Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pelecehan 26 Santri di Ponpes, Baleg DPR: Pemberat Hukuman di RUU TPKS

Gregetan kasus kekerasan seksual di Ponpes Ogan Ilir korbannya 26 santri, Taufik Basari nilai RUU TPKS perlu segera disahkan.

Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Theresia Felisiani
zoom-in Pelecehan 26 Santri di Ponpes, Baleg DPR: Pemberat Hukuman di RUU TPKS
Vincentius Jyestha/Tribunnews.com
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Nasdem, Taufik Basari 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan pondok pesantren (ponpes) Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan (Sumsel) membuat anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR Taufik Basari gregetan, karena korbannya mencapai 26 santri di bawah umur.

"Inilah mengapa RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) ini perlu disahkan. Karena kekerasan seksual kadang terjadi di dalam orang terdekat, karena itu harus dibangun kesadaran untuk melakukan pencegahan sekaligus mekanisme perlindungan kepada korban," kata Taufik Basari dalam keterangan tertulisnya, Jumat (24/9/2021).

Pelaku pelecehan adalah JN berusia 22 tahun.

JN merupakan pengasuh sekaligus pengajar ponpes itu tega melecehkan para santrinya. 

Baca juga: Ditodong Senpi, Pj Kades di Batanghari Leko Serahkan Uang BLT Rp 37 Juta ke Perampok 

Hingga kini, sudah ada 26 korban berumur 12 hingga 13 tahun yang mengaku dilecehkan JN. 

Taufik meyakini para korban mengalami trauma yang berkelanjutan. 

Oleh karena itulah, maka peristiwa ini menjadi pendorong untuk membahas dan mengesahkan RUU TPKS.

Berita Rekomendasi

Anggota Komisi III DPR ini menjelaskan, satu di antara poin yang didorong dalam RUU TPKS ini adalah pemberatan hukuman kepada pelaku-pelaku yang merupakan pihak yang diberikan tanggungjawab untuk melindungi orang lain seperti guru.

"Kalau di pesantren itu musyrif atau pengasuh kamar, guru agama, orang tuanya dan orang terdekat," jelasnya.

Baca juga: Kisah Sri Rejeki, Penjual Gorengan di Magelang yang Viral Karena Kebal Minyak Panas 

Karena, lanjut Taufik, kekerasan seksual itu terjadi karena ketimpangan relasi kuasa. 

Relasi kuasa dalam kekerasan seksual merupakan unsur yang dipengaruhi oleh kekuasaan pelaku atas ketidakberdayaan korban. 

Oleh karena itulah ketika seseorang diberikan amanah untuk menjaga orang lain dalam kasus ini gurunya maka harus ada pemberatan hukuman. 

"Karena sudah diberikan kepercayaan, tetapi kepercayaan yang sudah diberikan malah dipakai untuk melakukan kekerasan seksual," imbuhnya.

Disinggung mengenai hukuman pemberatan hukuman, Taufik mengaku hingga saat ini belum dibahas lantaran Baleg masih dalam proses menerima berbagai masukan dari fraksi-fraksi maupun masyarakat, serta organisasi yang konsen dalam masalah ini. Dari masukan itu, nanti akan dibahas lagi hingga menjadi draf final.

Baca juga: Oknum Guru di Bogor Habiskan Uang Rp 23 Miliar Hasil Investasi Bodong untuk Main Trading Binomo 

Ketua DPP Partai NasDem itu berharap akhir tahun ini bisa selesai bahkan ingin menjadi kado istimewa di hari Ibu pada 22 Desember.

Tapi, ia mengingatkan tergantung dari dinamika yang terjadi.

Taufik juga berharap tidak ada pro kontra lagi mengenai RUU TPKS ini.

Kalaupun ada perdebatan terkait dengan hal-hal yang substansi seperti apa saja yang perlu diatur dan bagaimana pemberatannya. 

"Jadi bukan lagi soal RUU ini pesanan barat lah, mendukung LGBT lah, yang justru tidak ada dan tidak relevan di RUU TPKS ini," tutupnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas