Tambah Lagi Kritik Isu Komunis Gatot hingga Survei Tak Setuju Jokowi Disebut PKI
Pernyataan mantan Panglima TNI, Jenderal TNI (Purn) Gatot Nurmantyo, tentang penyusupan paham komunisme dan PKI di tubuh TNI masih menyita perhatian
Penulis: Facundo Chrysnha Pradipha
Editor: Arif Fajar Nasucha
Istana menyerahkan polemik soal dugaan TNI AD terindikasi disusupi oleh PKI kepada Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto.
Demikian Juru Bicara Kepresidenan Fadjroel Rachman dalam keterangannya, Selasa (28/9/2021).
“Saya serahkan ke Pak Panglima saja, saya sudah membaca tanggapan Panglima,” kata Fadjroel seperti dilansir dari Kompas.TV.
Panglima TNI: Tidak Dibuktikan Secara Ilmiah
Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto mengatakan, dugaan PKI berada di dalam tubuh TNI AD tidak bisa hanya berdasar pada keberadaan patung.
“Tidak bisa suatu pernyataan didasarkan hanya kepada keberadaan patung di suatu tempat,” tegas Marsekal Hadi Tjahjanto.
Atas dasar itu, Hadi Tjahjanto pun menolak untuk berpolemik soal dugaan penyusupan PKI ke tubuh TNI.
Apalagi, perihal ini sudah diklarifikasi oleh institusi terkait.
“Saya tidak mau berpolemik terkait hal yang tidak bisa dibuktikan secara ilmiah,” ujarnya.
Dalam pendapatnya, Hadi mencerna apa yang disampaikan Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo soal dugaan PKI masuk ke tubuh TNI AD lebih pada nasihat untuk prajurit aktif.
Bagaimana pun, kata Hadi, faktor mental dan ideologi merupakan sesuatu yang vital.
“Saya lebih menganggap statement tersebut sebagai suatu nasihat senior kepada kami prajurit aktif TNI untuk senantiasa waspada. Agar lembaran sejarah yang hitam tidak terjadi lagi,” ucap Hadi.
Mantan Danjen Kopassus: Terlalu Gopoh
Ketua Umum PEPABRI, Jenderal TNI (Purn) Agum Gumelar, turut menanggapi pernyataan Gatot Nurmantyo yang menyebut ada penyusupan komunis ditubuh TNI.
Agum menegaskan ia tidak setuju dengan pernyataan Gatot tersebut.
Pasalnya menurut Agum, bagi TNI, baik yang masih aktif maupun yang sudah purna tugas, memiliki suatu pedoman yakni Sapta Marga.
Diketahui dalam butir pertama berbunyi 'Kami warga Negara Kesatuan Republik Indonesia yang bersendikan Pancasila.'
Kemudian marga kedua berbunyi 'Kami patriot Indonesia, pendukung serta pembela ideologi negara yang bertanggung jawab dan tidak mengenal menyerah.'
"Tidak setuju sama sekali, karena TNI yang masih aktif ataupun yang sudah purna tugas, purnawirawan, pedomannya satu, Sapta Marga," kata Agum dalam tayangan video di kanal YouTube Kompas TV, Rabu (29/9/2021).
Sehingga menurut Agum, jika ada kekuatan radikal yang ingin mengganti NKRI dan Pancasila, maka itu adalah musuh negara.
Agum juga menekankan, tidak mungkin TNI akan bisa lengah hingga disusupi seperti yang dikatakan Gatot.
Bahkan, Agum menyebut Gatot Nurmantyo terlalu terburu-buru.
"Jadi kalau ada kekuatan dari manapun datangnya itu, radikal yang ingin mengganti NKRI dan Pancasila, itu adalah musuh negara."
"Tidak mungkin anggota TNI akan termakan oleh susupan seperti ini. Saudara Gatot Nurmantyo terlalu gopoh (terburu-buru)" ungkap Agum yang merupakan mantan Danjen Kopassus itu.
Lebih lanjut, Agum menyarankan Gatot untuk mengklarifikasi dugaannya kepada juniornya, Letjen Dudung Abdurachman, secara langsung terkait masalah pembongkaran tiga patung diorama di Markas Kostrad.
Agar Gatot tidak mengundang kegaduhan dengan membuat pernyataan yang bombastis.
"Kalau memang situasinya seperti itu, sebagai senior dia bisa menanyakan klarifikasi kepada juniornya kepada Dudung Abdulrahman itu. Minta klarifikasi."
"Jangan langsung membuat statement yang bombastis begitu, yang mengundang kegaduhan. Muncul lagi komen tambahan yang lebih menggaduhkan lagi, ini sangat tidak sehat," ujar Agum.
Soal Jokowi Disebut PKI
Lembaga Survei Saiful Mujani Research dan Consulting (SMRC) mengeluarkan hasil survei terbarunya.
Kali ini terkait dengan sikap publik pada Pancasila dan ancaman komunis.
Dalam penyampaian tersebut, hasilnya terdapat 8 persen responden atau publik menyatakan setuju dengan pendapat kalau Presiden Joko Widodo (Jokowi) merupakan orang Partai Komunis Indonesia (PKI) atau memiliki keterkaitan.
"Yang setuju 8 persen sementara yang tak menjawab 16 persen," kata Saidiman Ahmad, Manager Program SMRC saat menyampaikan hasil surveinya secara daring, Jumat (1/10/2021).
Menurut dia, jika menilik hasil mayoritas dalam survei ini maka responden menyatakan tidak setuju dengan pendapat kalau Presiden Jokowi adalah orang PKI atau terkait dengan PKI.
Baca juga: Survei: 46,4 Persen Masyarakat Masih Percaya Isu Kebangkitan Komunis
Jumlah persentase responden atau publik yang menyatakan tidak setuju tersebut mencapai 75 persen.
"Mayoritas warga, 75 persen tidak setuju dengan pendapat yang menyebut bahwa Presiden Joko Widodo adalah orang Partai Komunis Indonesia (PKI) atau setidaknya terkait dengan PKI," bebernya.
Lebih lanjut Saidiman mengatakan, berdasarkan tren dalam empat tahun terakhir yakni dari 2017 sampai 2021 isu terkait Presiden Jokowi orang PKI atau terkait dengan PKI, tidak banyak direspon oleh warga.
Kemudian yang percaya terhadap isu tersebut juga tidak banyak berubah hanya berkisar 3 sampai 8 persen.
"Isu bahwa Jokowi adalah orang PKI/terkait PKI juga tidak banyak direspon warga. Yang percaya dengan isu tersebut tidak banyak berubah dari 2017-2021, hanya berkisar 3-8 persen," tukasnya.
Sebagai informasi, populasi pada survei ini adalah seluruh warga negara Indonesia yang punya hak pilih dalam pemilihan umum, yakni mereka yang sudah berusia 17 tahun atau lebih, atau sudah menikah ketika survei dilakukan.
Dari populasi itu dipilih secara random sebanyak 1220 responden dengan responden yang dapat diwawancarai secara valid sebesar 981 atau 80 persen.
Waktu wawancara di lapangan sendiri dilakukan pada 15 - 21 September 2021.
Adapun pada survei ini, terdapat Margin of error survei dengan ukuran sampel tersebut diperkirakan sebesar kurang lebih 3,19 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen atau asumsi simple random sampling.
Responden terpilih diwawancarai lewat tatap muka oleh pewawancara yang telah dilatih dengan kondisi quality control tidak ditemukan kesalahan berarti.
(Tribunnews.com/ Chrysnha, Fransiskus Adhiyuda, Chaerul Umam, Faryyanida Putwiliani, Rizki Sandi Saputra)