Sosok Fatia Maulidiyanti, Koordinator KontraS yang Dipolisikan Menko Luhut ke Polda Metro Jaya
Inilah sosok dan profil Fatia Maulidiyanti, Koordinator KontraS yang dilaporkan Menko Luhut ke Polda Metro Jaya
Penulis: Facundo Chrysnha Pradipha
Editor: Arif Fajar Nasucha
TRIBUNNEWS.COM - Koordinator KontraS, Fatia Maulidiyanti, terlibat dalam dugaan kasus pencemaran nama baik.
Ia dilaporkan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan ke Polda Metro Jaya, Rabu (22/9/2021).
Tak hanya, Fatia, Luhut didampingi kuasa hukumnya, Juniver Gersang, juga melaporkan aktivis HAM, Haris Azhar.
Seperti diberitakan Tribunnews.com sebelumnya, Luhut mengatakan langkah hukum yang dilakukan sebagai respon karena Haris Azhar dan Fatia tak meminta maaf kepadanya.
"Sudah dua kali dia enggak mau, saya mempertahankan nama baik saya, anak cucu saya."
"Saya kira sudah keterlaluan. Karena saya udah minta dia maaf dua kali. Enggak minta maaf ya saya ambil jalur hukum," kata Luhut, dikutip dari siaran langsung YouTube Kompas TV.
Baca juga: Pihak Haris Sayangkan Luhut Polisikan Kliennya: Bukan Langkah Terpuji dan Tak Berikan Andil Positif
Adapun Fatia bukanlah orang asing yang kerap kali menyoroti berbagai isu negeri.
Namanya sering terpampang di berbagai media massa, termasuk mengkritisi pemerintah.
Inilah sosok profil Fatia Maulidiyanti yang dirangkum dari berbagai sumber.
Koordinator KontraS sampai 2023
Mengutip laman KontraS, Fatia Maulidiyanti merupakan Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) 2020-2023.
Dia dikukuhkan pada Rapat Umum Anggota, tanggal 29 Juni 2020.
Fatia merupakan lulusan dari Ilmu Hubungan Internasional, Universitas Parahyangan.
Ia juga alumni dari Sekolah Hak Asasi Manusia (SeHAMA) KontraS pada tahun 2014.
Selepas lulus dari SeHAMA ia memulai kiprahnya di KontraS.
Fatia Maulidiyanti menggantikan Yati Andriyani yang sebelumnya menjabat sebagai Koordinator KontraS periode 2017 – 2020.
Sebelumnya, Fatia juga berpengalaman sebagai Kepala Divisi Advokasi Internasional.
Baca juga: Jika Gugatan Perdata Dikabulkan, Luhut Sumbangkan Rp 100 Miliar untuk Masyarakat Papua
Kritik Pengangkatan 2 Eks Tim Mawar Masuk Kemenhan
Pernah diberitakan WartakotaLive.com, pengangkatan dua eks Tim Mawar menjadi pejabat di Kementerian Pertahanan dan Keamanan menuai polemik di publik.
Pengangkatan tersebut, dinilai tidak sejalan dengan semangat reformasi.
Salah satu lembaga yang lantang menolak pengangkatan tersebut adalah Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS).
KontraS bahkan mengecam keputusan Presiden Joko Widodo yang mengangkat dua anggota eks tim mawar sebagai pejabat di lingkungan Kementerian Pertahanan.
"Kebijakan ini menguatkan keyakinan kami bahwa Pemerintahan Joko Widodo sedang keluar jalur dari agenda reformasi dan mengenyampingan prinsip-prinsip hak asasi manusia dalam membuat keputusan," kata Koordinator Kontras Fatia Maulidiyanti dalam keterangan tertulis, Sabtu (26/9/2020).
Tim Mawar merupakan Grup IV Komando Pasukan Khusus (Kopassus) TNI AD yang dipimpin Prabowo Subianto saat masih menjabat Komandan Kopassus.
Tim tersebut diduga menjadi dalang dalam operasi penculikan aktivis jelang jatuhnya Soeharto pada 1998.
Prabowo yang kini menjabat Menhan baru-baru ini mengusulkan dua eks anggota tim tersebut sebagai pejabat Kemenhan dan disetujui Presiden Jokowi lewat Keputusan Presiden RI Nomor 166/TPA Tahun 2020.
Keduanya yakni Brigjen TNI Yulius Selvanus sebagai Kepala Badan Instalasi Strategis Pertahanan, serta Brigjen TNI Dadang Hendrayudha sebagai Direktur Jenderal Potensi Pertahanan.
Catatan Kontras, Yulius dan Dadang sempat dihukum bersalah melalui Mahkamah Militer Tinggi (Mahmiliti) II Jakarta.
Yulius dihukum 20 bulan penjara dan dipecat dari dinas ABRI. Sedangkan Dadang Hendrayudha dihukum 16 bulan penjara tanpa pemecatan.
Namun, dalam putusan tingkat banding, pemecatan terhadap Yulius Selvanus dianulir hakim. Sehingga keduanya, masih menjabat aktif sebagai anggota militer.
Fatia menilai, bergabungnya kedua anggota eks tim mawar tersebut, ditambah Prabowo Subianto yang menjadi Menteri Pertahanan, menunjukkan tidak berjalannya mekanisme vetting dalam tubuh pemerintahan saat ini.
Pengangkatan ini menambah daftar panjang bahwa saat ini lembaga-lembaga negara diisi oleh orang-orang yang memiliki masalah dalam pelanggaran hak asasi manusia di masa lalu.
"Sulit untuk membayangkan pelaksanaan aturan hukum yang sesuai standar dan termasuk penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM yang berat, sementara pejabat publik terus diisi oleh aktor yang bertanggung jawab atas kasus-kasus tersebut," kata Fatia.
Selain berpotensi untuk melemahkan makna penegakan hukum di Indonesia, Fatia menilai hal tersebut juga dapat mendorong terjadinya kembali pelanggaran HAM.
Hal ini juga akan mempersulit upaya perbaikan hukum di Indonesia, seperti ratifikasi International Convention for The Protection of All Persons from Enforced Dissapearance (Konvensi Anti Penghilangan Paksa).
"Akan menyulitkan secara politik dengan bergabungnya aktor-aktor peristiwa penghilangan paksa di Indonesia dalam tubuh pemerintahan," kata dia.
Fatia pun mendesak Jokowi untuk mencabut Keppres pengangkatan Brigjen TNI Yulius Selvanus dan Brigjen TNI Dadang Hendrayudha sebagai pejabat publik di Kementerian Pertahanan.
"Tidak terkecuali juga terhadap pengangkatan Prabowo Subianto sebagai Menteri Pertahanan," kata dia.
Kontras juga mendesak Presiden Joko Widodo untuk mendorong Jaksa Agung menindaklanjuti penyelidikan Komnas HAM, serta menuntut para terduga pelaku pelanggaran ham berat di masa lalu melalui pengadilan ham ad hoc.
Dikutip dari Majalah Tempo edisi 1998 lewat Tempo.co, menurut dakwaan dalam persidangan Tim Mawar pada 1998 di Pengadilan Militer Jakarta, tim ini dibentuk oleh Mayor Bambang Kristiono pada Juli 1997.
Majalah tersebut menyebut Bambang membawahi 10 orang anggota, yakni Kapten Inf. F.S Multhazar, Kapten Inf Nugroho Sulistiobudi, Kapten Inf Julius Stefanus, Kapten Inf Untung Budiarto, Kapten Inf Dadang Hindrayuda, Kapten Inf Joko Budi Utomo, Kapten Inf Fauka Nurfarid, Serka Sunaryo, Serka Sigit Sugianto, dan Sertu Sukadi.
Sebut Pidato Jokowi Gimmmick
TribunnewsWiki.com menuliskan, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) secara keras mengkritik pidato kenegaraan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Sidang Tahunan MPR Bersama DPR-DPD RI, Senin (16/8/2021).
Menurut Kontras, pidato kenegaraan Jokowi kemarin hanya gimik dan omong kosong lantaran masih adanya sejumlah pelanggar hak asasi manusia (HAM).
“Jadi pidato kemarin saya rasa itu hanya sebuah gimik dan omong kosong belakang karena tidak dibarengi dengan sebuah implementasi yang cukup baik dari Presiden Jokowi dan jajarannya selama para kroni-kroni dan penjahat HAM masih ada di sampingnya," kata Koordinator Kontras Fatia Maulidiyanti, dalam diskusi virtual, dikutip dari Kompas.com, Selasa (17/8/2021).
Fatia, mengatakan, isu HAM tidak pernah lagi masuk dalam pidato kenegaraan Jokowi dalam dua tahun terakhir.
Dirinya menilai hal tersebut sebagai pertanda bahwa memang sebenarnya isu HAM tidak diprioritaskan pemerintah.
"Yang memang mencerminkan sebenernya (isu HAM) tidak pernah diprioritaskanya isu HAM," ujar dia.
Fatia menyoroti tindakan Jokowi yang memberikan penghargaan Tanda Jasa Bintang Utama kepada tokoh kontroversial pejuang Timor Timur, Eurico Gutteres.
Padahal, menurutnya Eurico Gutteres merupakan seorang pelanggar HAM berat di Timor Timur.
“Jokowi malah memberikan penghargaan terhadap aktor pelanggar HAM berat ini,” ucap dia.
Berdasarkan catatannya, Fatia menyebut Jokowi juga pernah memberi apresiasi serupa sebelumnya.
Padahal, seharusnya para pelaku pelanggar HAM berat tersebut diadili.
“Ada Prabowo, Wiranto, Hendropriyono, dan lain sebagainya yang merupakan orang-orang atau aktor utama dalam pelanggaran HAM berat masa lalu yang diberikan tempat nyaman di tengah Jokowi,” kata Fatia.
Menurut Fatia, jika aktor pelanggar HAM berat masih bebas dan ada di dalam tatanan kepemimpinan pemerintahan saat ini, maka akan sangat sulit untuk membentuk sebuah pengadilan HAM.
Lebih lanjut, Fatia juga menyoroti ketiadaan komitmen pemerintah dalam penuntasan pelanggaran HAM berat.
Pasalnya, pemulihan terkait pelanggaran HAM Berat tidak boleh hanya mencakup soal pemberian kompensasi dan jaminan tidak adanya aksi keterulangannya kejadian.
Pemerintah juga harus mengungkap kebenaran HAM serta mengadili mengadili pelaku pelanggaran HAM.
“Jadi tidak ada komitmen secara menyeluruh dan itu hanya lah lip service terhadap para korban pelanggaran HAM berat masa lalu untuk menyelesaikan kasus-kasus pelnaggaran HAM berat,” tutur dia.
Luhut Laporkan Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan resmi melaporkan aktivis HAM, Haris Azhar dan Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti ke Polda Metro Jaya, Rabu (22/9/2021).
Laporan tersebut merupakan buntut dari dugaan Haris dan Fatia yang menyebut Luhut bermain dalam bisnis pertambangan di Papua.
Dipantau Tribunnews.com, Luhut datang dan melaporkan keduanya atas dugaan pencemaran nama baik.
Pelaporan ini diajukan Luhut didampingi kuasa hukumnya, Juniver Girsang.
Luhut mengatakan langkah hukum yang dilakukan sebagai respon karena Haris Azhar dan Fatia tak meminta maaf kepadanya.
"Sudah dua kali dia enggak mau, saya mempertahankan nama baik saya, anak cucu saya."
"Saya kira sudah keterlaluan. Karena saya udah minta dia maaf dua kali. Enggak minta maaf ya saya ambil jalur hukum," kata Luhut, dikutip dari siaran langsung YouTube Kompas TV.
Menurut Luhut, sebagai warga negara, ia punya hak untuk membela nama baiknya sebagai bentuk HAM.
Dari perkara ini, Luhut mengingatkan masyarakat bahwa tidak ada kebebasan secara absolut di negara ini, melainkan kebebasan bertanggung jawab.
Ia secara tegas juga membantah dugaan yang dilontarkan Haris Azhar dan Fatia kepadanya.
"Kita itu tidak ada kebebasan absolut. Saya ingatkan kepada publik, semua kebebasan bertanggung jawab. Saya punya hak untuk memebela HAM saya. Saya tidak melakukan hal itu, tidak ada."
"Dan saya minta bukti, enggak ada, dia bilang research enggak ada."
"Banyak yang tidak menyarankan untuk ini, tapi saya harus menunjukkan kepada publik supaya manusia yang merasa publik figur menahan diri memberi statement-statement tidak bertanggung jawab," jelas Luhut.
Sementara itu, sang kuasa hukum, Juniver menyebut ada tiga pasal yang dituduhkan kepada Haris Azhar dan Fatia.
Di antaranya, terkait UU ITE dan pidana umum.
Secara resmi, memang pak Luhut yang langsung membuat laporan.
"Pasal yang dilaporkan ada tiga pasal, pertama UU ITE, kemudian pidana umum."
"Kemudian ada mengenai berita bohong," tutur dia.
(Tribunnews.com/ Chrysnha, Shella/WartaKotaLive.com/TribunnewsWiki.com/Putradi)