Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Tambah Lagi Kritik Isu Komunis Gatot hingga Survei Tak Setuju Jokowi Disebut PKI

Pernyataan mantan Panglima TNI, Jenderal TNI (Purn) Gatot Nurmantyo, tentang penyusupan paham komunisme dan PKI di tubuh TNI masih menyita perhatian

Penulis: Facundo Chrysnha Pradipha
Editor: Arif Fajar Nasucha
zoom-in Tambah Lagi Kritik Isu Komunis Gatot hingga Survei Tak Setuju Jokowi Disebut PKI
Istimewa/TribunJogja
Monumen Pancasila Sakti. Isu komunisme dan PKI 

TRIBUNNEWS.COM - Pernyataan mantan Panglima TNI, Jenderal TNI (Purn) Gatot Nurmantyo, tentang penyusupan paham komunisme di tubuh TNI masih menyita perhatian.

Berbagai pihak memberikan tanggapan terhadap ujaran Gatot yang selalu dimunculkan jelang peristiwa Gerakan 30 September (G30 S).

Seperti diketahui, G30 S merupakan sejarah kelam terbunuhnya enam jenderal TNI Angkatan Darat dan seorang ajudan perwira pertama pada 30 September-1 Oktober 1965.

Diduga, Partai Komunis Indonesia (PKI) menjadi dalangnya.

Petugas kebersihan sedang sibuk membersihkan pelataran Monumen Pancasila Sakti yang berada di kawasan di Lubang Buaya, Jakarta Timur, Kamis (30/9/2021).
Petugas kebersihan sedang sibuk membersihkan pelataran Monumen Pancasila Sakti yang berada di kawasan di Lubang Buaya, Jakarta Timur, Kamis (30/9/2021). (Tribunnews.com/Rizki Sandi Saputra)

Baca juga: Laksamana Yudo Jamin TNI Angkatan Laut Tidak Disusupi PKI

Indonesia pun kemudian memperingati 1 Oktober sebagai Hari Kesaktian Pancasila untuk mengenang jasa para jenderal tersebut.

Di sisi lain, berbagai isu tentang komunis termasuk PKI mencuat jelang peristiwa tersebut.

Inilah fakta-fakta tanggapan berbagai tokoh terhadap isu komunisme yang diungkap Gatot hingga hasil survei responden tak setuju Jokowi disebut PKI:

Berita Rekomendasi

Gubernur Lemhanas Curiga

Gubernur Lemhanas Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo menyoroti soal kembali munculnya isu komunisme setiap mendekati akhir bulan September, setiap tahunnya.

Menurut Agus, jika isu komunisme hadir dan menjadi ritual tahunan. Maka, hal itu dicurigai hal itu sebagai muatan politis kelompok tertentu atau individu.

Hal itu disampaikan Agus dalam dialog Kesaktian Pancasila dan Menjaga NKRI yang disiarkan kanal YouTube Radio Elshinta, Jumat (1/10/2021).

"Kalau kembali menghadirkan sebagai ritual tahunan (isu komunisme), saya curiga bahwa ini mempunyai muatan politis," kata Agus.

Agus beralasan, bahwa tema komunisme sangat mudah membangun emosi suatu kelompok atau kelompok lainnya. Sehingga, tak dipungkiri jika isu itu akan dijadikan alat dalam menggalang emosi kelompok massa.

Ia mencontohkan, bagaimana kelompok salah satu agama yang percaya akan Tuhan. Sementara, komunisme yang atheis. Ini tentu akan menimbulkan konflik.

"Karena tema ini, tema yang mudah untuk membangunkan emosi. TNI AD yang memang mempunyai konflik terus menerus dengan komunis," jelasnya.

Lodewijk: Apa Indikatornya?

Sekretaris Jenderal Partai Golkar, Lodewijk F Paulus
Sekretaris Jenderal Partai Golkar, Lodewijk F Paulus (Tribunnews.com/Dennis Destryawan)

Wakil Ketua DPR RI yang baru dilantik Lodewijk F Paulus heran dengan pernyataan mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo yang kembali menyinggung isu upaya penghapusan sejarah oleh pemerintah menjelang 30 September atau yang lebih dikenal dengan G30S/PKI.

Tudingan itu kali ini diarahkan Gatot ke tubuh institusi TNI usai dirinya menemukan patung Jenderal Soeharto, Letnan Jenderal TNI Sarwo Edhie, dan Jenderal AH Nasution ‘menghilang’ dari Markas Kostrad tepatnya di Museum Darma Bhakti Kostrad.

Menurut Lodewijk, alasan Gatot menyebut TNI telah disusupi PKI itu tanpa fakta dan dasar yang jelas.

"Tentunya kita harus punya fakta yang kuat apa sih yang disebut disusupi, siapa yang menyusupi, di mana disusupi," kata Lodewijk di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (30/9/2021).

"Nah, tentunya kalau kita melihat itu, apa indikatornya, apakah indikator karena patung dipindahkan itu sebagai indikator? Mari kita kaji secara akademik," lanjutnya.

Sekjen Partai Golkar itu menegaskan, tolak ukur suatu institusi disusupi PKI harus dikaji mendalam.

Lodewijk menilai tidak bisa begitu saja menyatakan TNI disusupi PKI tanpa fakta yang jelas.

"Jadi tentunya tolok ukur dari suatu institusi apalagi TNI disusupi yang dikatakan PKI, tentunya kita harus kaji lebih mendalam, tidak membuat gaduh tentang kondisi kebangsaan yang sekarang kita sedang fokus bagaimana menanggulangi penyebaran COVID-19 dan juga mengejar pertumbuhan ekonomi, kita menjaga itu," ujar Mantan Danjen Kopassus itu.

Pengamat Politik: Gegabah

Pengamat Politik sekaligus Direktur Eksekutif Indonesian Public Institute, Karyono Wibowo menilai, pernyataan Gatot Nurmantyo soal PKI sudah menyusup di tubuh TNI terlalu gegabah.

Apalagi, kata Karyono, jika tuduhan itu hanya berdasarkan pada informasi bahwa patung Soeharto, Letjen Sarwo Edhie Wibowo, dan Jenderal AH Nasution raib dari Makostrad.

"Informasi tersebut sangat tidak cukup untuk mengambil kesimpulan bahwa PKI sudah menyusup ke TNI," kata Karyono saat dihubungi Tribunnews, Selasa (28/9/2021).

Jenderal Gatot Nurmantyo saat diwawancarai usai upacara serah terima jabatan Panglima TNI di Lapangan Upacara Markas Besar TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Sabtu, (9/12/2017).
Jenderal Gatot Nurmantyo saat diwawancarai usai upacara serah terima jabatan Panglima TNI di Lapangan Upacara Markas Besar TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Sabtu, (9/12/2017). (KOMPAS.com/KRISTIAN ERDIANTO)

Semestinya sebagai mantan panglima TNI, kata Karyono, tidak sembarangan membuat pernyataan terbuka ke publik jika tidak didukung alat bukti yang cukup.

Baca juga: Peryataan Gatot Nurmantyo Soal PKI Menyusup di Tubuh TNI Dinilai Terlalu Gegabah

Jika kesimpulan diambil hanya berdasarkan informasi, apalagi cuma dari satu pihak, maka dalam membuat kesimpulan bisa terjebak pada kesimpulan halusinasi.

Menurut Karyono, narasi yang seharusnya dibangun Gatot adalah mengingatkan dan memberikan saran tentang potensi ancaman terhadap berbagai faham yang membahayakan pondasi kebangsaan.

"Gatot semestinya bisa menjelaskan secara rasional mengapa komunisme harus ditolak. Begitu juga semestinya Gatot juga menjelaskan mengapa radikalisme/ektremisme dan liberalisme bertentangan dengan Pancasila yang menjadi prinsip dalam kehidupan berbangsa dan bernegara," ucap Karyono.

Lebih lanjut, Karyono menilai hal itu lebih mendidik daripada sekadar mengumbar pernyataan yang mengandung unsur provokasi dan menyesatkan.

Jika pesan yang disampaikan rasional, obyektif, dan edukatif maka hal ini juga dapat menunjukkan kualitas berpikir sebagai tokoh besar.

Di satu sisi, Karyono sependapat jika pernyataan Gatot ditujukan agar tetap waspada terhadap komunisme.

Tetapi, Gatot juga harus bersuara lantang tentang bahayanya radikalisme/ekstremisme dan liberalisme yang tidak sesuai dengan Pancasila dan kepribadian bangsa.

Karyono juga mengingatkan, agar ancaman bahaya komunisme, radikalisme/ekstremisme, liberalisme ini tidak sekadar menjadi alat propaganda untuk kepentingan kelompok tertentu dan untuk tujuan pragmatis, apalagi sekadar menjadi 'dagangan' musiman.

Akibat dari itu, hanya menimbulkan kegaduhan, retaknya persatuan bangsa dan rusaknya kohesi sosial.

Lebih dari itu, kondisi seperti itu justru semakin membuka peluang selebar-lebarnya masuknya faham-faham tersebut.

"Saya khawatir, kita akan terjebak dalam perangkap adu domba yang dibuat kelompok-kelompok itu agar mudah mengendalikan bangsa ini," jelasnya.

Kata Istana

Istana Kepresidenan RI menolak merespons pernyataan Gatot Nurmantyo yang menduga TNI AD terindikasi disusupi oleh PKI.

Istana menyerahkan polemik soal dugaan TNI AD terindikasi disusupi oleh PKI kepada Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto.

Demikian Juru Bicara Kepresidenan Fadjroel Rachman dalam keterangannya, Selasa (28/9/2021).

“Saya serahkan ke Pak Panglima saja, saya sudah membaca tanggapan Panglima,” kata Fadjroel seperti dilansir dari Kompas.TV.

Panglima TNI: Tidak Dibuktikan Secara Ilmiah

PON XX (Pekan Olahraga Nasional ke-20) Papua merupakan sebuah kesempatan yang sangat baik untuk membuktikan bahwa Papua sebagai bagian dari NKRI  merupakan sebuah Provinsi yang cukup maju untuk menyelenggarakan perhelatan akbar tingkat nasional.
PON XX (Pekan Olahraga Nasional ke-20) Papua merupakan sebuah kesempatan yang sangat baik untuk membuktikan bahwa Papua sebagai bagian dari NKRI merupakan sebuah Provinsi yang cukup maju untuk menyelenggarakan perhelatan akbar tingkat nasional. "Kesuksesan penyelenggaraan PON XX Papua merupakan momen emas, bagi TNI-Polri, untuk membuktikan bahwa stabilitas keamanan dan ketertiban masyarakat di Papua kondusif. Dengan demikian maka faktor keamanan menjadi hal utama yang harus dipenuhi selama pelaksanaan PON XX Papua," kata Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, S.I.P. saat memimpin rapat kesiapan pengamanan PON XX Tahun 2021, bertempat di Jayapura, Papua, Rabu (29/9/2021). TRIBUNNEWS.COM/PUSPEN TNI (TRIBUNNEWS.COM/PUSPEN TNI)

Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto mengatakan, dugaan PKI berada di dalam tubuh TNI AD tidak bisa hanya berdasar pada keberadaan patung.

“Tidak bisa suatu pernyataan didasarkan hanya kepada keberadaan patung di suatu tempat,” tegas Marsekal Hadi Tjahjanto.

Atas dasar itu, Hadi Tjahjanto pun menolak untuk berpolemik soal dugaan penyusupan PKI ke tubuh TNI.

Apalagi, perihal ini sudah diklarifikasi oleh institusi terkait.

“Saya tidak mau berpolemik terkait hal yang tidak bisa dibuktikan secara ilmiah,” ujarnya.

Dalam pendapatnya, Hadi mencerna apa yang disampaikan Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo soal dugaan PKI masuk ke tubuh TNI AD lebih pada nasihat untuk prajurit aktif.

Bagaimana pun, kata Hadi, faktor mental dan ideologi merupakan sesuatu yang vital.

“Saya lebih menganggap statement tersebut sebagai suatu nasihat senior kepada kami prajurit aktif TNI untuk senantiasa waspada. Agar lembaran sejarah yang hitam tidak terjadi lagi,” ucap Hadi.

Mantan Danjen Kopassus: Terlalu Gopoh

Anggota Wantimpres yang juga Pembina Srimulat, Agum Gumelar saat diwawancarai secara khusus oleh Tribunnews, di kediamannya di Jakarta, Kamis (25/7/2019). Wawancara tersebut membahas anggota Srimulat yang kembali terjerat penyalahgunaan narkoba dan seputar isu kabinet pemerintahan Presiden Jokowi di periode keduanya. Tribunnews/Herudin
Anggota Wantimpres yang juga Pembina Srimulat, Agum Gumelar saat diwawancarai secara khusus oleh Tribunnews, di kediamannya di Jakarta, Kamis (25/7/2019). Wawancara tersebut membahas anggota Srimulat yang kembali terjerat penyalahgunaan narkoba dan seputar isu kabinet pemerintahan Presiden Jokowi di periode keduanya. Tribunnews/Herudin (Tribunnews/Herudin)

Ketua Umum PEPABRI, Jenderal TNI (Purn) Agum Gumelar, turut menanggapi pernyataan Gatot Nurmantyo yang menyebut ada penyusupan komunis ditubuh TNI.

Agum menegaskan ia tidak setuju dengan pernyataan Gatot tersebut.

Pasalnya menurut Agum, bagi TNI, baik yang masih aktif maupun yang sudah purna tugas, memiliki suatu pedoman yakni Sapta Marga.

Diketahui dalam butir pertama berbunyi 'Kami warga Negara Kesatuan Republik Indonesia yang bersendikan Pancasila.'

Kemudian marga kedua berbunyi 'Kami patriot Indonesia, pendukung serta pembela ideologi negara yang bertanggung jawab dan tidak mengenal menyerah.'

"Tidak setuju sama sekali, karena TNI yang masih aktif ataupun yang sudah purna tugas, purnawirawan, pedomannya satu, Sapta Marga," kata Agum dalam tayangan video di kanal YouTube Kompas TV, Rabu (29/9/2021).

Sehingga menurut Agum, jika ada kekuatan radikal yang ingin mengganti NKRI dan Pancasila, maka itu adalah musuh negara.

Agum juga menekankan, tidak mungkin TNI akan bisa lengah hingga disusupi seperti yang dikatakan Gatot.

Bahkan, Agum menyebut Gatot Nurmantyo terlalu terburu-buru.

"Jadi kalau ada kekuatan dari manapun datangnya itu, radikal yang ingin mengganti NKRI dan Pancasila, itu adalah musuh negara."

"Tidak mungkin anggota TNI akan termakan oleh susupan seperti ini. Saudara Gatot Nurmantyo terlalu gopoh (terburu-buru)" ungkap Agum yang merupakan mantan Danjen Kopassus itu.

Lebih lanjut, Agum menyarankan Gatot untuk mengklarifikasi dugaannya kepada juniornya, Letjen Dudung Abdurachman, secara langsung terkait masalah pembongkaran tiga patung diorama di Markas Kostrad.

Agar Gatot tidak mengundang kegaduhan dengan membuat pernyataan yang bombastis.

"Kalau memang situasinya seperti itu, sebagai senior dia bisa menanyakan klarifikasi kepada juniornya kepada Dudung Abdulrahman itu. Minta klarifikasi."

"Jangan langsung membuat statement yang bombastis begitu, yang mengundang kegaduhan. Muncul lagi komen tambahan yang lebih menggaduhkan lagi, ini sangat tidak sehat," ujar Agum.

Soal Jokowi Disebut PKI

Lembaga Survei Saiful Mujani Research dan Consulting (SMRC) mengeluarkan hasil survei terbarunya.

Kali ini terkait dengan sikap publik pada Pancasila dan ancaman komunis.

Dalam penyampaian tersebut, hasilnya terdapat 8 persen responden atau publik menyatakan setuju dengan pendapat kalau Presiden Joko Widodo (Jokowi) merupakan orang Partai Komunis Indonesia (PKI) atau memiliki keterkaitan.

"Yang setuju 8 persen sementara yang tak menjawab 16 persen," kata Saidiman Ahmad, Manager Program SMRC saat menyampaikan hasil surveinya secara daring, Jumat (1/10/2021).

Menurut dia, jika menilik hasil mayoritas dalam survei ini maka responden menyatakan tidak setuju dengan pendapat kalau Presiden Jokowi adalah orang PKI atau terkait dengan PKI.

Hasil survei SMRC soal pernyataan publik terkait Presiden RI Joko Widodo dengan keterkaitan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Hasil survei SMRC soal pernyataan publik terkait Presiden RI Joko Widodo dengan keterkaitan Partai Komunis Indonesia (PKI). (Tribunnews.com/Rizki Sandi Saputra)

Baca juga: Survei: 46,4 Persen Masyarakat Masih Percaya Isu Kebangkitan Komunis

Jumlah persentase responden atau publik yang menyatakan tidak setuju tersebut mencapai 75 persen.

"Mayoritas warga, 75 persen tidak setuju dengan pendapat yang menyebut bahwa Presiden Joko Widodo adalah orang Partai Komunis Indonesia (PKI) atau setidaknya terkait dengan PKI," bebernya.

Lebih lanjut Saidiman mengatakan, berdasarkan tren dalam empat tahun terakhir yakni dari 2017 sampai 2021 isu terkait Presiden Jokowi orang PKI atau terkait dengan PKI, tidak banyak direspon oleh warga.

Kemudian yang percaya terhadap isu tersebut juga tidak banyak berubah hanya berkisar 3 sampai 8 persen.

"Isu bahwa Jokowi adalah orang PKI/terkait PKI juga tidak banyak direspon warga. Yang percaya dengan isu tersebut tidak banyak berubah dari 2017-2021, hanya berkisar 3-8 persen," tukasnya.

Sebagai informasi, populasi pada survei ini adalah seluruh warga negara Indonesia yang punya hak pilih dalam pemilihan umum, yakni mereka yang sudah berusia 17 tahun atau lebih, atau sudah menikah ketika survei dilakukan.

Dari populasi itu dipilih secara random sebanyak 1220 responden dengan responden yang dapat diwawancarai secara valid sebesar 981 atau 80 persen.

Waktu wawancara di lapangan sendiri dilakukan pada 15 - 21 September 2021.

Adapun pada survei ini, terdapat Margin of error survei dengan ukuran sampel tersebut diperkirakan sebesar kurang lebih 3,19 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen atau asumsi simple random sampling.

Responden terpilih diwawancarai lewat tatap muka oleh pewawancara yang telah dilatih dengan kondisi quality control tidak ditemukan kesalahan berarti.

(Tribunnews.com/ Chrysnha, Fransiskus Adhiyuda, Chaerul Umam, Faryyanida Putwiliani, Rizki Sandi Saputra)

Baca berita lainnya terkait Gatot Nurmantyo dan TNI AD

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas