Kaji Masalah Rekrutmen NII di Garut, Kemenag Beri Pendampingan Korban Baiat
Sejumlah masyarakat di Garut diduga telah direkrut masuk dalam organisasi Negara Islam Indonesia (NII).
Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejumlah masyarakat di Garut diduga telah direkrut masuk dalam organisasi Negara Islam Indonesia (NII).
Rekrutmen itu antara lain dilakukan melalui bentuk pengajian.
Doktrin NII antara lain menganggap NKRI tidak sesuai dengan ajaran Islam (thogut).
Staf Khusus Menteri Agama Mohammad Nuruzzaman mengatakan pihaknya telah menerjunkan tim Badan Litbang dan Diklat untuk berkoordinasi dengan Kanwil Kemenag Jawa Barat melakukan kajian terkait aktivitas rekrutmen NII dalam pengajian masyarakat di Garut.
"Kami memang mendapat informasi terkait rekrutmen itu, dan polanya melalui pengajian. Ini sedang kita kaji dan dalami," ujar Nuruzzaman melalui keterangan tertulis, Senin (11/10/2021).
“Hasil kajian ini nantinya akan disampaikan juga kepada Polri, Kemendagri, dan Kemenkopolhukkam untuk ditindaklanjuti sesuai kewenangannya," tambah Nuruzzaman.
Menurut Nuruzzaman, Kementerian Agama juga akan melakukan pendampingan kepada sejumlah masyarakat yang telah menjadi korban baiat.
Baca juga: Anak Korban NII di Garut Konsisten Tak Sebut Siapa yang Pengaruhi Mereka
Mereka perlu diberikan edukasi dan pencerahan terkait relasi agama dan negara, serta pentingnya penguatan moderasi beragama.
“Kita akan melakukan pendampingan terhadap masyarakat yang menjadi korban baiat. Mereka tentu perlu mendapat pencerahan tentang relasi agama dan negara, serta penguatan moderasi beragama," kata Nuruzzaman.
Kementerian Agama, kata Nuruzzaman, terus melakukan upaya dan langkah dalam penguatan moderasi beragama yang saat ini menjadi salah satu program prioritas.
Moderasi beragama merupakan cara pandang, sikap, dan praktik beragama dalam kehidupan bersama dengan cara mengejawantahkan esensi ajaran agama yang melindungi martabat kemanusiaan dan membangun kemaslahatan berlandasarkan prinsip adil, berimbang dan menaati konstitusi sebagai kesepakatan berbangsa.
"Moderasi beragama bukanlah upaya memoderasikan agama, melainkan memoderasi pemahaman dan pengalaman kita dalam beragama," pungkas Nuruzzaman.
Ada empat indikator moderasi beragama, yaitu komitmen kebangsaan, toleransi, anti-kekerasan, serta penerimaan terhadap tradisi.