Melihat Wajah Baru Pertanian Tanpa Bakar Lahan Gambut Indonesia di Momen Hari Tani Nasional
Upaya ini turut digalakkan oleh Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) dengan menggelar pelatihan Sekolah Lapang Petani Gambut (SLPG)
Editor: Content Writer
“Alhamdulillah setelah diaplikasikan dari pelatihan SLPG sangat memuaskan, kami diajarkan pentingnya bakteri, unsur hara dan membuat pestisida nabati, itu sangat membantu meminimalkan pengeluaran untuk bertani. Salah satu yang saya senang pengolahan lahannya.” ungkap Badri yang mengaku puas memanen tiga kuintal sawi di lahan garapannya.
Menurutnya, pelatihan mengolah lahan gambut tanpa bakar tidak hanya memberikan ilmu kepada dirinya saja, tapi juga ia ajarkan ke petani lain, warga sekitar, hingga para pelajar sekolah.
“Kegiatan ini sangat positif dan membantu masyarakat, petani dan warga pemuda, sebagai generasi penerus hidup di lahan gambut harus bangga karena kita orang-orang yang terpilih. Terimakasih juga BRGM telah support petani gambut,” pungkasnya.
Tingkatkan perekonomian warga
Manfaat lain juga dirasakan oleh Sofyani, Petani Gambut dari Desa Pandak Daun, Daha Utara, Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan. Di mana mengolah lahan gambut membantu meningkatkan perekonomian serta mampu merubah perilaku masyarakat.
“Saya ingin berterimakasih kepada pemerintah yang telah memberikan bantuan alat pertanian, seperti traktor mini dan alat pencacah rumput, serta memberikan pelatihan budidaya yang bisa menambah ekonomi masyarakat, bahkan nanti rencananya juga akan ada revitaliasi ekonomi lumbung jamur, ” ungkap Sofiyani.
“Alhamdulillah melihat manfaatnya sangat besar, kita pun bertahap mengayomi masyarakat agar tidak ada lagi yang membakar hutan, bahkan warga kini kompak dan saling mengingatkan para petani gambut agar tak ada yang membakar lahan,” lanjutnya.
Bukti tanaman hortikultura tumbuh subur di lahan gambut
Kisah menarik lainya diungkapkan oleh Noor Halimah, Petani Gambut di Desa Lampuyang, Teluk Sampit, Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah yang merasa tertantang untuk membuktikan jika lahan gambut bukanlah sebuah ‘kutukan’ melainkan sebuah ‘anugerah’ yang bisa membawa manfaat bagi kehidupan.
“Warga dulu sempat berpikir jika tanah gambut tidak bisa ditanami sayur. Mereka bahkan bukan pesimis lagi tapi sampai mengutuk Desa Lampuyang itu tidak bisa bercocok tanam, karena desa ini kalau musim hujan kebanjiran, musim kemarau kekeringan,” ungkap Kader SLPG, Noor Halimah.
Hali itulah yang membuat dirinya semakin bertekad untuk membuktikan jika tanaman hortikultura bisa tumbuh subur di lahan gambut. Perjuangannya pun berbuah manis, di mana akhirnya banyak warga ingin dilatih bercocok tanam.
“Alhamdulillah, lahan seluas setengah hektare yang saya garap kini ditanami sayuran, tanaman jagung dan beberapa tanaman buah seperti mangga, jeruk, jambu kristal dan lainnya. Saya ingin lahan ini menjadi percontohan dan pelatihan bagi mereka yang ingin bertani,” pungkasnya.
Mencetak petani pekarangan
Tak mempuyai lahan luas bukanlah menjadi penghalang seseorang untuk menjadi seorang petani.