Menko PMK: Digitalisasi Layanan Kesehatan Harus Berbasis Data yang Akurat
Muhadjir Effendy meminta perluasan digitalisasi pelayanan kesehatan pada program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Adi Suhendi
Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy meminta perluasan digitalisasi pelayanan kesehatan pada program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Menurutnya, digitalisasi layanan kesehatan harus berbasis data yang akurat.
"Tentu saja ini harus terus ditingkatkan dan dibarengi dengan upaya peningkatan kualitas pelayanan," ujar Muhadjir melalui keterangan tertulis, Jumat (15/10/2021).
"Namun satu hal yang harus kita perhatikan betul bahwa bagaimana pun bagusnya sistem yang kita bangun termasuk digitalisasi, maka kita akhirnya berpulang pada satu hal yaitu kondisi data," tambah Muhadjir.
Pemerintah, kata Muhadjir, terus melakukan berbagai upaya untuk memperbaiki kualitas layanan kesehatan masyarakat, terutama bagi peserta program JKN.
Baca juga: Dirut BPJS Kesehatan: Sustainabilitas Program Jaminan Kesehatan Harus Terjaga
Salah satunya yaitu melalui terobosan dan inovasi berbasis teknologi informasi atau digitalisasi.
Muhadjir menekankan pentingnya kecepatan dan keakuratan data dalam menjalankan program JKN terutama meningkatkan kualitas layanan kesehatan.
Apalagi, Indonesia sudah mengadopsi pemanfaatan big data dan big data analytics selama pandemi Covid-19.
Menurutnya, hal itu sudah merupakan pertanda baik untuk ke depan bisa melakukan beragam pengembangan termasuk penggunaan internet of things, artificial inteligent, dan otomatisasi pelayanan.
Baca juga: Menuju Era Satu Data, Dukcapil Dorong NIK Jadi Nomor Semua Identitas: BPJS hingga Nomor Induk Siswa
Dirinya menilai cepat atau lambat penerapan teknologi informasi atau digitalisasi menjadi sebuah keniscayaan.
“Semua itu sebetulnya kuncinya ada pada kondisi data. Keaktifan data dan keakuratan data. Kalau datanya yang masuk memang bagus maka produk-produk yang berbasis pada data termasuk big data juga akan memberikan informasi yang valid, informasi yang bisa dipertanggungjawabkan,” tutur Muhadjir.
Ia menyebut apabila informasi yang diberikan valid, kemungkinan besar keputusan-keputusan yang diambil atas dasar data juga akan baik.
Sebaliknya, jika data tidak valid apalagi sampai menyesatkan dan terjadi banyak klarifikasi maka tentu olahan dari data tersebut menjadi tidak benar.
“Berangkat dari hasil olahan data yang tidak benar, maka keputusan yang diambil juga menjadi tidak benar," kata Muhadjir.
Baca juga: Dirut BPJS Kesehatan Ungkap Pentingnya Peran Satuan Pengawas Internal RS
"Begitu juga kaitannya dengan pemanfaatan data dalam era digitalisasi dalam rangka memberikan pelayanan sebaik mungkin dalam dunia kesehatan kita, keakuratan data ini sangat mutlak harus dilakukan,” tambah Muhadjir.
Sesuai penugasan Peraturan Presiden No. 35/2020 tentang Kemenko PMK yakni melaksanakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian, dalam penyelenggaraan pemerintahan di bidang PMK maka Kemenko PMK akan terus mengawal kebijakan dan pelaksanaan program JKN.
Berdasar Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, pada tahun 2024 minimal 98 persen penduduk Indonesia harus menjadi peserta JKN.
Sementara data per 30 September 2021, cakupan kepesertaan program JKN sebanyak 226.301.696 atau 83,82 persen dari keseluruhan jumlah penduduk.