Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Benny K Harman Baca Langkah Yusril: Ingin Rebut Demokrat Secara Ilegal Atas Nama Hukum dan Demokrasi

Benny telah membaca langkah kuasa hukum Kubu Moeldoko, Yusril yang mengajukan judicial review (JR) ke Mahkamah Agung terkait AD/ART Parta Demokrat

Penulis: Galuh Widya Wardani
Editor: Arif Tio Buqi Abdulah
zoom-in Benny K Harman Baca Langkah Yusril: Ingin Rebut Demokrat Secara Ilegal Atas Nama Hukum dan Demokrasi
Tribunnews/Chaerul Umam
Benny K Harman telah membaca langkah kuasa hukum Kubu Moeldoko, Yusril yang mengajukan judicial review (JR) ke Mahkamah Agung terkait AD/ART Parta Demokrat 

TRIBUNNEWS.COM - Wakil Ketua Umum Partai Demokrat, Benny Kabur Harman membaca langkah kuasa hukum Kubu Moeldoko, Yusril Ihza Mahendra yang mengajukan judicial review (JR) ke Mahkamah Agung (MA) terkait AD/ART Parta Demokrat.

Benny menyebut, Yusril hanya bekerja atas nama hidden power dengan tujuan hanya untuk merebut Partai Demokrat secara ilegal atas nama hukum dan atas nama demokrasi.

Hal tersebut disampaikan Benny dalam jumpa pers di DPP Partai Demokrat, Jakarta Pusat, Senin (11/10/2021).

"Dia bekerja atas nama hidden power, ada invisible power yang bekerja dengan tujuan untuk mencaplok Partai Demokrat secara ilegal atas nama hukum dan atas nama demokrasi. Tidak ada penjelasan lain," kata Benny dikutip dari Tribunnews.com, Selasa (12/10/2021).

Bahkan Benny menilai, apa yang dilakukan Yusril itu tidak bersifat nonpartisan dan tidak demokratis.

Baca juga: 4 Poin Tanggapan Hamdan Zoelva Terkait Gugatan AD/ART Demokrat oleh Yusril Ihza Mahendra

Baca juga: Jubir Demokrat Tegaskan Hamdan Zoelva Direkrut Bukan untuk Melawan Yusril, Tapi Karena 3 Faktor Ini

"Dalam kaitan dengan itu, kami menduga yang dilakukan Yusril ini tidak bersifat nonpartisan, kalau dia mendengung-dengungkan atas nama demokrasi, tidak," sambungnya.

Menurut Benny, gugatan yang dilayangkan kepada Partai Demokrat itu hanya mengadopsi cara pikir totalitarian ala Hitler.

BERITA TERKAIT

"Setelah kami menyelidiki asal usul teori yang dipakai atau yang digunakan oleh Yusril Ihza di dalam mengajukan permohonan JR AD/ART ke Mahkamah Agung, maka diduga kuat cara pikir ini berasal dari cara pikir totalitarian ala Hitler," jelas Benny.

Yakni hanya ingin menguji apakah negara senang atau tidak dengan organisasi sipil.

Dalam hal ini, Benny mengatakan bahwa Yusril mencoba untuk menguji apakah kehendak anggota-anggota partai politik, termasuk anggota Partai Demokrat sejalan dengan kehendak kemauan negara.

Baca juga: Dua Kandidat Calon Ketua DPD Demokrat Sumut Silaturahmi Jelang Musda

"(Dia ingin menguji) semua yang dilakukan oleh rakyat harus diuji, apakah negara senang atau tidak senang, dan ini yang mau dilakukan oleh Yusril," tambah Benny.

Kuasa Hukum Demokrat Nilai Gugatan Tak Lazim

Mengutip Tribunnews.com, Kuasa Hukum Partai Demokrat, Hamdan Zoelva menilai permohonan gugatan AD/ART Partai Demokrat yang diajukan kubu Moeldoko melalui Yusril, tidaklah lazim.

Penilaian ini didasari karena AD/ART bukanlah merupakan produk hukum.

Menurut Hamdan, norma hukum dalam AD/ART partai politik itu hanya mengikat anggota partai saja.

Sehingga, AD/ART partai politik tersebut tidak mengikat masyarakat secara umum.

"Kalau kita baca pasal 1 butir 2 UU nomor 12 tahun 2011, ini dikenal dengan UU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan atau disingkat UU PPP, tentang peraturan perundang-undangan, memberi batasan tentang peraturan perundang-undangan. Dia hanya mengikat PD dan anggotanya, tidak mengikat keluar. Jadi dalam batasan pengertian ini tidak termasuk peraturan perundang-undangan," kata Hamdan, Senin (11/10/2021).

Baca juga: Meski Dikudeta Moeldoko, Survei SMRC Sebut Elektabilitas Demokrat Dipimpin AHY Malah Naik Tajam

Yusril Nilai Tak Ada yang Aneh dari Gugatan

Yusril mengatakan tidak ada yang aneh dengan permohononan judical review (JR) terkait Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Parta Demokrat.

Menurut Yusril, aneh atau tidak anehnya permohonan itu tergantung kedalaman analisis pengacara yang ditunjuk Partai Demokrat untuk menangani perkara itu.

Sebab, yang digugat bukanlah AD/ART Partai Demokrat ketika berdiri, melainkan AD perubahan tahun 2020.

Hal tersebut dijelaskan Yusril, Minggu (10/10/2021).

Baca juga: Pendiri Demokrat Tantang Adakan KLB Lagi, Moeldoko vs AHY: Berani Tidak SBY

"Kalau analisisnya sambil lalu tentu terlihat aneh. Tetapi kalau dianlisis dalam-dalam justru sebaliknya, tidak ada yang aneh. Yang aneh justru sikap DPP Demokrat sendiri. Yang kami uji bukan AD/ART PD ketika berdiri, tetapi AD perubahan tahun 2020," ujar Yusrik dikutip dari Tribunnews.com.

Menurut Yusril, AD Perubahan Partai Demokrat Tahun 2020 bukan produk DPP Partai Demokrat, tetapi produk kongres.

"AD perubahan itu bukan produk DPP partai manapun termasuk Partai Demokrat. Sesuai UU Parpol, yang berwenang merubah AD/ART itu adalah lembaga tertinggi dalam struktur partai tersebut. Di Partai Demokrat (PD), lembaga tertinggi itu adalah Kongres. AD Perubahan PD Tahun 2020 bukan produk DPP PD, tetapi produk Kongres PD tahun 2020," terang Yusril.

Baca juga: Hencky Luntungan: Sebelum Moeldoko, Kubu KLB Deli Serdang Sempat Lirik Gatot Nurmantyo

Dikatakan Yusri, memang DPP partai berhak dan berwenang mewakili partai ke luar dan ke dalam, sebagaimana halnya Direksi Perseroan Terbatas berhak melakukan hal yang sama.

Hal yang aneh, kata Yusril, justru kalau Hamdan Zoelva meminta supaya DPP Partai Demokrat dijadikan sebagai pihak yang paling signifikan memberi keterangan atas Permohonan JR.

Apalagi menyebut DPP Partai Demokrat sebagai pihak yang membuat AD Perubahan.

Sebab DPP Partai Demokrat hanyalah pihak yang diberi amanat atau mandat oleh kongres untuk mendaftarkan Perubahan AD/ART ke Kemenkumham.

Di partai manapun keadaannya sama.

"Kalau belum sidang MA sudah mengaku DPP (Partai Demokrat) PD sebagai pembuat AD/ART, maka pengakuan tersebut akan menjadi boomerang bagi PD sendiri. AD itu otomatis tidak sah karena dibuat oleh DPP PD sesuai pengakuan tersebut," jelas Yusril.

(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani/Reza Deni/Vincentius Jyestha Candraditya)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Populer

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas