membangun sebuah kolaborasi lintas sektor antara Aparat Penegak Hukum yaitu Kejaksaan Agung dengan Himbara dalam jangka pendek serta dapat menggandeng OJK jangka menengah.
Dan diharapkan jangka Panjang kolaborasi ini akan diperkuat dengan aparat penegak hukum lainnya, yakni Polri, KPK, serta PPATK, Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, Lembaga Penjamin Simpanan, Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan, dan stakeholders lainnya.
Leonard menyampaikan bahwa tujuan proyek perubahan melalui inovasi dan integrasi dalam bentuk kolaborasi lintas sektoral pencegahan fraud ini akan bermanfaat.
Pertama, untuk memperkuat sistem Anti Fraud Bank Milik Negara khususnya dalam pilar pencegahan. Kedua, sistem peringatan dini yang lebih cepat, efektif, valid, dan komprehensif.
Ketiga, terciptanya Whole of Government (WoG) di antara para penegak hukum dalam rangka Pencegahan tindakan Fraud di Bank Milik Negara yang holistik, akurat dan sistematis dalam penyelamatan aset dan kekayaan negara.
"Serta mewujudkan Good Coporate Governance; dan pada akhirnya adanya kepastian dan perlindungan bagi Bank dan Nasabah, serta zero fraud," imbuh Leonard.
Sementara Direktur Kepatuhan dan Sumber Daya Manusia PT Bank Mandiri (Persero) Tbk., Agus Dwi Handaya mengatakan kolaborasi ekosistem ekonomi dengan ekosistem Aparat Penegak Hukum menjadi momentum karena pihaknya sangat terbantu sekali.
"Sebab tindakan pencegahan tidak bisa dilakukan sendiri-sendiri karena fraud yang terjadi merupakan dampak dari ekosistem yang jika tidak kolaborasi akan sulit sekali ditangani, dan meminta adanya penguatan sistem deteksi dini (early warning system) untuk memperkuat tindakan pencegahan," katanya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.