Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

SBY Diminta Tak Mengeluh di Luar Substansi, Lebih Baik Rapatkan Barisan

Nyanyian petinggi Partai Demokrat yakni Mantan Presiden Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono, yang menyindir keadilan di Indonesia

Editor: Hendra Gunawan
zoom-in SBY Diminta Tak Mengeluh di Luar Substansi, Lebih Baik Rapatkan Barisan
istimewa
Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). 

TRIBUNNEWS.COM -- Nyanyian petinggi Partai Demokrat yakni Mantan Presiden Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono, yang menyindir keadilan di Indonesia bisa dibeli dengan uang menuai tanggapan.

Sindiran tersebut diduga tertuju pada bola panas permohonan judicial review Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Demokrat, yang tengah diajukan oleh empat mantan kader Demokrat melalui kuasa hukumnya Yusril Ihza Mahendra.

Dalam cuitannya, Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat itu menyindir soal kemungkinan penegakan hukum di Indonesia yang bisa dengan mudah dibeli dengan uang.

Baca juga: AD/ART Demokrat Digugat Yusril, SBY Singgung soal Hukum yang Mungkin Bisa Dibeli

Cuitan soal potensi penegakan hukum bisa dibeli itu disampaikan SBY melalui akun Twitter pribadinya yang bercentang biru, @SBYudhoyono, Senin (27/9/2021) lalu. SBY menegaskan jangan sampai keadilan di negeri ini bisa dibeli dengan uang.

Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dalam video arahan kepada pimpinan dan kader Partai Demokrat yang dirilis pada Rabu (24/2/2021).
Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)

"Money can buy many things, but not everything. Mungkin hukum bisa dibeli, tapi tidak untuk keadilan," tulis SBY.

Sejak cuitan itu mencuat di linimasa banyak tokoh termasuk kalangan koalisi Kebinet Indonesia Kerja Jilid II yang mempertanyakan apa kode di balik pernyataan ambigu tersebut.

Namun dugaan kuat mengarah ke isu judicial review yang tengah dipersoalkan keempat mantan kader Demokrat yang kebetulan didampingi kuasa hukum Yusril Ihza Mahendra.

Berita Rekomendasi

Menurut analis politik Achmad Rifki cuitan SBY terbilang aneh dan ambigu.

“Sebagai mantan Presiden yang pernah mengelola negeri ini, tak elok ia menyindir soal hukum mungkin bisa dibeli. Sejatinya justru dia harus menyuarakan jika penegakan hukum harus tunduk dan patuh tanpa intervensi apapun.

Bahkan antara penegakan hukum dan keadilan itu dua hal yang tak bisa dipisahkan. Sebab penegakan hukum yang benar adalah cerminan keadilan.

Baca juga: Ikuti Jejak SBY Silaturahmi, Politikus Demokrat Muslim Minta Restu Ulama Aceh

Jadi pernyataan itu ambigu seolah memberi garis tegas antara penegakan hukum dan keadilan,” jelas alumnus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.

Menurut Rifki, daripada bermain kata hiperbolik, yang menyisakan kode-kode samar, sebagai petinggi PD lebih baik SBY mulai menata komunikasi, merapatkan barisan lalu membahas soal kemungkinan apa yang akan terjadi.

Andai permohonan itu kelak benar diuji apa yang harus diantisipasi. Bukan berakselerasi dengan diksi yang membuat jalur hukum yang tengah ditempuh keempat kader yang telah dipecat ini menjadi tak terbantahkan.

“Pak SBY mestinya bertindak cool, dan mencoba merapatkan barisan, kaji ulang apa yang telah digugat mantan kadernya, kalau memang dalam AD/ARTnya sama sekali tak memuat unsur yang dipersoalkan, seperti ada kecenderungan oligarki, nepotisme, apalagi diktator dalam muatan AD/ARTnya kenapa harus takut, kan keempat kader itu tengah berupaya membela hak politiknya di MA, dan belum tentu juga mereka dimenangkan, saya kira lebih baik tenang saja dan persiapkan diri, daripada mengeluarkan penyataan ambigu, sporadis, dan terkesan mengeluh terdzolimi,” tambah Rifki.

Terobosan yang Bisa Ancam Eksistensi Kepengurusan AHY?

Dari analisa Rifki memang beberapa poin gugatan yang diajukan Yusril selaku kuasa hukum empat kader itu cukup masuk akal bahkan bisa berimplikasi serius untuk kelanggengan kuasa kubu AHY di Demokrat.

Apalagi dalam poin-poin itu disusun bangunan argumen yang sesuai kaidah konstitusi, yakni dengan tujuan untuk memperkuat parpol sebagai pilar demokrasi.

“Tapi semua keputusan kelak ada di MA. MA sebagai salah satu lembaga hukum tertinggi Negara jelas tak bisa diintervensi siapa pun bahkan oleh seorang Presiden sekalipun.

Jadi hemat saya sia-sia kalau kubu Demokrat AHY menarik-narik langkah hukum ini ke ranah politik dengan komentar-komentar hiperbolik yang jauh dari muatan substansial,” kata Rifki.

Sebagai proverti publik, parpol meski didirikan oleh kelompok orang memang tidak boleh mengarah ke tujuan melindungi kepentingan kelompok kecil apalagi keluarga, dengan cara membentengi aturan AD/ART yang tak memungkinkan unsur di luar keluarga untuk tampil mewakili aspirasi publik.

Jika AD/ART muatannya mewarisi budaya oligarki, itu justru keluar dari pakem undang-undang yang sejatinya selaras dengan demokrasi.

Maka sebagai sebuah terobosan hukum, apa yang tengah ditempuh menurut saya ini baik untuk pendidikan politik dan demokrasi, agar kelak tidak ada lagi AD/ART yang berisi warisan oligarki.

“Tapi kalau PD kubu AHY tak merasa ada yang aneh di AD/ARTnya mengapa harus panik, hadapi saja nanti, toh Yusril hanya menjalani tugasnya sebagai kuasa hukum," pungkas Rifki mengakhiri penjelasannya. (Yogi Gustaman)

Sumber: TribunJakarta
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas